“Aku mau main mobil-mobilan.”
“Aku dulu. Tadi, kan, aku yang ambil duluan!”
“Tapi aku mau main dulu.”
“Kamu habis aku, kan, aku yang ambil duluan.”
“Nggak mau! Pokoknya aku mau main mobil-mobilan!”
Adu mulut antara dua bocah ini kemudian berakhir dengan suara tangisan dari si bocah yang jatuh akibat didorong keluar dari mobil-mobilan oleh temannya. Dari segi fisik, teman yang mendorong tidak hanya jauh lebih besar, tetapi juga lebih berani ngeyelnya. Pantas saja orangtua langsung heboh untuk melerai keduanya.
Pemandangan seperti ini baru saja kujumpai siang tadi di sekolah Najib. Dua orang teman Najib bertengkar karena memperebutkan mobil-mobilan warna merah, yang sama-sama ingin mereka naiki.
Padahal, kalau dipikir-pikir, mobil-mobilan yang lain masih ada. Memang warnanya bukan merah, tapi apa bedanya, sih? Ah, dasar anak-anak. Maunya semua sama.
Kalau dipikir-pikir lagi, mainan yang lain juga masih buanyak. Masih ada 3 buah scooter, ada rumah-rumahan, ayunan baik outdoor maupun indoor, juga perosotan dan jembatang pelangi. Tapi ya itu tadi, namanya juga anak-anak. Kalau maunya yang itu ya harus yang itu. Hal kayak gini jadi PR banget nih, buat kita-kita Emak Bapaknya, mau dituruti saja atau diberi pengertian agar lebih bersabar.
Kejadian rebutan mainan ini nggak cuma sekali, tapi hampir setiap hari terjadi di sekolah Najib. Apalagi pada hari pertama sekolah, sekitar 2 minggu yang lalu. Duh, intensitas pertengkaran anak karena memperebutkan mainan ini sangat tinggi. Kalau kuperhatikan, hampir setiap jam ada yang menangis karena berebut mainan dengan temannya. Kami, para orangtua pun menyimpulkan bahwa sebagian anak memang belum biasa dengan konsep berbagi dalam lingkungan yang lebih luas, di luar lingkup keluarga.
Cara Sederhana Mengajarkan Berbagi pada Balita
Membiasakan anak-anak untuk berbagi memang bukan perkara mudah, karena pada usia anak, khususnya balita atau pra sekolah, anak cenderung sedang berada dalam fase egosentris. Fase di mana anak menjadikan dirinya sendiri sebagai pusat dari segalanya.
Jadi nggak heran, ya, jika Si Kecil merasa berat untuk membagi atau meminjamkan barang miliknya pada orang lain. Jangankan barang miliknya sendiri, seperti kejadian di sekolah Najib kan sifatnya barang milik umum. Tetapi tetap saja mereka belum mau berbagi.
Fase egosentris pada diri anak memang sifatnya tidak menetap. Ada masanya ketika mereka mulai memahami konsep berbagi. Tidak lama, kok, segera setelah mereka mulai terbiasa bersosialisasi dan berempati, anak-anak akan mengembangkan konsep berbagi.
Tetapi, bukan lantas dibiarkan begitu saja. Sebagai orangtua kita perlu mengenalkan bahkan membiasakan anak dengan konsep berbagi. Tak perlu dengan cara-cara rumit, orangtua bisa menggunakan aktivitas sehari-hari sebagai perantara menerapkan konsep berbagi pada anak.
Belajar berbagi melalu role play
Pada usia balita, anak-anak cenderung sangat menyukai permainan role play. Iya, mereka memang suka meniru apa saja yang dilihatnya. Sebab itu pula, role play sering dianggap sebagai media untuk memasukkan pengetahuan dan kosa kata baru.
Melalui role play juga orangtua bisa membiasakan anak dengan konsep berbagi. Misalnya dengan mengajak mereka bermain sebagai penjual dan pembeli. Dengan begitu Si Kecil yang berperan sebagai penjual harus berbagi mainan dengan pembelinya. Pun sebaliknya, ketika ia menjadi pembeli, maka ia pun akan meminjamkan mainannya agar Si Penjual bisa menjajakan barang dagangannya.
Orangtua bisa mengajak Si Kecil mengkreasikan sendiri permainan role play yang disenangi. Misalnya bermain sekolah-sekolahan, polisis-polisian bahkan dokter-dokteran, semuanya bisa dijadikan sarana untuk mengajarkan anak berbagi dengan cara menyenangkan.
Mulai dari aktivitas sederhana
Membiasakan anak berbagi bisa dimulai dari berbagi lauk dengan saudara, berbagi makanan ringan juga minuman. Nah, yang tidak boleh dilupakan orangtua adalah selalu ucapkan terima kasih ketika Si Kecil membagi makanannya, dengan begitu ia pun akan melakukan hal serupa.
Oh ya, selalu berikan apresiasi untuk kebaikan sekecil apapun yang telah dilakukannya.
Berikan Pengertian tentang Arti Meminjam dan Memiliki
Setelah Si Kecil mulai bisa berbagi, selanjutnya orangtua perlu membantu mereka memahami arti meminjam dan memiliki. Iya, penting bagi anak untuk mengetahui konsep kepemilikan, sehingga anak tahu apa saja yang dimilikinya dan apa saja yang hanya bisa dipinjamnya.
Untuk barang yang bukan miliknya sendiri, ajarkan mereka untuk meminta izin ketika ingin meminjamnya. Orangtua juga perlu menjelaskan bahwa ada kalanya seseorang enggan meminjamkan barang yang dimilikinya, sehingga anak tidak boleh merebut atau memaksa.
Sebaliknya, menurutku pribadi, ada kalanya anak pun boleh menolak untuk tidak meminjamkan barang miliknya. Sehingga mereka tidak hanya belajar berbagi, tetapi juga memahami kuasa atas kepemilikan.
Tak perlu memarahi Si Kecil jika ia tak mau berbagi
Seperti yang disebutkan tadi, ada kalanya seseorang enggan meminjamkan atau membagi miliknya. Hal serupa juga pasti terjadi pada anak, karena secara naluriah ia pun memiliki ego dalam dirinya. Jika hal tersebut terjadi, maka orangtua tak perlu risau, lebih-lebih men-judge Si Kecil dengan hal-hal negatif.
Ingat, bahwa saat mempelajari konsep berbagi, anak juga belajar konsep kepemilikan. Jadi tidak ada salahnya jika ia menunjukkan kuasa atas apa yang dimilikinya.
Akan tetapi, orangtua perlu memberikan pemahaman lebih lanjut mengapa Si Kecil harus belajar berbagi. Apa saja yang semestinya bisa dibagi dan mengapa anak harus belajar berbagi dengan orang lain. Dalam situasi tersebut, orangtua bisa memberitahu Si Kecil manfaat dari berbagi. Salah satunya agar tumbuh perasaan saling menyayangi dan gemar membantu orang lain.
Baca juga: Tantangan Parenting dengan Threenager
Orangtua perlu menghargai barang milik Si Kecil
Ketika mengajarkan Si Kecil berbagi, orangtua perlu memperlakukannya layaknya orang dewasa dengan menghargai barang-barang yang dimilikinya. Jika ingin meminjam mainan atau alat tulisnya, maka jangan lupa untuk meminta izin, mengembalikan dan mengucapkan terima kasih. Jika ingin mencicipi makanan atau minumannya, tanyakan dulu apakah ia mau berbagi dengan kita.
Ketika Si Kecil merasa dihargai, maka ia pun akan lebih mudah untuk belajar berbagi dengan yang orang lain karena merasa diperlakukan setara dengan orang dewasa, dimintai persetujuannya dan tidak dipaksa.
Mengajarkan konsep berbagi pada balita memang melibatkan proses yang tidak sederhana karena harus memunculkan sikap ikhlas. Anak tidak boleh berada dalam situasi terpaksa yang nantinya justru menimbulkan efek kurang baik jika terus dibiarkan. Orangtua harus peka dan menjadi teladan bagi anak. Orangtua harus memahami situasi mengapa anak perlu berbagi dan mengapa ia boleh saja tidak bersedia melakukannya. So, tidak perlu tergesa-gesa, ya, yang penting jangan menyerah dan nikmati saja prosesnya.