Setiap wanita pasti ingin seimbang saat menjalankan perannya sebagai perempuan berumah tangga. Ya, jadi ibu yang baik untuk anak-anak, mampu memberikan perhatian pada suami, tanpa sedikit pun mengorbankan passion-nya. Bahkan memiliki cukup waktu untuk menghasilkan karya dari kesenangannya tersebut. Hm, siapa yang nggak mau coba?
Itu sebabnya sebagai perempuan kita butuh cara agar peran-peran tersebut tak hanya status, tapi mampu dirasakan dan memberikan kebahagiaan. Jangan sampai mengalami titik jenuh karena bosan dengan segala perintilan rumah tangga, tapi juga jangan sampai lupa waktu. Terlalu sibuk dengan urusan sendiri, sampai-sampai lupa anak suami belum dimasakin.
Kalau itu aku ya, karena emang nggak jago apalagi hobi masak. Masak sih tetep, tapi nggak rutin tiap hari. Makanan favorit anak dan suami juga paham banget, tapi nggak selalu dimasak sendiri. Sayang dong, ada Ibu-ibu Sayur dan Babang GoFood kalau nggak ada ibu-ibu malas masak seperti aku, hehe *NgelesCantik.
Perempuan Berumah Tangga Butuh Melakukan Passion-nya
Jujur, dalam standart ibu rumah tangga secara umum, aku termasuk yang minim keterampilan. Kalau urusan beberes, bersih-bersih rumah, mencui baju dan piring kotor masih okelah. Tapi kalau urusan setrika dan masak, duh pikir-pikir lagi deh. Sesekali masih oke, kalau tiap hari langsung nyerah. Mendingan aku cari sampingan saja buat bayar laundry.
Hal seperti ini banyak terjadi di lingkunganku. Banyak ibu rumah tangga yang cenderung memilih mencari kesibukan dengan melakukan passion-nya ketimbang 24 jam berjibaku dengan pekerjaan rumah tangga.
Mengapa begitu? Karena ibu-ibu ini juga manusia yang punya jiwa. Bukan seonggok daging dan tulang yang diberi status istri atau ibu. Jiwa-jiwa kami perlu diberi sentuhan dan butuh aktualisasi diri, bukan robot yang siap di-setel kapan berhenti dan mulai bekerja lagi.
Baca juga: 33 Ide Hobi untuk Ibu Rumah Tangga dan Mengapa Harus Memiliki Salah Satunya
Passion Ibu Kerap Kali Menjadi Masalah Baru bagi Keluarga
Kuakui, pada awal-awal melakukan kesenangan sebagai freelancer di dunia blogging, aku sempat kebablasan yang akhirnya menimbulkan masalah dalam keluarga. Anak dan suami mulai protes ini dan itu, padahal saat awal-awal ngeblog mereka mendukung sekali. Memang jalan hidup tak selalu semulus jalan tol. Ada saatnya bertemu jalan berlubang, tikungan tajam atau turunan curam. Semua harus dilalui dengan hati-hati dan penuh strategi sehingga selamat sampai di tujuan. Dalam hal ini, tentu saja keluarga yang bahagia tanpa mengesampingkan kebahagiaan Sang Ratu Rumah Tangga—istri.
Berdasarkan pengalamanku, pada saat muncul rasa tidak suka atau bahkan menentang dan melarang apa yang kita lakukan, yang pertama kulakukan adalah mundur, mengambil jarak dari kesenanganku tersebut. Mundur bukan berarti kalah. Mundur tidak selalu berhenti. Mundur hanyalah satu cara untuk memberi ruang lebih banyak agar mampu melihat dari susut pandang lain. Dalam hal ini anak dan suami.
Aku pun melakukan hal sejenis. Mundur untuk beberapa waktu agar bisa berpikir lebih jernih dan memberikan ruang bagi hati dan otak ini untuk memahami perasaan anak dan suami. Harus kuakui jeda sangat membantu. Hingga akhirnya aku menemukan kembali kebaikan alami dalam kehidupan ini, yang tidak lain dan bukan adalah keluarga. Suami dan anak-anak adalah masa depanku sebagai seorang perempuan berumah tangga. Cita-citaku harus sejalan dengan cita-cita mereka dan yang terpenting cita-cita keluarga kami di masa depan.
Keputusan-keputusan yang kubuat harus menguntungkan kami semua. Bukan hanya untuk kemajuanku, tapi kemajuan seluruh keluarga. Begitu pula dengan waktu, kasih sayang, ilmu dan pengetahuan, semua harus kubagi secara seimbang untuk mereka. Suami dan anak-anak tetap menjadi prioritas pertama tanpa perlu mengesampingkan diriku sendiri.
7 Cara Sederhana Agar Seimbang Menjalankan Peran sebagai Perempuan Berumah Tangga
Untuk itu aku mulai merencanakan hal-hal yang mendukung seluruh aktivitasku dalam sehari bahkan sebulan. Ada saat-saat tertentu yang hanya untuk diriku sendiri, namun tak sedikit yang kulakukan hanya untuk anak dan suami.
Bagaimana aku melakukannya? Beberapa cara sederhana ini patut untuk dipertimbangkan.
Manajemen waktu perempuan berumah tangga
Aku selalu percaya bahwa siapapun yang pandai me-manage waktu akan beruntung dalam kehidupan ini. Waktu adalah rezeki yang sangat berharga yang sayang jika disia-siakan karena tak dapat diputar atau diulang kembali. Memiliki manajemen waktu yang sesuai dengan kegiatan setiap perempuan berumah tangga adalah senjata produktif karena 24 jam yang dimiliki jelas penggunaanya.
Baca juga: Tips Manajemen Waktu untuk IBu Rumah Tangga Agar Produktif
Menyusun jadwal dalam kalender
Kapan anak-anak ujian?
Kapan suami keluar kota?
Kapan kami jalan-jalan?
Kapan ibu harus fokus pada deadline pekerjaan?
Semua tertulis dalam kalender sehingga bisa dilihat seluruh keluarga. Tentu saja jadwal bepergian bersama juga tercatat di sana, sehingga ada kegembiraan bagi kami untuk menunggu saat-saat menyenangkan itu setelah letih dengan aktivitas masing-masing.
Batasi akses komunikasi pekerjaan saat dengan keluarga
Menjadi freelancer sepertiku harus pandai-pandai mengatur jadwal dan me-manage pekerjaan. Apalagi, untuk saat ini pekerjaan freelancer seolah tak bisa dipisahkan dari social media dan internet untuk mengakses informasi terbaru. Kalau diturutin mah, seharian bisa terus-terusan mainan sama smartphone.
Tapi, kembali lagi kita hidup bukan saja sebagai seorang pekerja—profesional/freelancer. Kita adalah perempuan yang memiliki tiga peran dalam diri kita. Mau tidak mau, siap atau tidak, ada saatnya kita harus membatasi seluruh akses komunikasi yang berkaitan dengan pekerjaan saat sedang bersama keluarga, kecuali dalam kondisi urgent.
Nikmati aktivitas khusus bersama keluarga
Menonton film dan olahraga bersama saat akhir pekan merupakan aktivitas khusus dalam keluarga kami. Di samping itu kami juga suka membuat aneka kerajinan untuk event-event tertentu misalnya membuat kartu lebaran menjelang Hari Raya. Dan yang terpenting, kami selalu punya waktu untuk secangkir kopi dan teh sebagai teman bercanda dan bercerita.
Sediakan waktu untuk quality time dengan pasangan
Sampai kapan pun suami istri adalah sepasang kekasih di samping sepasang teman. Dalam hubungan sepasang kekasih tidak hanya diperlukan kedekatan, kejujuran dan kekompakan, tapi dibutuhkan getaran cinta dan kasih yang harus terus dinyalakan.
Sensasi sebagai pasangan menikah bisa berkurang jika tidak ada getaran baru yang ditumbuhkan. Biasanya kondisi ini mulai terjadi saat masing-masing pasangan sibuk dengan konsekuensi berumah tangga—mencari nafkah atau mengurusi kebutuhan rumah tangga.
Untuk itu kami merasa perlu untuk menyediakan waktu khusus berdua. Memang tidak selalu honeymoon, karena untuk meninggalkan anak-anak rasanya masih sangat mustahil untuk dilakukan. Sekedar minum berdua sambil bercerita, atau mengambil waktu tidur lebih malam agar bisa “melakukan yang lainnya” aku rasa penting untuk selalu dijadwalkan.
Membuat pekerjaan rumah tangga lebih mudah
Bersyukur kita hidup di zaman serba mudah, di mana laundry dan delivery makanan sangat membantu pekerjaan harian ibu rumah tangga. Eits, tapi bukan itu saja ,dong, pekerjaan kami para ibu. Setiap hari kami harus memastikan semua kebutuhan tersedia dan berjalan dengan lancar. Untuk itu rencanakan semuanya pada malam harinya sehingga semua lebih mudah pada hari berikutnya.
Jika sedang banyak deadline, jadwalkan kapan mengirim cucian ke laundry.
Jika sedang ada acara di sekolah anak, putuskan warung makan mana yang akan kita kunjungi untuk membungkus beberapa jenis lauk dan sayurnya.
Belum sempat membersihkan seluruh ruangan di rumah? Pastikan ada satu ruangan saja yang nyaman untuk beristirahat.
Termasuk untuk perlengkapan anak dan suami, siapkan dan rencanakan pada malam harinya agar saat pagi tiba kita tinggal mengeksekusi.
Tepis perasaan bersalah
Yang terakhir ini tentang penyakit utama perempuan berumah tangga.
- Merasa bersalah karena meninggalkan anak-anak untuk bekerja.
- Merasa bersalah karena harus membagi perhatian pada keluarga dengan pekerjaan.
- Merasa bersalah karena alih-alih memasak tapi membeli lauk matang
- Merasa bersalah karena mainan anak-anaknya beli semua, bukan hasil kreasi ibunya.
- Merasa bersalah karena tidak bisa aktif di sekolah anaknya.
Dan, masih banyak perasaan bersalah yang kerap kali mendera perempuan berumah tangga.
Mau sampai kapan kita terus menyimpan perasaan bersalah seperti ini? Toh, hidup terus berjalan. Konsekuensi demi konsekuensi terus mengikuti seiring besarnya tanggung jawab yang kita ambil
Jadi, daripada terus-menerus merasa bersalah, mending kita fokus pada kekuatan diri. Buat hidup ini lebih bahagia sehingga lebih maksimal menjalan peran. Terbuka dan komunikasikan pada anak dan suami tentang kegiatan kita.
Jelaskan, mengapa ibu harus bekerja atau memiliki kegiatan lain di luar urusan rumah tangga. Berikan pemahaman bahwa keluarga tetap menjadi prioritas meskipun tak selalu berwujud memasak untuk mereka.
Memang menjadi perempuan berumah tangga itu komplek. Selain urusan anak, suami dan diri sendiri, segala hal yang berkaitan dengan rumah dan sekolah anak sepertinya juga menjadi tanggung jawab kita. Ya, memang konsekuensi perempuan berumah tangga itu besar. Tapi siapa yang bisa menolak jika sudah menjadi rezekinya?
Yang penting tetap usahakan menjadi istri dan ibu yang ideal agar tetap mendapat ridha suami. Dan yang tak kalah penting jangan sampai kehilangan kasih sayang dari anak-anak dan suami, sehingga kita tetap menjadi satu bagian terindah dalam memori mereka.
Tulisan ini sebagai tanggapan untuk artikel Collab PAS Blogger dengan trigger “Bagaimana Menjalankan Peran sebagai Istri dan Ibu dengan Ideal” yang ditulis oleh lifestyle blogger Nurul Fitri Fatkhani, pemilik blog www.nurulfitri.com. Artikel dengan tema sejenis bisa dibaca di www.meirida.my.id dan www.dianrestuagustina.com.
1 thought on “7 Tips Sederhana Agar Seimbang Menjalankan Peran sebagai Perempuan Berumah Tangga”