Siapapun pasti setuju bahwa eceng gondok merupakan satu jenis tanaman gulma yang menyumbang banyak kerusakan di wilayah perairan. Selain mempercepat peningkatan evapotranspirasi atau penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman yang diakibatkan oleh daun yang lebar, perkembangbiakannya yang terlampau cepat dapat menurunkan jumlah cahaya yang masuk ke dalam perairan. Otomatis menurunkan tingkat kelarutan oksigen di dalamnya.
Hal tersebut belum seberapa karena selain menyebabkan kerusakan ekosistem dalam air, eceng gondok juga menyebabkan pendangkalan akibat tanaman mati yang kemudian tenggelam dan menumpuk di dasar perairan.
Dampak negatif dari eceng gondok ini pula yang sempat membuat geger warganet saat menanggapi uji coba penanaman eceng gondok di sejumlah kali di Jakarta. Beberapa pihak menganggapnya sebagai upaya sia-sia. Tidak ada manfaatnya, justru mendatangkan masalah baru yaitu pendangkalan. Masalah yang akan memperburuk kondisi Ibukota apalagi saat musim penghujan.
Kerugian yang disebabkan oleh perkembangbiakan eceng gondok yang terlalu pesat ini sempat terjadi di Danau Rawa Pening. Danau yang berlokasi di lereng gunung Ungaran, yang berjarak 38 kilometer dari Semarang ini sempat mengalami penurunan kualitas dan kuantitas permukaan air tanah. Penyebabnya tentu beragam, tapi pertumbuhan eceng gondok yang terlampau pesat turut menyumbang banyak kerugian.
Tak sekedar mengganggu kestabilan alam, keberadaan eceng gondok juga memengaruhi perekonomian warga. Mulai dari posisi warung terapung yang terus terdorong bahkan hanyut di antara “pulau eceng gondok”, nelayan pun mulai kesusahan memelihara budidaya ikan yang ada di dalamnya.
Berkah di Balik Kerusakan yang Ditimbulkan Eceng Gondok
Permasalahan eceng godok di Danau Rawa Pening yang terus memicu kekhawatiran warga ini kemudian mendapat respon positif dari salah satu universitas negeri di Semarang. Bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat, tercetuslah pemanfaatan eceng gondok sebagai alternatif energi terbarukan dari jenis biogas.
Hal serupa juga diujicobakan di perairan sungai Musi. Pertumbuhan eceng gondok yang mengganggu tranpsortasi warga mulai dicarikan solusi melalui pemanfaatannya sebagai alternatif energi terbarukan. Penelitian terhadap zat dari hasil fermentasi pun membuka jalan terang ketika kandungan Metana atau CH4 yang dihasilkan mampu menjadi alternatif energi biogas dari unsur tumbuhan.
Biogas sendiri merupakan gas yang dihasilkan dari penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob. Biogas berbahan dasar tumbuhan seperti eceng gondok biasanya minim masalah lanjutan, misalnya bau seperti masalah yang sering timbul dari biogas berbahan dasar kotoran binatang. Bahkan bio-slurry atau ampas biogas dari eceng gondok masih dimanfaatkan lagi untuk kompos pertanian.
Reaktor Biogas Berskala Rumah Tangga
Di daerah Danau Rawa Pening, pemanfaatan hasil fermentasi eceng gondok telah dikelola dalam bentuk reaktor biogas berskala rumah tangga. Selain sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah, gas metana yang dihasilkan dari proses fermentasi ini telah dimanfaatkan untuk menyalakan lampu, mengoperasikan generator dan beberapa peralatan rumah tangga lainnya.
Memang masih dalam skala kecil, karena gas yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah eceng gondok yang difermentasi. Sebagai gambaran saja, untuk menghasilkan gas yang dapat bertahan selama 4 hingga 5 jam per hari, setiap keluarga di sekitar Danau Rawa Pening harus menyiapkan 10 kilogram eceng gondok yang telah dipotong kecil-kecil.
Untuk alat dan bahan menghasilkan biogas dari eceng gondok ini bisa dibilang sederhana. Selain 2 tabung tertutup sebagai wadah fermentasi eceng gondok dan wadah penampungan gas. Dua pipa dengan diameter dan panjang sedang sebagai corong memasukkan eceng gondok yang telah dipotong dan tempat keluarnya ampas. Satu pipa lagi dengan diameter sedang namun berukuran lebih panjang disiapkan untuk mengalirkan gas dari wadah fermentasi ke wadah penampungan.
Sedangkan untuk bahan biogasnya sendiri hanya enceng gondok dan air dengan perbandingan 1:1, misalnya 20 kilogram eceng gondok, maka diperlukan 20 kiloliter air bersih untuk mencampurnya.
Di samping proses yang mudah dan bahan baku yang murah bahkan gratis, penggunaan eceng gondok merupakan alternatif energi bersih. Tidak menyebabkan polusi atau meninggalkan sampah anorganik, tapi justru mampu mengatasi permasalahan wilayah perairan.
Pemanfaatan eceng gondok sebagai alternatif energi terbarukan sangat menggembirakan. Harapannya, di masa depan nanti alternatif energi terbarukan dari tanaman ini dapat diusahakan dalam skala lebih besar, sehingga ketergantungan energi berbahan dasar fosil yang belakangan terasa mencekik berangsur-angsur bisa ditanggulangi.
Referensi
Pemanfaatan Eceng Gondok untuk Biogas (biru.or.id)
Desain Biogas dari Eceng Gondok Skala Rumah Tangga (academia.edu)
Bagus juga ya eceng gondok ini, bisa jadi energi terbarukan.
Semoga ada perusahaan atau pemerintah juga boleh tuh memperhatikan keberadaan eceng gondok ini kemudian diproduksi besar-besaran agar kebutuhan akan bahan bakar bisa semakin terpenuhi.
Amiin, tapi memang cocoknya di daerah pedesaan untuk biogas ini. Kalau di kota agak merepotkan.
Semula taunya cuma sebatas untuk kerajinan aja. Ternyata bisa juga sebagai energy resource.
Iya, sudah lama sih, tapi kayaknya kurang diminati krn lebih cocok di daerah pedesaan.
Wah mantab ini ternyata eceng gondok pun bisa dijadikan biogas.. MasyaAllah Allah menciptakan semuanya dengan tujuan dan manfaatnya masing-masing
Iya, Mbak Mega. Tak ada yang sia-sia
Baru tahu lho saya kalo ada manfaat lain dari eceng gondok selain di buat dengan menjadi aneka kerajinan tangan. Bermanfaat banget sharingnya mba Damar apalagi tulisannya dilengkapi dengan info grafis yang memudahkan pembaca meringkas informasi melakukan fermentasi eceng gondok. Thanks for sharing mba
Sama-sama Mbak Evita. Thanks udah mampir. 🙂
Sudah lama tahu soal pemanfaatan energi terbarukan dari eceng gondok ini, semoga pengembangan dan pengelolaannya berkelanjutan ya 🙂
Iya Teh, semoga di daerah pedesaan diminati, biar bisa jadi solusi energi. Kalau di kota mah, emang agak susah.
Suoer sekali yaa idenya. Dari tanaman yg bermasalah, dibuat menjadi bahan bakar biogas. Sebagai energi alternatif yang terbarukan.
Iya, kadang-kadang ide datang saat terdesak masalah.
Sampah organik memang bisa dimanfaatkan untuk banyak hal. Salah satunya memanfaatkan gas yang dihasilkan dari sampah. Termasuk eceng gondok ini. Kita perlu lebih banyak ilmu, dan lebih banyak orang yang peduli.
Betul, harus lebih berani berinovasi.
Sekayu juga dilewati aliran Sungai Musi, dan di sini memang banyak ditumbuhi enceng gondok, Mbak. Sementara ini di kebun kami baru diolah jadi kompos. Semoga sosialisasinya menjadi biogas nyampe ke kabupaten juga, ya
Amiin. Semoga diminati dan bisa menular ke daerah perairan yang lain
Semakin canggih teknologi semakin canggih juga yaa penemuan2.. Yang tadinya menyebabkan masalah, justru menjadi solusi.. Bermanfaat sekali tulisannya kak 🙂
berkah di balik masalah 🙂
Bahan dan alat yang sederhana bisa menghasilkan energi luar biasa..!
Wah, semoga bisa dikembangkan secara meluas di berbagai tempat sehingga pemanfaatan eceng gondok sebagai energi alternatif ini bisa lebih meluas lagi.
Semoga bisa menjadi solusi untuk daerah perairan dan pedesaan.
Setuju, eceng gondok bisa menghasilkan energi terbarukan. Aku pernah baca juga tentang ini. Karena waktu itu, banyak banget eceng godok. Mantep banget mba tulisannya.
Thanks sudah mampir ya, Mbak.
Dulu eceng gondok jadi momok krn mnyebabkn pendangkalan dll. Pernah ada yg memnfaatkn menjadi bhn baku tas. Nmun brapa tahun kemudian dgn ternologi bisa jdi tenaga terbarukan biogas. Keren nihh
..
Untuk handycraft masih berjalan Mbak, tapi ya alangkah lebih baiknya kalau ada manfaat yang lain.
Ini, kali, ya, alasan Jakarta mau ditanamin eceng gondok.
Tapi ya kurang masuk akal kalau di Jakarta, Mbak. Ini cocoknya memang di daerah perairan yang sudah terganggu dengan pertumbuhannya.
Semoga menjadi inspirasi dan menambah ip-tek bagi masyarakat awam di Indonesia. Tidak hanya tergantung pada fosil fuel (lpg)
Amiin, karena sudah terdesak ya, Pak. Harus mulai kreatif .
Allah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini tanpa ada kesia-siaan. MasyaAllah, ya. Hama ternyata malah bisa digunakan sebagai bahan baku dalam energi terbarukan.
Kalau dinyatakan berhasil dan efektif secara meluas, mungkin nggak sih akan dibuka pertaniaan eceng gondok? Hihihi …
Waduh, gak kebayang aku kalau pertanian eceng gondok, wkwkwkwk
Aku pernah liat di suatu tempat yang penuh eceng gondok. Risih juga karena menutupi air. Tapi dibalik itu, eceng gondok bsa dimanfaatkan sebagai biogas.
Iya, nggak nyangka ya.
Aku pernah liat eceng gondok buat briket bahan bakar lhoooo 🙂
Mantap. Di mana, Mbak Rere?
Klo di Jakarta agak sulit sih memahaminya kenapa malah sebar eceng gondok. Bikin gondok sekampung hehehe
Nah itulah. Memang cocoknya untuk mengatasi masalah di daerah perairan. Jadi sambil menyelam dapat manfaat yg lain.
Kalau di tempat tinggal saya banyak nih Enceng gondok. Sayang blm ada pemanfaatan yg maksimal
Kalau mengganggu memang sebaiknya dicarikan solusi, Mbak. Daripada bikin gondok, wkwkw
masyaallah, tanaman yang dianggap parasit pun ternyata bisa dimanfaatkan untuk keperluan vital ya. sangat inspiratif!
Iya, Mbak. Luar biasa memang yang tumbuh di bumi ini.
wah kalau ini di pinggir sungai musi banyak banget eceng gondoknya.. masyarakat sekitar perlu tahu nih.
Untuk daerah perairan perlu, Koh. Daripada bikin gondok, wkwkw
Iya Mbak. Kalau bisa dikembangkan mgkn manfaatnya lebih besar lagi.
Waaaoooo, tanaman yang sekilas biasa saja ini, malah ternyata kaya manfaat ya.
Banyak banget nih enceng gondok, ada di mana-mana, dan tumbuh subur gak perlu di apa-apain hihihi