Berdamai dengan Diri Sendiri

“No one is going to love you
If you don’t love yourself”

Ngomongin soal  pencapaian, saya yakin setiap orang pasti punya target berbeda. karena kita semua punya prioritas yang lain-lain juga. Sama halnya dengan ke arah mana kita membawa kehidupan ini. Jalan mana yang kita pilih bersama keluarga, atau mau diarahkan ke mana passion anak-anak. Setiap keluarga pasti memiliki standart dan pola tersendiri untuk mencapainya.

Untuk  yang sifatnya standart umum, mungkin bisa lebih seragam, ya. Seperti hal yang berkaitan dengan pencapaian di tempat kerja, bisnis atau perkembangan anak secara umum. Tapi kalau sudah masuk di bagian yang lebih detil. Seperti passion, pola pengasuhan, kehidupan beragama atau pencapaian rumah tangga, boleh beda dong. Karena tidak semua hal yang baik menurut standart umum, cocok untuk keluarga kita. it’s okay, toh setiap orang dan keluarga pasti punya batasan, rambu-rambu atau apapun istilahnya.
Tulisan ini sebenarnya terinspirasi oleh pengalaman pribadi. Jadi izinkan BukNaj tsurhat kali in. Heheheh.. Teman-teman pasti mulai menebak apa yang mau saya curhatin. Dari judul aja sudah jelas, kan? Ya, Saya merasa butuh saja untuk menuliskannya. Karena saya yakin, sebagian teman juga mengalami hal yang sama.
Yup, ini tentang pencapaian pribadi. Tahun  2017 masih super anget, jadi masih layak kalau saya ngomongin soal target  dan pencapaian satu tahun ke depan. Cerita ini berawal dari sharing di salah satu grup penulis, di mana saya menjadi salah satu anggotanya. Grup kami ini memang sangat dinamis. Selain jumlah anggota yang selalu bertambah, pencapaian teman-teman di grup ini juga selalu membuat berdebar. Jadilah anggota junior seperti saya ini sering merasa tertinggal di sana-sini. Tapi kodisi ini sebenarnya malah sangat memotivasi. Ya, asal kita nggak terbawa dengan situasi dan tetap fokus dengan pencapaian pribadi.

Rumput tetangga memang selalu lebih hijau, wajar, begitulah manusia. Yang penting, jangan lupa ‘menyirami rumput’ di pekarangan sendiri sendiri. Jangan karena terlalu fokus dengan target dan pencapaian orang lain, kita malah lupa dengan pencapaian pribadi. Begitulah yang sedang saya tekankan pada diri sendiri.Bayangkan saja, teman-teman di grup saya ini luar biasa pencapaiannya. Ada yang sudah menerbitkan beberapa buku, rutin ngeblog dan nggak sepi job, ada yang hampir tiap bulan menang challenge penulisan, ada juga yang super duper produktif menghasilkan karya. Misalnya nih, dalam satu hari, salah satu teman saya di grup penulis Emakpintar.asia bisa menulis 15 judul dengan jumlah kata sekitar 500 setiap judulnya. Itu pun masih ditambah menulis di komunitas lain, dan menyelesaikan novel fiksinya. WOW, banget kan? Saya saja sampai mau pengsan dengernya. Sudah gitu, beliau ini masih mendampingi homeschooling anaknya. Bisa kalian bayangkan betapa bapernya saya. Hiks.. Hiks *lemes*

Sebelum ini saja, saya sudah lumayan baper sama teman-teman di grup yang lain. Yang begitu telaten membuat sendiri mainan dan media belajar anaknya. Ada juga yang aktif sebagai volunteer di kegiatan pemberdayaan wanita, meskipun masih sambil momong tiga anak tanpa ART pula. Ahh.. Kalau saya sebutkan semua yang ada malah kebaperan saya meningkat tajam. Malah nggak fokus dan dapat solusi dengan pencapaian saya sendiri.Harus diakui, tingkat keterlibatan perempuan dalam ranah publik dan domestik memang tidak bisa disepelekan. Perempuan selalu saja menemukan cara bagi dirinya untuk berkembang dan memberikan kontribusi, meskipun istilah keterbatasan sering kali disandangkan baginya. Sayangnya, masih banyak perempuan, termasuk juga saya, yang sering terfokus dengan kondisi yang dilihatnya (orang lain), bukan kondisi yang sedang dihadapinya. Ya, nggak usah nyalahin sosial media lah kalau cuman mau bilang gara-gara mupeng liat instagram tetangga. Intinya bagaimana kita mengenali kemampuan diri, kemauan dan realistis dengan keadaan.Kondisi ini juga kali ya, yang sering menjadi ‘penyakit’ di  dalam rumah tangga. Si Ibu maunya ABC, lha padahal masih ada D sampai Z yang nggak bisa dibiarkan begitu saja. Akhirnya kondisi rumah tangga tidak stabil. Ya kalau bisa saling menyadari lalu bekerja sama sih, it‘s okay. Yang namanya berkeluarga pasti ada pasang surutnya. Kalau kekeuh sama idealisme masing-masing? Ini yang bisa jadi bahaya.

Support each other, that’s the main of relationship

Well, situasi seperti inilah yang akhirnya bikin saya nekat kepengen sehat jiwa raga. Karena keduanya nggak bisa dipisahin begitu saja, sehat jiwa raganya sakit-sakitan ya nggak maksimal. Sehata raganya tapi otak negatif mulu, ya malah nggak sehat jadinya.Nah, kalau mau didetilkan lagi soal kesehatan jiwa. Salah satunya ya bisa berdamai dengan situasi yang dihadapi. Atau lebih tepatnya bisa berdamai dengan diri sendiri. Salah seorang mentor saya pernah bilang, perempuan itu bisa bahagia, asalkan bisa memanage beberapa hal di dalam dirinya. Ok, biar temen nggak pada bosen, saya jembrengin satu-satu ya.1. Pandai me-manage waktu

Mau diapaian juga, yang namanya sehari itu ya cuma 24 jam. Mau leyeh-leyeh seharian, atau punya hutang setumpuk deadline-an, nggak ngaruhlah. Jatahnya sama saja, nggak berubah atau beda. Yang beda cuma cara managenya.
So, nggak usah sirik kalau ada yang produktifff banget, sampek kayaknya nggak punya waktu buat bengong bermenit-menit di depan instagram, eh itu mah saya lagi mantengin lapak orang, hehehhe…
Tanya diri sendiri, sudah pandai mengatur waktu atau belum. Kalau belum ya nggak usah nangis di pojok kamar belajar lagi. Yakinlah semua hal itu bisa dipelajari, asal kitanya mau. Masalah trial and erorr itu sudah biasa, namanya juga manusia. Yang penting mau belajar dari kegagalan untuk menyonsong keberhasilan, Setuju kan? Iyain sendiri, beres!
So, mau ngapain aja dalam 24 jam ke depan?
2. Terima diri apa adanya
Berdamai dengan diri sendiri artinya bisa menerima diri kita apa adanya. Terima segala kekurangan, karena manusia memang tak ada yang sempurna.  Fokus pada kelebihan, yakinlah setiap manusia diciptakan sebaik-baik penciptaan. Jadi pasti punya kelebihan.
Masalahnya seringkali kita tidak menyadari kelebihan diri, dan malah terfokus dengan kelebihan yang dimiliki orang lain. Boleh saja kita mengagumi, tapi jangan kelamaan ya. Ntar malah  ” Ku Terlenaaaaa”, *jogedIkeNurjanah*
Jadi, sudahkah kita bersahabat dengan diri sendiri?
3. Bahagia itu sederhana
Standar kebahagiaan seseorang memang tidak selalu sama. Bisa jadi bahagiaku, bukanlah bahagiamu. Meskipun sejatinya bahagia itu sangat sederhana.
Mensyukuri hidup dan segala hal di dalamnya merupakan cara termudah menemukan kebahagiaan. Tapi sebagian besar orang justru melupakannya, saya pun sering mengalaminya.
Kerap kali kita terjebak  kerumitan dalam menemukan kebahagiaan. Kemudian, ketika bertemu masalah, kita berkata Tuhan tidak adil pada hambaNya. Padahal kita sendiri yang terlalu repot memaknainya.
Hem.. Sudahkah kita merasa bahagia hari ini?
4.  Berdamai dengan keadaan
Nah, ini juga penting banget. Buat saya yang sedikit ngeyel, agak susah memang ketika harus menghadapi kondisi yang tidak saya harapkan, atau tidak sesuai perencanaan. Terlebih semenjak menjadi stay at home mom, trus sama Allah dikasih anak-anak lucu, ngegemesin, aktif dan energinya full charge terus. Syukur alhamdulillah.
Kerap kali aktivitas atau mood anak-anak berubah begitu saja. Kalau kondisi sudah seperti itu, biasanya saya agak uring-uringan. Karena TDL yang sudah saya susun rapi pasti akan jadi berantakan.
Penerimaan terhadap perubahan situasi seperti ini juga sangat penting untuk menjaga diri dalam kondisi ‘waras’. Karena dalam kondisi uring-uringan, perempuan cenderung mudah menyakiti atau berteriak. *pengakuaandosa
Meskipun katanya “sabar itu ada batasnya”, tapi kita nggak bisa nolak juga, karena hanya dengan bersikap sabar, maka otak bisa berpikir dengan benar.
Secara teori memang sepertinya mudah, meskipun butuh kemauan dan usaha yang besar untuk merealisasikannya. Tapi percayalah, keyakinan akan kemampuan diri akan mengantarkan kita pada tujuan yang ingin dicapai.
Yang penting damai, damai dan damai sama diri sendiri dulu. Lalu realistis dengan keadaan. Maka biarkan alam bekerja.

6 thoughts on “Berdamai dengan Diri Sendiri”

  1. Berdamai dengan keadaan itu yang kadang sulit saya terapkan. Seperti tulisan di awal bahwa kadang rumput tetangga kelihatannya lebih hijau dibandingkan dengan milik sendiri. Tetapi saya mencoba saja mengambil sisi positif dari sudut pandang yang lain, misalnya karena tetangga rajin nulis satu artikel setiap hari, maka saya berusaha sekuat tenaga untuk menulis artikel lebih dari satu setiap hari. Bisa? Baru mencoba hahaha… Jangan lupa bahagia ya sayang.

    Reply
  2. Sama kayak aku mba… kadang kebanyakan ngeliat kanan kiri jadi bengong sendiri. Gak bisa maju, yg ada ngerikitin tembok karena kemropok atinya. Jadi sekarang lebih memilih agak membatasi diri ngeliat sekeliling kalo lagi betmut. Mending baca buku atau bikin artikel hahaha. Thnks mba Damar!

    Reply
  3. related banget sama posisiku yang sekarang, apalagi baru jadi ibu, baru resign kerja utk jadi full time mom, berasa jetlag, semua terasa nggak mudah, salah sedikit aku marah, suami pun jadi korban. tiap lagi nemenin anak tidur pikiranku kusut, nggak bisa melakukan apa2, merasa nggak produktif, badmood semakin parah kalau abis liat sosmed. akhirnya kuhapus apk sosmed (ig) di ponsel dan fokus perbaiki kebiasaan, masih trial and error utk menemukan ritme yang tepat. Alhamdulillah, Allah selalu kasih hari baru untuk perbaikan diri.

    Reply

Leave a Comment