Pertengahan Februari nanti, genap sebulan Najib disapih. Tepat pada usia 2 tahun 4 bulan, saya dan suami memutuskan untuk menyapihnya secara total. Awalnya sempat ragu karena pernah gagal. Namun alhamdulillah, tampaknya kali ini kami akan berhasil meskipun harus melalui lika-liku menyapih anak.
Sebelumnya, saya telah mencoba menyapih Najib dengan cara mengurangi frekuensi pemberian ASI secara bertahap. Yang biasanya kapan saja dan di mana saja, saya mulai berlakukan aturan tempat dan waktu. Misalnya harus di kamar, pada saat bangun dan sebelum tidur.
Tapi cara itu hanya bertahan sementara waktu saja. Ketika kondisi anak sedang tidak fit, dia mulai susah untuk diajak mengikuti aturan menyusu yang sudah saya terapkan. Dipengaruhi faktor ‘nggak tega’, saya pun mulai tidak tegas dan konsisten dengan aturan yang saya buat. Jadilah kebiasaan ini tidak berjalan dengan lancar. Parahnya, Najib cenderung menjadikan tantrum sebagai senjatanya saat saya menolak memberikan ASI. Ya … Apa mau dikata. AKhirnya BukNaj gagal pada percobaan pertama.
Lika-Liku Menyapih Anak: Mulai WWL hingga Mengolesi Payudara dengan Brotowali
Sejak awal menyusui Najib, dengan penuh kepercayaan diri saya memutuskan untuk memberinya ASIX hingga usianya 2 tahun. Berbekal tekad tersebut, saya pun merencanakan menyapih dengan metode WWL dan mulai memberi pemahaman pada anak sejak usianya 18 bulan. Sambil secara bertahap mengurangi frekuensi menyusunya.
Tapi yang namanya teori memang kerap tak seindah kenyataan. Keberhasilan memberikan ASIX mulai membuat saya terlena dengan rencana yang telah saya siapkan. Memang benar sejak usia 18 bulan saya memberinya pengertian bahwa setelah potong kue yang kedua, adek minumnya ganti pakai gelas. Dengan alasan adik sudah besar dan malu kalau masih nenen ibunya.
Benar juga bahwa semenjak itu saya mulai mengurangi frekuesi menyusui. Tapi, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, saya sering ‘nggak tega’ dan konsisten. Jadilah Najib memanfaatkan kelemahan saya ini sebagai senjata.
Sampai usianya 2 tahun lebih, saya masih belum berhasil menyapihnya. Sedangkan suami terus mendesak, dengan alasan si kecil mulai tergantung sama ibunya. Saya nggak kelihatan sebentar saja, Najib bakalan nangis kejer meskipun ada suami atau Najwa yang menemani.
Drama seperti ini berlangsung terus menerus, bahkan semakin menjadi. Saya pun mulai kewalahan karena durasi menyusu yang semakin panjang. Najib mulai memanfaatkan momen menyusu untuk bermain, bukan karena benar-benar haus. Cuma ngempeng kalau istilah orang Jawa.
Akhirnya, saat usia Najib 2 tahun 1 bulan, suami pun mengambil inisiatif membeli Brotowali atau biasa disebut Wali di pasar. Sejenis rempah berbentuk batang, dalamnya bergetah dan rasanya pahit bukan kepalang. Awalnya saya menolak, karena idealisme tidak ingin menyapih dengan cara-cara seperti itu. Tapi suami mendesak dengan alasan kebaikan anak. Agar anak tidak semakin manja dan segera mandiri.
Jadilah acara menyapih dengan Brotowali kami lakukan. Setiap mau minta nenen, saya selalu oleskan dulu rempah pahit ini ke seluruh payudara saya. Dan tentu saja si kecil kepahitan, jangankan diemut, baru dijilat saja rasanya sudah getir di lidah.
Resmi sudah hari itu Najib nggak minta nenen sama saya. jangan ditanya kayak apa rewelnya. Malam pertama saja saya harus menggendongnya beberapa kali demi si kecil bisa tidur nyenyak. Begitu pun saat masuk jam tidur siang.
Lika-Liku Menyapih Anak: Menolak Minum di Botol hingga Demam
Drama dimulai lagi saat Najib menolak minum susu di gelas. Sehari berikutnya, hampir seharian dia hanya minum air putih saja. Semua minuman berasa, baik itu susu, teh atau sari buah ditolaknya. Saya coba menawarkan botol susu kepadanya, terutama menjelang jadwal tidur siang atau malam. Tapi karena tidak terbiasa tidur dengan botol, Najib pun menolak begitu saja.
Pada malam kedua, saya merasakan badannya sedikit demam. Dan benar saja suhu tubuhnya sudah mencapai 38, 3. Saya mulai panik, khawatir si kecil kurang cairan. Emosi pun mulai tidak stabil, antara bersikeras ingin menyapih dan kasihan melihat si kecil. Tak dapat dimungkiri, perasaan ibu memang terhubung langsung dengan anak. Najib pun semakin rewel hingga tengah malam, ketika perasaan saya mulai kalut.
Gagal Menyapih dengan Brotowali
Dalam kondisi kelelahan secara fisik, payudara mulai nyeri karena bengkak akibat terlalu penuh, perasaan campur aduk antara panik dan khawatir, ditambah suami sedang dinas ke luar kota sehingga tidak ada yang menggantikan. Runtuh sudah usaha yang sudah hampir dua hari saya lakukan. Tepat pukul 01.00 dini hari, dengan tetap menggendong si kecil, saya pun mulai menyusuinya.
Lega … begitulah perasaan saya saat itu. Najib langsung tenang dan menyusu hingga puas sebelum akhirnya tertidur dalam gendongan. Rasa nyeri di payudara pun hilang dalam sekejap. Malam itu kami berdua terlelap di sofa, kelelahan baik secara fisik maupun mental.
Anak-Anak Belajar dari Pengalaman
Setelah pengalaman gagal menyapih dengan Brotowali, saya pun mulai mencoba beberapa bahan lain untuk dioleskan. Tapi benar kata orang, anak-anak itu jauh lebih cerdik dari yang kita sangka.
Setiap saya mengoleskan sesuatu pada payudara, si Najib segera bergegas mengambil tisu untuk mengelap. Dan lebih parahnya lagi, apapun yang saya oleskan dia selalu bilang, “enak, ndak pa pa.” Begitu terus-menerus. Bahkan saat dioleskan Brotowali kembali, Najib akan mengatakan hal yang sama, “Nak, Buk. Adek cuka, nak … nak.”
Tetot! … saya kalah dalam pertempuran penyapihan. *Pijitkening
Berhasil Menyapih Anak Berkat Dukungan Suami
Saya ingat betul, hari itu Jumat tanggal 13 Januari 2017. Tiba-tiba suami saya bilang, “Bund, hari ini kita sapih Najib, kita harus tega. Toh, tujuannya agar anak lebih mandiri dan tidak terlalu tergantung sama ibunya. Jadi ayah bisa bantuin momong juga.”
Kebetulan usia Najib memang bisa dibilang lebih dari cukup untuk disapih. Dan setelah kegagalan menyapih dengan Brotowali, Najib memang cenderung lebih nempel sama saya. Jadwal menyusunya pun semakin berantakan. Ditambah acara tantrum yang menjadi-jadi.
Pagi itu suami mengajaknya jalan-jalan keliling perumahan. Saya kurang tahu apa saja yang mereka berdua lakukan. Yang jelas, sesampainya di rumah. Si kecil langsung bilang, “nenen ibuk atit, udah abis.” Hahaha … si ayah melakukan pencucian otak kali ya. *nyengirprihatin
Seperti biasa, dalam setiap acara menyapih, saat-saat jam tidur selalu menjadi masalah. Tapi kali ini Najib benar-benar tidak minta nenen. Dia terus bilang nenen ibuk atit, nenen udah abis. Begitu terus sambil sesekali memegang payudara saya.
Kami masih kesusahan memberikan susu melalui botol karena faktor tidak terbiasa tadi. Ini termasuk salah satu hal yang patut dipersiapkan bagi Temans yang berencana menyapih anak. Terlebih jika si anak tipe yang biasa nenen dulu sebelum tidur. Otomatis mereka akan mencari penggantinya.
Alhamdulillah, selama proses menyapih yang ketiga ini, suami stand by di rumah khususnya menjelang jam tidur malam. Terbantu di tiga hari awal, yaitu Jumat, Sabtu, Minggu saat libur kerja, Najib mulai menemukan kenyamanan baru, yaitu tidur dalam pelukan ayahnya. Saya pun mendapatkan jeda, sehingga frekuensi bersama dengannya agak berkurang.
Akhirnya, setelah melewati seminggu pertama yang lumayan berat. Najib benar-benar tidak lagi meminta nenen dari saya. Jangan ditanya bagaimana perasaan saya, apalagi kondisi badan yang lelah karena jatah rewelnya naik dua kali lipat, tapi sepadan hasilnya.
Sampai hari ini Najib menunjukkan banyak kemajuan pasca disapih dari saya. Terutama dalam hal kemandirian dan kepercayaan dirinya. Selain dari segi umur yang memang sudah siap, kedekatan dengan ayahnya pun mulai terbentuk dengan kebiasaan-kebiasaan baru. Lain kali akan saya tulis blogpost tentang perkembangannya baik secara fisik dan emosi pasca penyapihan.
Tips Sukses Menyapih Anak
Nah, kali ini sekalian saya ingin berbagi sedikit tips sukses menyapih a la saya dan suami. Tenang saja, teknik menyapih dengan Brotowali sudah saya skip dari tips ini, Jadi aman untuk Teman-Teman yang tidak ingin menggunakan cara-cara tradisional seperti itu untuk anaknya. Nah, langsung saja, ya.
1. Kondisi anak dan orangtua sedang sehat.
Pastikan kondisi anak dan orantua—khususnya ibu—sedang stabil, baik secara fisik maupun mental. Dii samping anak cukup usia. Orang tua harus menularkan sugesti positif dan siap juga kepada anak, khususnya ibu yang memiliki hubungan secara langsung.
Selain itu, orang tua harus mampu mengelola emosi, karena mau tak mau akan berhadapan dengan kondisi emosi anak yang berubah-ubah. Rewel atau melakukan kebiasaan-kebiasaan baru yang tak dapat diduga, mungkin akan dialami anak.
Dengan kondisi emosi yang stabil, maka orang tua akan lebih tenang menghadapi lika-liku menyapih anak. Kondisi fisik baik orang tua dan anak sebisa mungkin sedang fit. Halini untuk mengurangi tingkat kerewelannya.
Bagi orang tua, terutama ibu. Kondisi yang sehat sangat memengaruhi emosinya. Karena masa menyapih bisa dibilang tidak selalu mudah dan cepat, jadi butuh kesiapan jika harus begadang atau berlama-lama menggendong si kecil. Termasuk harus menghadapi prahara payudara bengkak bagi si ibu. *usapairmata.
2. Usahakan kompak dengan suami atau anggota keluarga lain di rumah.
Menyapih memang butuh pendampingan dari suami atau anggota keluarga lain. Tujuannya sebagai pengalihan anak dari ibunya. Saya merasa cara ini sangat membantu mengurangi frustasi anak, karena setiap bersama saya hasratnya untuk kembali nyusu seperti tak terbendung lagi.
Selain itu, cara ini memberikan sedikit jeda bagi ibu untuk me-refresh suasana hati dan emosinya. Karena sebenarnya dalam proses menyapih ini banyak hal “yang hilang” bagi seorang ibu. Perasaan sedih kerap kali menyerang begitu saja, sehingga kerjasama dengan anggota keluarga lain, terutama suami, saya rasa berkontribusi besar terhadap kesuskesannya.
3. Konsisten.
Salah satu penyebab kegagalan menyapih adalah sikap tidak konsisten dari orang tua. Sekali anak melihatnya, mereka akan menggunakannya sebagai senjata. Begitu orang tua bilang, “Mulai sekarang, kalau adik haus, minumnya dari gelas, ya.” Mulai saat itu pula ibu tidak perlu menawarkan kembali ASInya.
Begitu pula beberapa rutinitas baru seperti tidur sendiri atau bersama kakak. Mendongeng sebelum tidur untuk mengalihkan perhatiannya. Atau apa saja yang orang tua terapkan dalam masa penyapihan, sebisa mungkin dilakukan dengan konsisten.
Saya merasakan penerapan konsisten dari orang tua memberikan efek cukup besar tidak hanya dalam proses penyapihan ini. Namun juga dalam membiasakan beberapa rutinitas baru bagi Najib khususnya.
Nah, itu tadi lika-liku menypaih anak dan 3 tips dari saya. Saya pun menerapkan beberapa tips dari berbagai artikel parenting yang bisa teman-teman googling. Berbekal tips A,B,C,D ditambah 3 tips tadi, alhamdulillah … Najib sudah hampir satu bulan tidak meminta ASI kepada saya. Bagaimana dengan tumbuh kembangnya? Lain kali akan saya ceritakan dalam blogpost selanjutnya. Selamat Menyapih! ^_^