Buku “Pulih- Perjalanan Bangkit dari Masalah Kesehatan Mental” yang saya pesan melalui salah satu penulisnya, yaitu Mbak Fuattutaqwiyah sudah berada di rumah sejak tiga hari sebelum acara launching buku tersebut diagendakan. Cerita pertama yang berjudul, “A Better Me” saya selesaikan beberapa jam setelah buku tersebut sampai di rumah.
Perasaan saya campur aduk.
Di satu sisi saya merasa terenyuh dengan perjuangan penulis—yang selama ini saya kenal dari sosial medianya merupakan sosok yang periang. Saya tidak menyangka ia menyimpan luka begitu mendalam. Namun, saya takjub dengan keberaniannya untuk bangkit menjadi pribadi yang lebih baik.
Di sisi lain, saya merasa, “you’re not alone, Buk”, semua orang menyimpan luka masing-masing.
Selama ini saya sering merasa “sendiri” dengan luka yang terus saya pendam. Saya bersyukur karena masih diberikan kekuatan untuk mengontrol tindakan dan emosi. Namun, sayangnya saya terlalu ragu untuk mengakui bahwa kondisi saya sedang tidak baik-baik saja.
Setelah menyelesaikan judul keempat yang saya pilih secara acak, saya pun memutuskan mengambil jeda dari buku bersampul putih tersebut.
Bukan. Bukan karena buku ini tidak menarik. Namun justru karena terlalu banyak pelajaran yang bisa saya petik dari pengalaman para penulis, sehingga saya butuh waktu sedikit lebih lama untuk menelan setiap hikmah secara perlahan.
Launching Buku “Pulih – Perjalanan Bangkit dari Masalah Kesehatan Mental”
Akhirnya saya memutuskan mengikuti acara Grand Launching Buku “Pulih – Perjalanan Bangkit dari Masalah Kesehatan Mental” yang dilaksanakan pada 17 Oktober 2020 yang lalu. Acara yang merupakan kolaborasi Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis dan Ruang Pulih ini sekaligus diselenggarakan dalam rangka Hari Kesehatan Mental yang diperingati tiap tanggal 10 Oktober 2020.
Sebenarnya saya juga tidak bisa maksimal mengikuti acara tersebut, karena Najib anak kedua saya sedang sakit. Terpaksa saya harus mematikan kamera laptop karena saya tidak mungkin terlihat dalam kondisi acak-acakan sambil memangku si Kecil. Tetapi saya cukup bersyukur karena dapat mendengarkan penjelasan dari para pemateri melalui headset mungil yang menempel di kedua lubang telinga..
Sekilas Tentang Kesehatan Mental
Seperti halnya kesehatan fisik, kesehatan mental merupakan salah satu hal penting yang perlu dijaga dan dipelihara setiap individu. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan mental merupakan keadaan sejahtera di mana setiap individu bisa mewujudkan potensi mereka sendiri. Artinya, mereka dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, berfungsi produktif dan bermanfaat serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya.
Seseorang bisa saja mengalami gangguan dalam kesehatan mentalnya—yang selanjutnya disebut masalah kesehatan mental. Masalah kesehatan mental ini bisa disebabkan oleh banyak hal. Seperti trauma masa lalu, pengalaman pengasuhan, tekanan hidup yang berat, kekerasan bahkan gaya hidup pun dapat menyebabkan terjadinya masalah atau gangguan kesehatan mental.
Dukungan Komunitas bagi Penyintas Masalah Kesehatan Mental
Berdasarkan berbagai sumber bacaan yang mengulas tentang gangguan kesehatan mental, peran komunitas dianggap sangat penting dalam meringankan permasalahan yang sedang dihadapi penyintas.
Hal senada juga disepakati oleh dr. Maria Rini Indiarti, Sp.KJ, seorang dokter ahli kejiwaan yang bertugas di RSJ Daerah Surakarta. Dokter yang juga mengasuh beberapa komunitas ini menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia memerlukan orang lain. Terlebih perempuan yang terlahir dengan kodrat yang begitu kompleks.
Perempuan harus melalui berbagai fase kehidupan semenjak kanak-kanak hingga dewasa. Perempuan tidak pernah hidup untuk dirinya sendiri. Pada seorang perempuanlah bergantung banyak kehidupan dalam keluarganya. Begitu pun peran-perannya dalam ranah sosial.
Kehidupan perempuan memang rumit.
Kita bayangkan saja kehidupan perempuan semenjak masih gadis mungil. Bagaimana secara fisik seringkali seorang gadis kecil dituntut menarik, lucu dan menggemaskan. Ketika fase remaja tiba, ia kembali harus melalui perubahan hormon kedewasaan. Belum lagi ketika takdir mempertemukannya dengan jodoh, pernikahan, penyesuaian diri dengan pasangan, kehamilan, melahirkan, menyusui kemudian mengasuh anak-anak. Kehidupan seolah tak pernah memberinya kesempatan untuk memikirkan dirinya sendiri. Itulah mengapa perempuan cenderung rentan menderita masalah kesehatan mental.
Latar Belakang Penulisan Antologi Pulih
Sebenarnya, sejak awal saya terus memperhatikan update dari teman-teman yang tergabung dalam antologi buku “Pulih”. Saya sendiri telat info mengenai proyek ini. Pas tahu ternyata proyeknya sudah jalan. Sempat terbersit ingin bergabung juga. Tapi kan sudah terlambat? Jadi saya lebih banyak memperhatikan saja.
Tapi jujur ya, saya tidak menyangka bahwa proyek antologi ini tercetus berkat ketajaman Mbak Widyanti Yuliandari dalam mengamati konten sosial media teman-teman penulis.
Mbak Widyanti yang sudah berpengalaman di dunia kepenulisan dapat menangkap sinyal ini. Ia pun mulai memahami bahwa banyak penulis berada dalam keadaan “tidak baik-baik saja”.
Tak berhenti untuk sekedar mengamati, bersama IIDN komunitas yang digawanginya, Mbak Widyanti kemudian menyediakan “ruang” untuk mendampingi Teman-teman kontributor bangkit dari luka batin yang selama ini terus dipendam namun tidak terobati.
Dalam perjalanan penulisan “Pulih”, Mbak Widyanti menggandeng seorang ahli, yaitu Ibu Intan Maria Halim, S.Psi, CH. seorang konselor sekaligus pendiri Ruang Pulih. Namun, meskipun sudah menghadirkan ahli, kenyataannya penulisan buku “Pulih” tidak semudah yang direncanakan. Dari 25 kontributor yang tergabung di awal penulisan, pada akhirnya hanya 20 orang yang berhasil mengakui dan menuliskan luka batinnya sebagai salah satu kisah dalam buku antologi ini.
Tentang Mencintai Diri Sendiri dan Pulih
Dalam salah satu sesi yang dipandu Ibu Intan Maria Halim, peserta webinar juga diminta menunjukkan lembar mandala yang telah diwarnai.
Kali ini saya tidak bisa menunjukkan mandala saya, karena belum memutuskan warna yang ingin saya gunakan. Sampai hari ini lembar mandala tersebut masih berwarna hitam putih, sama persis ketika baru saya unduh dari WhatssApp.
Menurut Ibu Intan Maria Halim, Mandala Self-Love merupakan cara untuk melatih kesadaran kita untuk memilah-milah masa lalu, masa sekarang dan hari-hari yang akan datang.
Mewarnai seolah menjadi cara untuk membuang sebagian hal negatif, kemudian mengisinya kembali dengan energi yang baru. Setiap orang harus menyadari bahwa trauma masa lalu bukanlah kesalahan yang terus menghakimi diri. Namun, setiap kehidupan memiliki tanggung jawab untuk bangkit.
Mewarnai merupakan Art Therapy. Hal ini sebenarnya juga bukan sesuatu yang baru bagi saya, karena dalam berbagai sesi diskusi psikologis, para pakar seringkali menyarankan untuk melakukan Art Therapy sebagai bentuk self-healing.
Pada kesempatan malam itu, Ibu Intan juga membongkar makna warna-warni dalam Mandala peserta.
Ternyata, setiap pilihan warna juga memiliki arti tersendiri. Begitu pun dengan pengulangan warna dan detil-detilnya. Semua menunjukkan karakter seseorang. Bahkan, rasa takut untuk mulai mewarnai pun bisa jadi dikarenakan belum bangkit dari trauma masa kecil.
Sekilas tentang Antologi Pulih
Antologi “Pulih-Perjalanan Bangkit dari Masalah Kesehatan Mental” yang diluncurkan bertepatan dengan hari Kesehatan Mental merupakan kumpulan cerita dari kontributor yang telah melalui pendampingan dari para ahli, kemudian berani bangkit dari masalah kesehatan mental yang sempat dialami. Seperti yang saya sebutkan tadi, awalnya terdapat 25 orang kontributor, namun pada akhirnya hanya 20 orang yang berhasil berdamai dan menuangkan luka batinnya dalam cerita.
Selain kisah berjudul “A Better Me” yang sudah saya rampungkan, ada pula kisah tentang seorang karyawati BUMN yang akhirnya menemukan self-healing dengan cara morning cycling. Selain itu, ada juga kisah seorang Single Mom yang kembali menekuni hobi menulis sebagai bentuk penyembuhan diri. Dan yang tak kalah mengiris hati adalah kisah seorang istri yang harus mengalami KDRT semenjak hamil hingga kelahiran sang putra.
Namun seiring berjalannya waktu ia dapat memaafkan segala perlakuan yang telah ia terima dari pasangan. Sayangnya, saat semua itu terjadi, maut terlebih dulu memisahkan keduanya.
Kisah-kisah di dalam buku Pulih memang sedikit menyesakkan. Tetapi jangan khawatir, banyak hikmah yang bisa kita petik sebagai pelajaran. Saya pribadi belajar banyak dari kisah-kisah di sana. Bagaimanapun setiap orang pasti menyimpan luka batinnya sendiri. Namun cara mereka bangkit merupakan bagian terpenting yang dapat kita pelajari.
Masih banyak kisah menarik dalam antologi ini. Jika tertarik, Teman-teman pun bisa mengikuti pre-order tahap kedua dengan melakukan pemesanan melalui website Komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis.
Data Buku
Judul : Pulih
Tebal : 306 halaman
Ukuran : 14 x 20 cm
Terbit: Agustus 2020
ISBN : 978-623-7841-76-0
Harga normal : Rp 100.000,-
Harga PO : Rp 95.000,
Selamat membaca, semoga Teman-teman mendapatkan hikmah dari setiap kisah. Jangan lupa tetap bahagia, tetap cintai diri kita sendiri dan jangan lelah untuk bangkit!
Saya belakangan ini lagi suka membaca buku-buku tentang self healing dan motivasi diri. Ternyata banyak banget pengetahuan tentang kejiwaan dan kematangan berpikir yang bisa saya dapat.
Baca ulasan ini, jadi pengen nambah 1 lagi koleksi bukunya. Pasti lebih menarik karena diracik oleh sekian banyak penulis dengan ragam diksi yang bervariatif juga.
duuhh wajib baca ya ini Mbak, biar kita pun bisa jadi banyak belajar dari kisah-kisah yang ada di buku ini.
saya jadi kepengen ini ikut mewarnai mandala cinta ini.
Waaah bukunya keren sekali ya Mbak Damar. Tentang perjuangan seseorang untuk pulih dan bangkit dari luka. Ternyata banyak juga ya orang yang ternyata menyimpan luka batin. Kirain kalau orang ekstrovert dan periang tidak menyimpan luka batin.
Baru tau sebenarnya kalau ada kesehatan mental. Belum pernah lihat di lingkungan oraang orang terdekat soalnya. Mungkin dengan buku ini jadi tahu lebih banyak tentang kesehatan mental ya.
Buku yg inspiratif ya. Membagikan kisah luka yg tenyunya setiap orang mrngalami, dan terlebih dari itu ada hikmah yg bisa kita ambil dari kisah-kisah tersebut
Saya jadi merasa tertarik sekali dari buku ini. Telat sekali saya tau tentang proses penggarapan buku antologi Pulih. Jadi mau koleksi juga.
Membaca sekilas tentang Buku Pulih ini, saya salut dengan keberanian para penulisnya yang mau menunjukkan perjalanan hidupnya dan berjuang untuk bisa bangkit kembali.
Kayaknya saya bakalan ikut baper setelah membacanya karena semua berdasarkan kisah nyata.
Para penyintas penyakit mental ini tampak secara fisik biasa saja, namun ternyata di dalam ada pertarungan luar biasa dan ia harus struggling melawannya.
Menarik mbak, karena pada dasarnya sebagai manusia kita pasti punya masalah masing-masing, bahkan bisa jadi berpengaruh dengan kesehatan mental. Kembali kepada diri sendiri juga sih, bagaimana kita menghadapinya dan mengubahnya menjadi ‘sesuatu’, kalau saya lebih suka melakukan perjalanan dan menulis, thanks kak sudah sharing.
Saya sebagai orang yang introvert, mungkin akan cocok baca buku yang satu ini. Secara, untuk curhat dan membuka hati kepada orang lain terasa sulit. Semoga menemukan healing mental setelah baca buku ini
kesehatan mental sering ngga disadari ama manusia sekarang tapi jadi bahasan penting karena efeknya luar biasa. Buku ini jadi salah satu bahan bacaan yang menarik dan sangat membantu pastinya
MasyaAllah, aku penasaran dengan isi bukunya, ingin tahu bagaimana bisa memulihkan kesehatan mental yang sedang kita hadapi. Kadang kala mungkin tanpa sadar, aku pun punya masalah dengan kesehatan mental. Yach walau harus berjuang, supaya bisa tetap stay bahwa aku baik-baik saja.
Belum baca bukunya. Mudah-mudahan ada kesempatan punya nih. Tapi musti siap mental juga kalik ya…
Wong waktu mb Wid bacain sepotong salah satu kisah aja, aku terharu. Duuuh…menyayat banget…
Semangat buat teman-teman yang pulih. Peluk hangat…
Karena tak semua luka menemukan obat penyembuh dengan cepat. Itulah kemungkinan mengapa tak semua kontributor bisa berdamai dengan masa lalunya dan menuliskan pengalaman itu.
Begitu kali ya mbak damar?
Yup aku setuju banget art therapy itu salah satu the best medicine for the soul. Aku sendiri juga ngerasain hal itu. Menulis dan membuat puisi singkat jadi hal yang menyenangkan jiwa. Salut buat para kontributor yang berhasil menaklukan trauma dan menuliskan kisah-kisah yang inspiratif ini. Sayang aku belum punya buku ini ..
Dari cerita yang pertama “A Better me” memang iya sih mbak, banyak orang diluar sana yang biasanya periang dan sering ketawa ketiwi padahal dalam hatinya menyimpan luka. Cuma ya dia pandai aja nyembunyiinnya gitu. Tapi setau saya hal yang kaya gini juga gabaik buat kesehatan mental. Kalau terlalu lama dipendam sendiri, kesedihan itu makin lama bakalan buat kita hancur dari dalam.
Ini penerbitnya apa mbak? Buku antologi bareng IIDN yang sempat rame di sosmed itu ya?
Wah wah… Produktif sekali ibu-ibu doyan nulis. Masih sekpat mengabadikam perjalanan hidup dalam goresan pena. Daebak