Lumayan lama sejak film Dumbo pertama kali tayang di bioskop di Ibukota. Aku masih ingat hari itu kami sengaja meluangkan waktu untuk menonton di hari ketiga. Mumpung formasinya lengkap, dan bukan akhir pekan, maka kami tak menunda lagi untuk melihat kisah tentang gajah kecil yang bisa terbang ini.
Sebenarnya sedikit terlambat jika hari ini BukNaj baru menuliskan ringkasan cerita beserta pesan dan kesan tentang film itu dalam satu postingan. Hampir lewat dua pekan. Rasanya sudah basi. Tapi ada hal yang sepertinya sayang jika tidak dituliskan. Bukan sekedar untuk mendulang pageview blog ini, lho! AKu sengaja tetap menuliskannya karena ingin menyimpan momen berharga pada sore itu dalam ingatan kami sekeluarga. Khususnya Najwa, yang suatu hari kelak harus membaca postingan ini.
Review Film Dumbo
Film besutan Tim Burton yang berdurasi kurang lebih 120 menit ini memang terlihat seperti film dengan adegan sirkus yang dipenuhi kejutan dan tingkah konyol pemainnya. Nyatanya tidak. Film ini sedikit suram bagi anak-anak, setidaknya itu yang berhasil kami tangkap dari kesan DuoNaj.
Pada beberapa menit awal, Najwa sudah dibuat sedih oleh Milly dan Joe, dua anak dari keluarga sirkus yang baru saja bertemu dengan ayahnya. Holt— ayah Milly dan Joe—baru saja kembali dari peperangan. Ia kembali dalam kondisi selamat, tapi satu tangannya harus diamputasi akibat luka peperangan.
Melihat kondisi Sang Ayah tentu mereka sangat sedih. Tapi, konflik mulai terjadi ketika Holt—Si Mantan Penunggang Kuda Sirkus—menginginkan anak-anaknya memiliki atraksi khusus untuk dipertunjukkan. Menurutnya anak dari keluarga sirkus harus menjadi pemain sirkus. Padahal, selama ini Milly adalah seorang gadis yang cerdas dan suka melakukan penelitian. Menurut Milly ia tak harus ditonton untuk melakukan suatu kehebatan.
Holt yang tak pernah membesarkan kedua anaknya tentu tak memahami hal tersebut. Mereka pun tak memiliki kedekatan khusus seperti halnya dengan ibu mereka yang telah meninggal. Tapi, semua itu berubah setelah kelahiran Si Bayi Gajah dengan telinga lebar. Keyakinan Holt pada kemampuan Milly kembali diuji saat mereka harus melatih Dumbo, si bayi gajah.
Dumbo Si Gajah Terbang
Max Medici, pemilik Medici Bros sangat menantikan bayi gajah ini. Sebagai pengelola sirkus yang berada dalam kondisi di ambang kebangkrutan, ia berharap banyak dengan kehadiran gajah kecil yang lucu dan menggemaskan sebagai bintang baru di kelompok sirkusnya.
Sayangnya, bukan bayi gajah menggemaskan yang ia dapatkan, melainkan bayi gajah aneh yang bertelinga lebar menyerupai sayap. Melihat hal tersebut Max Medici sangat kecewa. Ia pun menugaskan Holt beserta kedua anaknya untuk melatih dan mengurus bayi gajah tersebut.
Nah, pada saat awal ini sebenarnya Milly dan Joe sudah melihat keahlian terbang yang dimiliki Dumbo. Tapi sekali lagi tidak mudah bagi keduanya untuk meyakinkan Holt tentang keahlian gajah kecil tersebut. Tak ada yang percaya. Sehingga Dumbo tetap dipertontonkan tak ubahnya sebagai badut sirkus pada umumnya.
Hingga akhirnya sebuah kecelakaan kecil pada saat malam pertunjukkan membuat penyamaran terhadap telinga Dumbo terbongkar. Pengunjung marah dan merasa dibohongi. Mereka pun menyerang dan mengejek Dumbo. Melihat hal tersebut Jumbo—ibu Jumbo—marah dan berusaha merubuhkan arena sirkus hingga akhirnya jatuh korban.
Dumbo Dipisahkan dari Induknya, Najwa Menangis Sepanjang Cerita
Max Medici sangat kesal dan kecewa. Ia terpaksa mengembalikan Jumbo pada pemiliknya yang lama dengan meminta ganti rugi. Itu berarti, Dumbo harus berpisah dari Jumbo, ibunya.
Bisa ditebak, ya. Di sini cerita semakin sedih. Najwa pun mulai menangis sampai terisak-isak. Sesenggukan kalau kata orang Jawa. Dan sepertinya kesedihan Najwa bukan lagi tentang Dumbo yang berpisah dengan Ibunya. Tapi sebagai seorang ibu, aku paham betul ini ada hubungannya antara kami berdua.
Balik lagi ke cerita Dumbo. Setelah dipisahkan dari induknya, Dumbo masih harus berlatih sebagai pemain sirkus. Berulang kali Milly dan Joe berusaha menjelaskan tentang keahlian gajah kecil ini. Tapi selalu saja tak ada yang percaya. Hingga suatu malam, saat pertunjukan memadamkan api. Sebuah insiden kecil menyebabkan Dumbo berada pada ketinggian tertentu dan tak ada jalan lain untuk menyelamatkan diri selain terbang.
Milly yang sangat percaya pada kemampuan Dumbo tak mau melewatkan kesempatan tersebut. Ia pun mengambil risiko untuk membantu Dumbo. Dan usahanya tersebut berhasil. Dumbo terbang dan membuat gempar arena sirkus.
Penonton bersorak, kagum, bahkan hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dumbo terbang dengan kedua telinga lebarnya. Semua senang. Max Medici sebagai pemilik sirkus merasa telah mendapatkan harapan dengan Dumbo sebagai komoditi barunya. Dan siapa sangka, Dumbo jugalah yang akhirnya mengubah jalan hidup Medici Bros dan seluruh anggotanya.
Bergabung dengan sirkus besar, hidup mewah, pertunjukan berkelas, hingga pemecatan dan usaha pembunuhan. Semuanya hadir dalam adegan demi adegan yang menurut DuoNaj terlalu menyedihkan.
Dumbo dan Pelajaran Berharga untuk Percaya Kemampuan Anak
Meskipun happy ending, film ini menyajikan lumayan banyak adegan sedih dan sangat menguras air mata. Mungkin DuoNaj, terutama Najwa memang terlalu sensitif sehingga sampai beberapa hari masih saja membahas adegan sedih di dalamnya. Mulai Dumbo lahir dan diejek-ejek, Dumbo dipisahkan dari ibunya, Dumbo didandani seperti badut, hingga puncaknya ketika Vandevere—pemilik sirkus Dreamland—merencanakan pembunuhan terhadap ibu Dumbo. Tangis Najwa pun semakin keras dari sebelumnya.
Aku sempat bingung bagaimana harus menenangkannya, padahal ia juga tak mau diajak keluar karena penasaran dengan akhir ceritanya. Sampai sekarang pun, ia masih sering sedih kalau teringat adegan dan dialognya.
Ia sering bertanya beberapa hal kepadaku tentang,
- Mengapa ada orang yang jahat banget sama bayi gajah yang baru lahir? Itu kan sama saja seperti bayi manusia?
- Mengapa bayi gajah harus berdandan seperti badut dan dipaksa bekerja? Itu kan sama seperti memaksa adik bayi berdandan badut dan disuruh bekerja?
- Mengapa bayi gajah dipisahkan dari ibunya? Coba bayangkan kalau Dik Najib baru lahir trus dipisah sama ibuk!
- Mengapa di depan bayi gajah ada orang yang ngomong pengin membunuh ibunya? Bayangkan kalau ada orang yang bilang ke aku pengin membunuh ibuk?
Dan seterusnya. Aku sendiri sampai kehilangan kata-kata ketika harus menjawab semua pertanyaannya. Bagi Najwa, segala hal tentang Dumbo dan Ibunya adalah aku dan dia, atau aku dan adiknya. Makanya dia sedih banget. Melow sampai beberapa hari setelahnya. Bahkan beberapa dialog sedih itu masih diingatnya. Terus biasanya dia mewek kalau habis menirukan dialog -dialog sedih itu.
Tapi lain Najwa lain ibunya, ya. Aku akui memang banyak adegan sedih di sana. Tapi di balik kesedihan itu, ada banyak pelajaran berharga yang bisa kuambil sebagai orangtua. Misalnya seperti:
1. Percaya pada kemampuan anak
Dumbo tak sekedar mengajarkan tentang kepercayaan Milly, Joe, Holt dan kawan-kawannya tentang kemampuan terbang yang dimiliki Dumbo. Tapi film ini juga mengajarkan tentang kepercayaan orangtua pada kemampuan anak. Seperti yang akhirnya disadari Holt pada Milly.
Ternyata Milly benar. Untuk melakukan hal hebat ia tak harus ditonton dan mendapatkan tepuk tangan. Dari belakang layar pun, ia bisa melakukan hal-hal besar yang membawa Sirkus Medici pada inovasi baru dalam pertunjukannya.
Milly juga tak harus menjadi pemain sirkus meskipun lahir dan dibesarkan dalam keluarga sirkus. Hal ini menjadi peringatan tersendiri bagiku, bahwa anak tidak selalu menjadi “the next kita”. Seorang anak lahir dengan jalan hidupnya sendiri.
Selain itu Dumbo juga menunjukkan bahwa rasa percaya pada kemampuan diri sendiri melebihi dorongan apapun dari luar. Hal ini terlihat dalam adegan Dumbo yang awalnya hanya bisa terbang karena dipancing dengan bulu. Tapi akhirnya ia mampu terbang tanpa pancingan apapun.
2. Hubungan keluarga
Jika teman-teman sudah menonton film Keluarga Cemara, tentu kalian sangat setuju bahwa keluarga merupakan sumber kehangatan dan kebahagiaan yang utama.
Nah, Dumbo pun menyiratkan hal sejenis. Dalam beberapa adegan nampak Milly dan Joe sangat merindukan kehadiran mendiang ibunya. Satu-satunya orang yang bisa memahami mereka sebagai keluarga. Sampai akhirnya hadir Colette sang “Ratu Surga” dari sirkus Dreamland yang mampu meyakinkan Holt. Bahwa yang dibutuhkan anak-anaknya adalah kepercayaan dari ayahnya. Satu-satunya keluarga yang mereka miliki.
Dari banyak adegan antara Dumbo dan ibunya kita juga bisa menarik pelajaran bahwa hubungan keluarga itu terlalu erat untuk dipisahkan. Begitu juga hubungan keluarga yang berawal dari pertemanan dalam grup Sirkus Medici. Mereka tak ubahnya keluarga, bukan sekedar teman kerja.
Secara keseluruhan aku pribadi suka film ini, meskipun tidak berniat menonton lagi bersama anak-anak. Cukup sudah meninggalkan kenangan sedih buat DuoNaj. Mereka pun berulang kali berkata, “Nggak mau nonton lagi!”.
Secara visual film ini juga menarik dengan artis pendukung yang juga mumpuni. Sayangnya, selain adegan sedih, tak banyak yang bisa dieksplor oleh Dumbo yang seharusnya menjadi tokoh utama. Sehingga Dumbo versi baru ini sedikit berbeda dengan versi aslinya yang cenderung kuat di karakter Dumbo-nya.
Sekali lagi aku sadar postingan ini sedikit telat karena filmnya sudah lumayan basi. Tapi memang BUkNaj baru sempat, hehe. Dan yang paling penting kami punya catatan peristiwa sore itu untuk DuoNaj. Agar kelak mereka membacanya, dan menyadari betapa Allah sangat baik dengan memberikan kelembutan hati pada keduanya.