Cegah Pneumonia dengan Memberikan 7 Hak Dasar Anak

“Saat umur 2 tahun, anakku pernah terdiagnosa pneumonia.”

Sebaris pesan di atas merupakan balasan untuk salah satu chat WA saya pada seorang teman. Awalnya, saya bercerita mengenai Zoom Meeting dalam rangka Peringatan Hari Pneumonia Dunia 2020, yang diselenggarakan Save The Children pada 12 November 2020 yang lalu. Namun, siapa sangka dari obrolan ringan tersebut, teman saya justru menceritakan penyakit yang pernah diderita putra semata wayangnya saat berusia balita.

Saya pribadi memang tidak pernah tahu bahwa putra teman saya ini sempat terdiagnosa pneumonia. Seingat saya, ia memang pernah bercerita bahwa anaknya mengalami gangguan pernapasan. Namun, ia tak pernah menceritakan secara detil mengenai hasil pemeriksaannya.

“Awalnya batuk-batuk, pilek, kemudian napasnya sesak dan bersuara grok..grok. Setelah pemeriksaan, dokter bilang ada cairan di paru-parunya.” Begitu pesan berikutnya yang ia kirimkan kepada saya.

Obrolan kami tentang pneumonia pada anak terus berlanjut hingga teman saya ini menyampaikan penyesalannya karena sempat anti vaksin. Lantaran masih mendapatkan ASI, ia merasa yakin kebutuhan nutrisi dan imunitas anaknya terpenuhi hanya dari air susunya.

Sayangnya, ketika penyesalan itu datang, semuanya terlambat karena si Kecil harus dirawat inap untuk menjalani serangkaian tindakan medis untuk melawan pneumonia.

Gejala dan Penyebaran Pneumonia pada Anak

Kondisi paru-paru pasien pneumonia

Pneumonia memang masih menjadi salah satu momok penyebab kematian anak nomor satu di dunia. Menurut data, pneumonia membunuh 1,4 juta balita di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia sendiri, dari 5 kematian balita, 1 di antaranya disebabkan oleh pneumonia.

Angka yang sangat memprihatinkan, mengingat pneumonia pada anak seharusnya bisa dicegah, bahkan bisa disembuhkan.

Pneumonia sendiri merupakan radang paru-paru akut yang disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk dalam saluran pernafasan. Bakteri atau virus ini kemudian berkembang biak dan merusak fungsi paru-paru.

Organ paru-paru yang terdiri dari kantung-kantung kecil yang disebut alveoli, pada kondisi orang sehat akan terisi dengan udara ketika seseorang bernapas. Tetapi, ketika anak menderita pneumonia, maka alveoli diisi dengan nanah dan cairan yang menyebabkan pernapasan menjadi sangat menyakitkan dan membatasi asupan oksigen. Bahkan bisa menyebabkan anak meninggal.

Bakteri dan virus yang terdapat di mana-mana sangat mudah masuk ke dalam saluran pernafasan bayi atau balita. Jika kekebalan tubuh rendah, maka tubuh bayi dan balita tidak memiliki kekuatan untuk melawan infeksi virus dan bakteri tersebut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya risiko pneumonia pada bayi atau balita.

Pada umumnya, gejala pneumonia pada anak didahului infeksi saluran napas bagian atas dengan tanda-tanda sebagai berikut:

  1. Kenaikan suhu tubuh hingga 39°Celcius yang menyebabkan demam, bahkan berisiko menyebabkan kejang.
  2. Anak gelisah, mengalami dyspnea atau sesak napas, pernafasan cepat dan dangkal.
  3. Batuk yang diawali dengan batuk kering, kemudian batuk berdahak dengan dahak bewarna putih, kekuningan hingga kehijauan.
  4. Terdapat cekungan pada dinding dada.
  5. Hidung tersumbat.
  6. Muntah.
  7. Wajah pucat dan lesu.
  8. Merasakan nyeri di bagian dada.
  9. Pada kondisi parag, bibir dan kuku jari berubah warna menjadi biru.

Menurut salah satu sumber bacaan yang mengulas tentang pneumonia pada anak, gejala dan rasa sakit pneumonia yang disebabkan oleh bakteri dapat terasa dengan cepat atau sedikit lebih lambat. Namun pneumonia tipe ini jauh lebih serius dibanding tipe lainnya.

Sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh virus, pada umumnya bisa dideteksi gejalanya setelah beberapa hari. Gejalanya pun hampir menyerupai flu biasa.

5 Faktor yang Meningkatkan Risiko Pneumonia pada Anak

Kondisi bayi dan anak yang berisiko terkena pneumonia

Selain itu, faktor risiko pneumonia pada bayi dan anak sangat tinggi, bahkan menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi di dunia dan di Indonesia. Mengalahkan penyebab kematian bayi akibat AIDS, malaria dan campak.

Sebuah sumber melaporkan bahwa terdapat 5 faktor yang dapat meningkatkan risiko pneumonia pada anak.

1. Risiko pada bayi yang berumur kurang dari 2 tahun.

Pada usia antara 0 hingga 24 bulan, mekanisme pertahanan tubuh bayi masih rendah jika dibandingkan orang dewasa. Selain itu, pada usia di bawah 2 tahun, imunitas anak belum sempurna dan saluran pernapasannya sempit. Sehingga sangat riskan terserang influenza dan pneumonia.

2. Bayi lahir dengan berat badan rendah.

Beberapa bayi dengan berat badan lahir rendah pembentukan zat antibodi dalam tubuhnya belum sempurna. Begitu pun pertumbuhan dan kematangan organ serta alat-alat tubuhnya. Sehingga rentan mengalami komplikasi dan infeksi, terutama gangguan pernafasan dan pneumonia.

3. Bayi yang tidak mendapatkan ASI memadai.

ASI eksklusif hingga usia 6 bulan kemudian dilanjutkan hingga 2 tahun membantu meningkatkan kekebalan tubuh bayi. Sebuah penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif dan kejadian pneumonia pada bayi. Di mana bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berpeluang mengalami pneumonia 4,47 kali lebih besar dibandingkan bayi yang cukup mendapatkan ASI.

4. Polusi udara khususnya dalam ruangan.

Polusi udara tidak sebatas kondisi udara di luar rumah, khususnya di daerah perkotaan, di mana polusi udara memang sudah sangat masif mengingat tingginya volume kendaraan bermesin dan asap pabrik.

Polusi udara mencakup polusi udara dalam ruangan, yang berasal dari penggunaan bahan bakar yang kurang aman untuk pernapasan dan asap rokok.

5. Imunisasi tidak memadai

Imunisasi campak dan DPT merupakan imunisasi dasar yang berperan penting dalam pencegahan pneumonia pada bayi dan anak.

Balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak berisiko terkena pneumonia karena campak dan pneumonia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak. Sedangkan imunisasi DPT sendiri dapat mencegah terjadinya difteri, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Menurut UNICEF (2006), pemberian imunisasi DPT dapat mencegah infeksi pneumonia yang disebabkan komplikasi penyakit pertusis pada anak.

Selain itu, di beberapa negara dengan angka kematian anak tinggi, imunisasi PCV (Pneumococal Conjugate Vaccines) juga dijadikan imunisasi dasar yang wajib didapatkan oleh setiap balita.

Cegah Pneumonia pada Anak dengan Memberikan 7 Hak Dasar Anak

Pemberian ASi eksklusif sebagai cara mencegah pneumonia

Hingga tahun 2020, pneumonia masih menjadi salah satu ancaman kematian bayi dan anak. Meskipun angka kematian terus menurun dari tahun ke tahun, namun bukan berarti anak-anak kita aman dari ancaman penyakit pernapasan ini. Tidak hanya pemerintah, setiap orangtua dapat mencegah terjadinya pneumonia pada anak dengan memberikan 7 hak dasar anak seperti dalam uraian berikut ini:

1. Berikan ASI eksklusif yang menjadi hak anak

ASI merupakan makanan alami bagi bayi yang bisa didapatkan secara gratis, karena setiap ibu memiliki kemampuan untuk menghasilkannya. Pemberian ASI eksklusif merupakan pemberian ASI saja, termasuk kolostrum, tanpa penambahan apapun semenjak anak lahir hingga berusia 6 bulan. Kemudian dilanjutkan hingga usia 2 tahun.

Sedangkan manfaat ASI bagi bayi meliputi:

  • Sebagai nutrisi dan makanan tunggal yang memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi hingga usia 6 bulan.
  • Meningkatkan daya tahan tubuh karena mengandung beberapa zat kekebalan.
  • Melindungi bayi dari serangan alergi.
  • Meningkatkan kecerdasan karena ASI mengandung asam lemak yang dibutuhkan dalam pertumbuhan otak
  • Meningkatkan daya penglihatan dan kemampuan berbicara.

Dan segudang manfaat ASI lainnya, yang rasanya butuh satu artikel khusus untuk menuliskan seluruhnya.

Selain itu, kandungan zat-zat dalam ASI sangat komplek dan memenuhi setiap unsur yang dibutuhkan bayi. Seperti protein dalam berbagai jenis, lemak, karbohidrat, vitamin yang meliputi vitamin A, D dan E, serta zat besi.

2. MPASI tidak harus mewah namun bergizi seimbang

MPASI tidak harus menggunakan bahan-bahan mahal, namun perlu diperhatikan dari segi variasi bahan, kandungan, cara mengolah dan kebersihannya.

Pemberian MPASI yang kurang variatif, misalnya seperti memberikan pisang kerok setiap hari tentu tidak mencukupi zat-zat yang dibutuhkan bayi. Sebaiknya MPASI diolah dengan mencampurkan beberapa bahan yang dapat memenuhi setiap unsur kebutuhan bayi, seperti membuat bubur beras yang ditambahkan sayuran aneka warna dan protein baik dari unsur hewani maupun nabati.

Selain itu, hindari menambahkan bahan perasa makanan seperti gula atau garam. Pada masa awal MPASI, sebaiknya anak dikenalkan dengan rasa alami makanan. Selain itu, baik gula maupuan garam bukanlah substansi penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan anak.

Asap rokok salah satu penyebab pneumonia pada bayi

3. Udara segar dan tempat tinggal yang bersih.

Usahakan menyediakan tempat tinggal yang bersih dan cukup ventilasi. Sekali lagi, ini bukan soal mewah atau tidak, namun apakah tempat tinggal kita cukup bersih dari kotoran, debu dan asap?

Asap rokok merupakan salah satu penyebab utama pneumonia pada anak karena kandungan zat-zat kimia berbahaya dan racun di dalamnya. Sayangnya, kesadaran untuk tidak merokok di dekat anak, atau di sekitar lingkungan tempat tinggal masih sangat rendah, sehingga bahaya asap rokok masih terus mengintai anak-anak kita.

Untuk itu, jangan lelah untuk mengingatkan siapapun—termasuk ayah—agar tidak merokok di dekat anak atau di lingkungan tempat tinggal. Selain itu, jika terpaksa masih merokok, maka biasakan berganti pakaian serta membersihkan diri sebelum bertemu anak.

4. Jauhkan bayi dan anak dari keluarga yang sakit.

Mengingat kekebalan tubuh bayi yang masih rendah, maka jauhkan bayi dari anggota keluarga yang sakit. Jika memungkinkan sediakan ruangan khusus untuk bayi.

Begitu pun interaksi dengan orang luar, jangan sungkan untuk meminta siapapun mencuci tangan dengan sabun sebelum memegang bayi. Atau, sebisa mungkin hindari ciuman atau sentuhan pada bayi dari orang yang tidak kita ketahui kondisi kesehatan dan kebersihannya.

5. Lengkapi imunisasi dasar untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak.

Berikan imunisasi dasar seperti BCG, DPT, HiB dan campak untuk memperkecil kemungkinan pneumonia pada anak. Semua imunisasi tersebut bisa didapatkan secara gratis di puskesmas atau RS Pemerintah.

Jika ingin menambahkan imunisasi lain, maka imunisasi PCV dan influenza bisa didapatkan melalui klinik kedokteran atau rumah sakit swasta.

6. Pergi berobat jika anak sakit.

Tidak perlu menunggu kondisi semakin parah untuk berobat. Jika anak atau salah satu anggota keluarga sedang sakit, maka segeralah melakukan pemeriksaan secara medis, agar dapat diketahui penyebab dan cara pengobatan yang tepat.

7. Ayah turut berperan dalam memantau pertumbuhan anak.

Peran ayah untuk mencegah pneumonia pada anak

Hal yang terlanjur berkembang dalam masyarakat kita adalah bahwa pengasuhan merupakan tanggung jawab seorang ibu. Padahal, pengasuhan anak sejak dalam kandungan hingga masa-masa setelahnya merupakan tanggung jawab kedua orangtua. Baik ayah dan ibu, keduanya bahu-membahu dalam pengasuhan anak.

Peran seorang ayah sendiri tidak sekedar mencari nafkah. Namun terlibat dalam setiap proses pertumbuhan anak dari janin hingga dilahirkan. Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi dalam kandungan.
  2. Mengusahakan lingkungan tempat tinggal yang bersih dan cukup ventilasi.
  3. Mengikuti setiap tahapan tumbuh kembang anak.
  4. Memberikan dukungan dan memastikan ibu sehat secara lahir dan batin selama masa menyusui.
  5. Mengusahakan kecukupan gizi bagi anak.
  6. Usahakan sebisa mungkin tidak merokok.
  7. Memastikan anak mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
  8. Membawa anak untuk berobat jika melihat adanya gangguan kesehatan.

Sebenarnya, mencegah dan menekan angka terjadinya pneumonia pada anak bukan hal yang tidak mungkin asalkan setiap individu menyadari peran dan tanggung jawabnya sebagai orangtua. Dengan memberikan hak dasar yang memang sudah seharusnya menjadi milik anak, bukan hanya kematian anak akibat pneumonia yang dapat dicegah. Namun, semua upaya ini merupakan langkah awal untuk melahirkan generasi baru yang berkualitas dari setiap rumah di Indonesia.

Referensi:

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2196/3/BAB%20II.pdf

https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/menekan-pneumonia

https://www.unicef.org/stories/childhood-pneumonia-explained

https://www.webmd.com/lung/understanding-pneumonia-symptoms

Website resmi Stop Pneumonia

Semua ilustrasi diambil dari gambar bebas lisensi dan diedit di aplikasi Canva oleh penulis.

Leave a Comment