#Catatan Ingatan: Menuai Hikmah Ramadan di Masa Pandemi Corona

Tak terasa Ramadan tahun ini telah sampai pada minggu terakhir. Hari-hari yang tadinya terbayang akan berjalan dengan berat dan lambat, ternyata justru berlalu dengan mudah dan ringan saja. Entahlah, mungkin ini hanya perasaanku saja. Tetapi nyatanya Najwa pun merasakan hal serupa. Perasaan bosan dan mudah lapar yang tadinya sempat mengusik niatnya, lambat laun hilang begitu saja. Bahkan pada Ramadan di masa pandemi ini insyaallah Najwa akan memecahkan rekor dengan puasa penuh selama 30 hari dan minim drama, tidak seperti Ramadan pada tahun-tahun sebelumnya.

Ramadan kali ini terasa berbeda bagi semua orang. Bagiku pribadi, aku menyebutnya sebagai salah satu unforgettable moment sepanjang usiaku. Di mana untuk pertama kalinya dalam hidupku ini aku mengalami tarawih full di rumah bersama keluarga. Tidak ada acara buka bersama di luar. Tidak ada tadarus quran di masjid. I’tikaf di rumah. Bahkan untuk membayar zakat pun kami putuskan tidak menyalurkannya melalui masjid di dekat rumah.

Sebagai puncaknya, kami pun tidak melakukan persiapan lebaran pada hari-hari akhir Ramadan. Tak ada belanja baju atau keperluan Hari Raya lainnya. Tak ada perjalanan mudik yang biasanya kami lakukan 5 atau 4 hari sebelum Hari Raya. Sungguh berbeda dan menjadi pengalaman pertama bagi kami untuk ber-Hari Raya di perantauan.

Baca juga: Parenting di Masa Pandemi Coronavirus

Ramadan di masa pandemi corona

Namun di balik semua perbedaan ini. Aku merasakan kebahagiaan membuncah selama menjalani Ramadan di masa pandemi. Ada banyak cinta di rumah kecil kami selama Ramadan tahun ini. Selain kebersamaan selama 24 jam yang mau tak mau membuat bahu-membahu menyelesaikan segala pekerjaan di rumah. Keluarga kami pun mendapatkan lebih banyak kesempatan berjamaah dengan hadirnya suami sebagai Imam hampir 5 waktu dalam sehari.

Momen yang termasuk langka, mengingat di usia pernikahan kami yang hampir 10 tahun ini, 3 kali Ramadan telah kami lewati secara LDM. Pada Ramadan-Ramadan sebelumnya pun suami sangat sering tugas keluar kota sehingga jarang di rumah. Belum lagi, jam kerja di kantor suami tetap normal selama Ramadan sehingga ia sering melewatkan buka bersama dengan keluarga.

Sebagai orangtua, Ramadan tahun ini kami benar-benar menjalankan peran secara utuh, baik dalam hal mencukupi kebutuhan mereka, mendidik, menjadi teladan dalam ritual ibadah sehari-hari, juga mencurahkan seluruh kasih dan perhatian kami.

Tak jarang, kami pun harus mengambil peran sebagai teman bermain dan curhat untuk anak-anak yang mulai merasakan kebosanan dengan segala hal yang kami sebut “new normal”. Berulang kali Najwa mengeluhkan ingin makan di kedai sushi kesukaannya. Najib pun tak mau ketinggalan, ia ingin sekali kembali ke sekolah dan bermain futsal bersama teman-temannya.

Baca juga: Hari-hari di Awal Masa Pandemi

Berulang kali mereka bertanya,

“Apakah setelah lebaran semuanya akan seperti dulu lagi?”

“Apakah setelah ini kami bisa ke sekolah dan bermain dengan teman-teman lagi?”

“Apakah liburan kenaikan kelas nanti kami bisa mudik ke Magetan untuk menggantikan mudik Hari Raya yang terlewat?”

Kami pun tak mampu berjanji untuk semua hal yang mereka inginkan. Karena kami tak yakin apakah pandemi ini akan segera berakhir. Setelah dinyatakan berakhir pun, kami belum yakin semuanya akan kembali normal sepeti dulu lagi. Banyak hal telah berubah dan mungkin akan terus seperti ini. Segala hal yang dulunya normal akan menjadi tidak normal. Begitu pun segala sesuatu yang dulu tidak biasa akan menjadi sebuah kebiasaan baru.

Ramadan di masa pandemi corona

Di antara kekhawatiran atas kondisi yang tidak menentu ini, kami memilih bersyukur dan berdamai dengan ancaman coronavirus yang datang setiap hari. Kami tak dapat melawan apalagi mengingkari keberadaan wabah ini. Kami mulai membiasakan diri berdampingan dengan coronavirus dengan melakukan protokol kesehatan untuk menjaga imunitas tubuh kami.

Ramadan di masa pandemi ini menjadi momentum bagi kami untuk memulai segala sesuatu yang sebelumnya tak terpikirkan selama ini. Dengan memulainya di bulan yang baik, kami berharap semoga Allah mengijabah doa-doa dan usaha kami. Kami berharap semoga kehangatan dan cinta di rumah kami tak meredup seiring berakhirnya bulan suci ini. Semoga wabah dan seluruh kesulitan ini memberikan penyegaran bagi rumah tangga kami. Semoga segala perubahan yang terjadi akibat pandemi ini menjadi awal yang lebih baik bagi umat manusia di muka bumi ini. Amiin.

 

 

 

 

 

Leave a Comment