Review Keluarga Cemara – Tak Ada Kehangatan yang Sebanding dengan Keluarga

Sabtu sore 4 Januari yang lalu, aku sampai di rumah dalam kondisi mata bengkak hidung merah. Pantas saja selama di perjalanan—dalam angkot yang kutumpangi—orang-orang sepertinya terus mengamati wajahku, ternyata memang parah sekali bengkak dan merahnya. Harusnya juga aku malu dan menutup saja mukaku ini selama di perjalanan. Tapi aku lupa atau lebih tepatnya cuek saja dan baru menyadari betapa kondisi wajah ini sangat mengundang perhatian ketika berdiri di depan cermin sesampainya di rumah.

Tidak! Aku tidak sedang mengalami kesusahan atau sejenisnya. Aku juga tidak dari pemakaman atau menjenguk orang sakit yang kerap kali mengundang air mata. Aku dan Najwa baru saja keluar dari XXI untuk nobar Keluarga Cemara bersama teman-teman sekelasnya. Dan benar saja ternyata film itu mampu menenggelamkanku dalam suasana haru yang lumayan berlebihan (aslinya emang gembeng, sih).

Buat kita-kita yang dibesarkan di tahun 90-an, pasti tidak asing lagi dengan sebuah keluarga yang terdiri dari Abah, Emak, Euis, Ara dan Agil,  bukan? Serial TV ini sempat menjadi salah satu program yang paling ditunggu setiap keluarga. Bukan karena kisah drama yang berlebihan dengan skenario berliku, Keluarga Cemara justru sangat dinantikan karena kesederhanaan dan nilai-nilai yang begitu dekat dengan keseharian sebagian besar masyarakat kita.

 

Keluarga cemara

Keluarga Cemara Versi Layar Lebar

Aku sekelurga termasuk yang sangat menantikan penampilan Adi Kurdi yang kala itu memerankan sosok Abah. Pembawaannnya yang sabar namun tegas dan jujur mampu  memberikan warna sendiri tentang sosok seorang ayah yang tak dapat kupelajari semenjak papa meninggal. Sedangkan tokoh Emak, yang saat itu sempat dimainkan Novia Kolopaking, Anneke Putri kemudian Lia Waroka, merupakan gambaran seorang ibu yang mampu menjaga stabilitas rumah tetap aman dan nyaman, meskipun harus melalui naik-turun kehidupan rumah tangga.

Sebelum penayangan perdana pada 3 Januari lalu, kabar mengenai versi layar lebar dari serial TV ini memang sudah berseliweran di sosial media. Sebagai salah satu calon penonton aku enggak ketinggalan mengikuti update-nya, termasuk ketika diumumkan nama artis yang bakalan memerankan empat orang tokoh utama.

Widuri Puteri yang merupakan anak dari penyanyi Widi Mulia atau Widi AB Three mendapatkan peran sebagai Ara. Wajah imut, manis dan kepolosannya sangat sesuai untuk peran ini. Dan, meskipun film ini merupakan debut pertamanya, tapi ia berhasil memerankan Ara dengan baik. Sedangkan sebagai pemeran Euis dipilihlah Zara JKT48. Euis yang dalam cerita digambarkan memiliki pembawaan kaku lumayan berhasil dimainkan Zara. Tapi, aku aku merasa kurang mendapat feel-nya jika dibandingkan Euis versi Ceria HD pada serial aslinya.

Sedangkan untuk tokoh Abah dan Emak, bagiku sedikit mengejutkan karena Ringgo Agus Rahman dan Nirina Zubir yang kerap kali bermain film komedi dipilih untuk memainkan drama keluarga ini. Untungnya akting keduanya ternyata mampu melampaui ekspektasiku. Dan kalau teman-teman penasaran seperti apa akting keduanya, langsung saja beli tiket dan tonton di bioskop terdekat dari rumah.

 

Keluarga cemara

 

Selayang Pandang Keluarga Cemara

Bak menonton layar tancap, begitu layar terkembang, iklan pun bermunculan, hehehe. Keluarga Cemara dibuka dengan animasi grafis apik, khas coretan anak-anak. Sudah bisa ditebak pembukanya pun langsung menyuguhkan keceriaan untuk penonton dari segala usia. Baik aku maupun Najwa, kami berdua langsung suka dengan opening-nya. Terasa sekali film ini akan membawa atmosfir positif dalam durasinya yang 110 menit.

Cerita diawali dengan kisah keluarga masa kini, lengkap dengan gambaran keharmonisan sebuah keluarga muda yang sempat membuatku iri. Iya, keluarga Abah digambarkan sangat modern, berkecukupan, lengkap dengan anak-anak yang manis dan berprestasi.

Tapi, dalam sekejap saja kondisi keluarga ini harus berubah karena musibah yang menimpa kantor Abah. Penipuan yang dilakukan Ipar Abah membuat kantornya bangkrut dan sebagai imbasnya rumah yang awalnya menjadi jaminan langsung berubah status menjadi barang sitaan. Pada hari yang sangat spesial untuk Euis, ia justru harus menelan pil pahit karena diusir dari rumahnya. Sejak saat itu mereka pun meninggalkan rumah, dan Abah memutuskan untuk pindah ke rumah Aki (Kakek) di sebuah desa di Bogor yang kemudian menjadi pusat cerita.

View this post on Instagram

 

A post shared by Widi Mulia Sunarya (@widimulia) on

Banyak hal baru harus mereka hadapi, mulai susah sinyal hingga kondisi rumah kosong tak terawat yang telah lama ditinggalkan. Semua itu bisa mereka terima dengan berbesar hati karena berpikir hanya sementara saja. Tapi kemudian, ketika diputuskan mereka akan pindah sepenuhnya ke desa, masalah demi masalah pun datang silih berganti.

Abah yang sebelumnya menjadi pimpinan sebuah perusahaan kontraktor harus berjuang mendapatkan pekerjaan baru yang nyatanya tak semudah apa yang dibayangkannya. Sedangkan Euis, yang biasanya belajar di sekolah elit harus beradaptasi dengan lingkungan di sekolah biasa di desa. Secara psikologis, perubahan seperti ini jelas mengganggu seorang gadis usia remaja. Hingga ia pun berani melanggar larangan dari Abah.

Sampai di sini masalah belum seberapa. Dalam kondisi keluarga yang sedang tidak stabil, Emak justru datang membawa kejutan yang sempat membuat shock anggota keluarga. Untungnya ada Ara yang polos dan ceria, sifat kekanakannya membuat permasalahan di Keluarga Cemara tiba-tiba terasa ringan, kemudian berganti dengan syukur dan kegembiraan.

Permasalahan dan perjuangan tokoh-tokoh untuk mengatasi problema hidup sangat natural dan dekat dengan keseharian kita. Mungkin itu sebabnya sehingga film ini sukses mengharu-biru meskipun minim mendramatisir keadaan. Nilai-nilai yang tersirat sepanjang film pun bermuara pada satu kesepakatan, bahwa rumah adalah satu-satunya tempat pulang dan hanya keluargalah yang mau menerima kita utuh, apa adanya.

Untuk menjaga alur cerita tetap tidak terdramatisir dan cocok untuk penonton segala usia, adegan dan dialog lucu tak lupa diselipkan di beberapa bagian. Entah itu dari tingkah absurd atau ucapan Ara yang cenderung ceplas-ceplos. Kelucuan Ceu Salma si “loan women” yang diperankan oleh Asri Welas. Tingkah Sodikin, teman masa kecil Abah. Atau teman-teman baru Euis, yang belakangan banyak mendukungnya.

 

Keluarga cemara

Keluarga Cemara Membawa Suasana Nostalgia tapi Disajikan Sesuai Zamannya

Keluarga Cemara benar-benar melarutkan penonton sepertiku dalam suasana haru dan nostalgia. Tapi tak perlu khawatir dengan ending-nya, karena film ini benar-benar tidak mengekspos masalah dan kemiskinan sebagai sumber kesedihan yang berlarut-larut. Tapi justru sebaiknya, film ini berusaha menunjukkan bahwa sebesar apapun masalah bisa dilalui dan diselesaikan dengan sabar asalkan bersama-sama. Begitu pun halnya dengan hikmah dari setiap masalah yang menimpa setiap manusia, yang pada akhirnya membuat kualitas diri seseorang menjadi semakin berkelas. Happy ending adalah hadiah bagi penonton sepertiku—yang telah menghabiskan satu kemasan tissue travel pack selama pemutaran film.

Selain itu Keluarga Cemara versi layar lebar dibuat sangat sesuai dengan zamannya. Film yang diadopsi dari layar kaca ini tampil fresh dan sangat kekinian. Di samping cara pandang yang sangat modern, profesi yang dipilih sebagai pekerjaan baru Abah pun bisa dibilang sedang trend di zamannya. Hal ini membuat penonton serasa melihat drama kehidupan yang saban hari ditemuinya.

 

Keluarga cemara

7 Pelajaran yang Bisa Dipetik dari Menonton Keluarga Cemara

Menurut pendapatku yang tentu saja sangat subyektif, film ini layak tonton dan cocok untuk mengawali tahun baru 2019. Di tengah masyarakat digital di mana teknologi kerap kali menggantikan kehadiran, film ini telah menunjukkan bahwa ada saat-saat tertentu ketika hangatnya pelukan dari orang-orang terkasih tak bisa tergantikan.

Di samping itu, ada tujuh  pelajaran berharga yang bisa kuambil dari penayangan film ini. Di antaranya sebagai berikut:

  1. Sikap tegar dalam diri anak dipelajari dari ketegaran orangtua. Maka benar kiranya bahwa orangtua adalah sebaik-baik guru untuk anak.
  2. Besar kecilnya masalah tergantung cara kita melihat dan menyikapinya. Berbesar hati dan berpikiran positif adalah kunci untuk melalui segala kesulitan.
  3. Membiasakan diri mendengarkan pendapat anak. Terkadang, cara berpikir anak yang sederhana dan kepolosannya dalam melihat kesulitan justru menjadi jalan keluar atas suatu permasalahan.
  4. Mendidik anak dengan menghadapkannya pada realita hidup yang penuh kemungkinan. Dengan begitu anak akan lebih mudah beradaptasi dan tidak perlu larut dalam gegar budaya.
  5. Ibu adalah sosok  lemah yang menyimpan kekuatan untuk menghadapi segala permasalahan dalam keluarga. Dalam tangisnya, ia tidak diam, tapi sedang berencana untuk menyelamatkan keluarga.
  6. Seorang ayah adalah sosok yang selalu memikirkan tanggung jawab atas seluruh anggota keluarganya. Hal ini kerap kali membuatnya bersikap keras dan bertindak sesuai kata hatinya. Padahal, dalam kondisi tidak terduga, ayah pun butuh seseorang untuk bertanggung jawab atas dirinya.
  7. Banyak orang datang dan pergi dalam kehidupan kita, tapi hanya keluargalah yang selalu ada dan setia.

Overall, film besutan Visinema Pictures dengan sutradara Yandi Laurens ini berhasil meninggalkan kesan mendalam mengenai nilai-nilai dalam keluarga. FIlm ini juga mampu membawa penonton dari generasiku bernostalgia pada kehidupan masa kecil yang minim masalah. Didukung dengan pemilihan latar tempat yang indah dan alami, serta soundtrack yang tak kalah apik, film ini aku rekomendasikan untuk ditonton oleh setiap keluarga di negeri ini.

39 thoughts on “Review Keluarga Cemara – Tak Ada Kehangatan yang Sebanding dengan Keluarga”

  1. Lengkap banget mba reviewnya. Jadi penasaran pengen nonton aku… Penasaran, berarti abah ga lagi narik becak seperti versi drama tv dulu yaa? Apa euis jualan opak juga??

    Reply
  2. Reviewmu ketjeee mbak..
    Aku Minggu kemarin maunya nonton, tapi enggak jadi. Perlu diajak nih dua anak lanang biar tahu banyak nilai kehidupan yang ditampilkan di film ini. Semoga weekend ini masih kebagian.
    Dulu aku ngikuti waktu ibunya masih Novia Kolopaking..terus pas berikutnya kadang-kadang aja. Ah jadi kangen Keluarga Cemara versi TV.

    Reply
  3. aku kenal keluarga cemara tapi enggak pernah nonton, karena aku masih balita ini pas tv serial keluarga cemara wkwk. Kalo enggak salah jaman aku SD pernah ada siaran ulangnya, tapi enggak paham juga, cuman hapal lagunya karena ibu dan kakak sering banget nonton. Keknya ibu bakalan suka diajak nonton ini nih, hihi. Makasih sharingnya buuun.

    Reply
  4. Ahad kemarin, Agus Ringgo, Zara, dan sutradaranya melakukan cinema visit ke Malang. Ke Car Free Day pula. Tapi saya pas gak bisa hadir, hiks. Adek saya sekeluarga dan teman2 nya yang nyerbu bioskop. Full booked, euy. Katanya: “Nonton aja, Mbak. Kalau gak nangis, tak traktir bakso, deh.” Jiahh…

    Moga2 akhir pekan ini bisa nonton sama Afra. Pas banget dia udah selesai try out. Kalau melihat antusiasme penonton sih film ini bakalan lama tayangnya. Semoga masuk jadi salah satu film terlaris tahun ini juga. Biar para sineas berlomba2 bikin film yg ramah keluarga juga.

    Trus, saya terkesan dengan review ini. Ditulis dengan sepenuhnya hati rupanya 🙂 Top, as always 🙂

    Reply
  5. Meski 20 thn lebih telah berlalu, aku masih hapal dg OST keluarga cemara ini. Drama sederhana sebenarnya, namun bergelimang pesan moral yg begitu mewah. Penasaran pngn nonton yg versi film, moga DVDnya sgr keluar. Nice review mbak.

    Reply
  6. Aku jadi pengen nonton setelah baca review mbak damar. Kirain bakal disajikan dalam zaman dulu, ternyata saya salah. Baiklah, atur jadwal agar bisa nonton ini bareng anak anak juga.

    Reply
  7. keluarga cemara memang film yang bagus. Promo film ini juga besar-besaran. saya belum sempat menontonnya. Semoga ada kesempatan nonton. dari dulu memang suka dengan keluarga cemara versi TV. Ingat banget lagunya Harta yang paling berharga adalah keluarga. Reviewnya mantap banget.

    Reply
  8. Wah saya termasuk (waktu itu) yang selalu setia menunggu pemutaran Keluarga Cemara. Membaca ulasan mb Damar jadi smakin pengen nonton. Hehe… Kangen Keluarga Cemara…

    Reply
  9. Keren Mba reviewnya, makasih ya emang rencananya mau nonton, nunggu ayahnya pulang dulu. Nggak sabar deh…

    Reply
  10. Bisa membayangkan perubahan drastis yang harus dilalui keluarga Cemara. Pantasan Mbak merah mata dan hidung habis nonton ya. Karena Keluarga Cemara sudah berahasil mengaduk-aduk emosi. Secara aku juga penggemar serial TV-nya, jadi pengen nonton juga versi bioskop 🙂

    Reply
  11. Benar mba, keluarga adalah tempat segalanya jadi jangan pernah mengabaikan yang namanya keluarga, btw dulu suka banget nonton serial keluarga Cemara ceritanya memang inspiratif mengajarkan kita tentang kesabaran.

    Reply
  12. Saya sudah baca beberapa review tentang film ini, semuanya bilang bagus. Kalo ingat sinetronnya dulu sih, memang bagus. Seharusnya filmnya bagus ya dan bisa menyajikannya dengan cara berbeda dibandingkan sinetronnya. Dan ternyata, film ini berhasil.

    Reply
  13. Dulu nonton serial TV nya. Kalo di bioskop belum. Btw…aku salfok ama tiketnya. Nonton di Cipinang XXI. Emang mb Damar rumahnya di mana?
    Aku remaja di Cipinang Kebembem, belakang pasar induk beras…

    Reply
  14. Sebagai generasi yg dibesarkan tahun 90’an, aku dulu jugaa senang banged nonton serial ini. Begitu liat bahwa ada versi layar lebarnya, exicted banged buat nonton.

    Nah, rencananya dalam waktu dekat mau nonton film ini sama anak juga.

    Reply
  15. Lengkap mbak Damar ulasannya. Menarik..
    Tapi aku belum tergerak hatinya untuk nonton nih..mungkin karena kurang suka drama gini..Padahal dimana2 udah yang pada post tiket nonton 😀

    Reply
  16. aaah udah penasaran banget pingin nonton film ini
    pdhal dah dari tahu kapan follow akun twitternya dan ngikutin progressnya eh malah blom sempet nonton
    makasih reviewnya mbaa…
    makin penasaran

    terutama penasaran liat agus ringo di sini hehe

    Reply
  17. Kalau saya nonton film ini juga pasti bakal mewek banget, ya. Saya kan gampang kebawa perasaan hehehe. Tetapi, sejak masih jadi sinetron juga udah bagus jalan ceritanya

    Reply
  18. Benar, keluarga ialah yang menerima kita apa adanya. Jadi pengen nonton juga sama suami. Tapi gak tega mau bawa anak 1 tahun, mau dititipin dulu juga kasihan. Huhu. Ikutan sedih nih, padahal belum bisa nonton

    Reply
  19. Pertama kali lihat poster filmnya, saya sempat mikir. Perasaan anaknya abah itu ada tiga deh, ini kok cuma dua. Terus sama kakak saya dijelasin kalau ini prekuelnya.

    Setelah nonton trailernya, makin penasaran dong saya pengen nonton. Alhamdulillah ada waktu, dan si adek yang usianya kini genap 1 tahun udah bisalah ditinggal bentar sama papanya. Saya nonton bareng kakaknya deh.

    Suka banget sama filmnya. Cocoknya sih ditonton sekeluarga. Saya membayangkan andai saja film berkualitas seperti ini bisa mendapatkan berjuta-juta penonton yaa..Makanya saya gak henti-henti sounding tentang film Keluarga Cemara, walau bukan buzzernya wkwkkw. Entah itu di status WA maupun IG story. Bikin postingan blognya aja nih yang belum.

    Reply
  20. Dulu aku suka banget sinetron ini. Harta yang paling berharga tetaplah keluarg ya. Aku jadi pengen nonton, belum sempet. Semoga minggu besok bisa kesana.

    Reply

Leave a Comment