Dear DuoNaj: Sebelum Menjadi Pemenang, Belajarlah Berdamai dengan Kekalahan

Linimasa masih “panas” saat ibu menulis cerita ini untuk kalian. Orang-orang yang katanya mendukung kubu yang berbeda masih bersitegang. Caci-maki mereka lontarkan dengan mudahnya. Kepada saudara, kawan bahkan siapapun yang sebelumnya tak dikenal. Seolah lupa Allah menciptakan mereka istimewa dengan adanya akal dan pikiran.

Suasana seperti ini pernah terjadi sekitar lima tahun silam. Saat itu Dik Najib belum lahir. Tapi usia kehamilan ibu yang semakin tua membuat suasana hati ibu menjadi lebih sensitif. Ibu tidak tahan dengan kalimat negatif yang berseliweran di  sosial media.

Akhirnya ibu memutuskan meninggalkan sosial media demi kewarasan hidup di dunia nyata. Belajar hanya mendengar, melihat dan membaca apa yang ada di dunia nyata. Sebenarnya, seperti saat inipun, mungkin situasinya tak perlu sepanas ini jika saja kita menyadari efek menggunakan kata-kata positif. Dalam segala hal, Naj, termasuk dalam perdebatan yang cenderung tak ada ujung pangkalnya.

Yang terjadi hari ini dan lima tahun yang lalu kurang lebih sama, Naj. Ini tentang kontestasi politik di tanah air kita. Kontestasi politik yang katanya untuk memilih orang-orang yang nantinya membawa negeri ini menjadi bangsa yang makmur dan bermartabat. Apakah kalian percaya? Setidaknya kalian harus percaya setiap putra terbaik bangsa punya cita-cita mulia untuk negerinya. Kalian pun harus menyimpan cita-cita itu dalam hati kalian.

 

Setiap Manusia Lahir Sebagai Pemenang

Seperti halnya lomba menggambar yang membuatmu berteman dengan kekalahan. Atau lomba memasukkan paku ke dalam botol yang pernah mengantarmu sebagai juara. Kontestasi politik adalah kompetisi dalam skala besar yang meletakkan satu kelompok sebagai pemenang. Sedangkan yang lainnya? Kamu pasti tahu jawabannya.

Kelak, kalian akan menemui banyak kompetisi dalam kehidupan ini, itu sebabnya kalian harus memiliki keterampilan dan tahan uji. Ibu tidak sedang berbicara tentang Olimpiade Sains atau Kontes Kecantikan. Karena kenyataannya, dalam hidup ini kompetisi tak sebatas pada kontes-kontes atau perlombaan yang menuntut kecerdasan akademik.

Ada saatnya kalian harus berkompetisi dengan puluhan orang hanya untuk mendapatkan satu tempat nyaman di dalam commuterline. Itu juga kompetisi, Naj. Hanya saja memang tidak terdengar seperti sebuah prestasi. Kalian paham, kan?

Sebenarnya itu juga kompetisi, Naj. Kompetisi dalam kehidupan.

Dan jika kalian percaya padaku. Sebenarnya setiap orang telah memenangi kompetisi pertamanya sebelum ruh ditiupkan. Setiap kita, aku, kamu dan mereka. Kita semua terlahir juara ketika satu sperma  ayah berhasil menembus dinding sel telur ibu kita, kemudian melakukan pembuahan.

Memang sedikit rumit, Naj. Jangan khawatir karena nanti kalian akan belajar teorinya di bangku sekolah. Sedangkan jika kalian ingin berdiskusi di rumah, dengan senang hati kami akan melayani setiap pertanyaan yang keluar dari rasa ingin tahu kalian.

Jadi kita ini memang terlahir sebagai pemenang, Naj. JUARA!

Mungkin hal itu yang membuat kita tidak memiliki keahlian ketika harus mengalami kekalahan. Kita marah, kecewa, tidak terima kemudian menyalahkan orang lain karena kekalahan kita. Sampai-sampai, kita lupa bahwa bahwa setiap orang yang berkompetisi dengan kita juga terlahir sebagai pemenang. Sama persis dengan kita.

 

Berdamai dengan kekalahan

Belajar Berdamai dengan Kekalahan

Naj, ibu tentu ingin mendampingimu sebagai pemenang. Manusiawi, ibumu ini hanyalah perempuan biasa yang masih tergoda dengan mom-petition. Tapi, setelah ibu pikir-pikir, sepertinya ibu harus lebih dulu mendampingimu berdamai dengan kekalahan. Iya, karena kemenangan yang sebenarnya adalah ketika kalian mampu berdamai dengan kekalahan. Bersikap sportif dan menerima dengan lapang dada.

Itu tak mudah, Naj. Ibu pun seringkali harus mati-matian mengalahkan perasaan kecewa. Menahan diri untuk menyalahkan keadaan atas kekalahan ibu. Tapi ibu yakin kalian bisa. Dan memang kaliah harus bisa.

Jadi, Naj, kalian tak perlu heran ketika ibu selalu bilang, “Yang penting usaha dulu” “Berlatih yang sungguh-sungguh!” “Jangan mudah menyerah!” Itu bukan karena ibu tak percaya kalian mampu. Tapi ibu ingin kalian fokus pada proses alih-alih hasil.

Menang kalah itu hasil, Naj. Namun proseslah yang membuat kalian menjadi pribadi yang berbeda.

Jika kalian menang, percayalah bahwa hasil tak pernah mengkhianati usaha. Namun jika kemenangan belum juga berpihak pada kita, kalian harus paham bahwa ada orang lain yang memiliki kemampuan lebih daripada kita. Ingat! Di atas langit masih ada langit. Bersikap sportiflah dan menerimanya dengan lapang dada.

Kekalahan sepertinya memang tidak memberikan keuntungan apapun pada kita. Tapi itu salah, Naj! Dalam setiap kekalahan, sebenarnya kita juga belajar banyak hal.

Sabar dan ikhlas, itu yang paling utama. Tapi nantinya kalian juga akan belajar bahwa usaha kalian belum maksimal. Kekalahan akan mengajarkan kita untuk memperbaiki banyak hal. Memang manusia terlahir tak sempurna, itu sebabnya kalian tak boleh jumawa. Tapi tak perlu khawatir, karena kekurangan adalah teman setia yang menemani kalian memperbaiki diri.

Naj, untuk sejenak mari kita minta dengan sungguh-sungguh untuk kedamaian negeri ini. Kita mohon diberikan pemenang sejati yang nantinya menjadi pemimpin terbaik negeri ini.

Kita minta agar Allah selalu menjaga kita dari kesombongan dan rasa tidak puas yang berlebih. Kita mohon diberikan hati yang lapang dan pikiran yang jernih. Dan yang paling penting kita mohon agar mampu menemukan pelajaran hidup dari setiap masalah yang menimpa diri ini.

Sesungguhnya menang dan kalah adalah ujian, Naj. Tapi, seringkali kekalahan memang terdengar tidak enak. Maka berdamailah dengan kekalahan. Kemudian belajarlah menikmati ketidakenakan. Sebelum sesuatu yang enak benar-benar menjadi jatah kalian.

 

Postingan ini untuk menanggapi trigger dari Collab PAS Blogger Kelompok 1 oleh dianrestuagustina,com. Tanggapan lain ditulis oleh nurulfitri.com dan meirida.my.id

 

5 thoughts on “Dear DuoNaj: Sebelum Menjadi Pemenang, Belajarlah Berdamai dengan Kekalahan”

  1. tak mudah memang .. di satu sisi, sifat dasar manusia adalah INGIN MENANG dan KOMPETITIF
    tapi di sisi lain, ia juga harus MENGAKUI JIKA KALAH

    seperti halnya siang dan malam ya, hidup adil. Nice letter!

    Reply
  2. Kalah menang ialah hal yang biasa. Namun bagi anak, yang namanya kalah itu rasanya kayak berada di titik terendah. Peran orang tualah yang utama di saat seperti ini. Menguatkannya denhan kata2 positif dan meyakinkannya agar tak putus asa menjadi kunci untuk terus melaju maju

    Reply
  3. Sikap Nerimo and Legowo kalo kata Mbahku tuh yang selalu ditanamkan sedari kecil..
    Sportif, mengakui kekalahan itu Juaraaa…

    Reply
  4. Penting banget nih, mengajarkan anak untuk menerima kekalahan itu beneran ga mudah, aku udah ngerasain sendiri. Karena bagi anak jika ia kalah sama artinya dengan ia tidak pintar, trus dia merasa khawatir akan diejek oleh teman2nya. Nice post mbak. Reminder banget nih.

    Reply

Leave a Comment