Masih jelas dalam ingatan saat matahari rekah, panas terasa menyengat di atas Merapi
Penciumanku mulai menghirup segarnya pinus yang berpadusempurna dengan aroma tanah basah yang berada di sekeliling kami. Setelah berjalankurang lebih sembilan puluh menit dari basecamp Barameru, Shokif yang memimpinpendakian kali ini mengisyaratkan berhenti, untuk beristirahat sesaat di pospemberhentian pertama atau yang biasa disebut Pos Bayangan.
Di area bertanah yang masih lumayan landai dan berbatu ini,rombongan kami sengaja beristirahat agak lama, sebelum melanjutkan kembaliperjalanan menuju Pos Tugu yang medannya jauh lebih menanjak dengan kemiringanlebih tegak.
Bagi Shokif, Rissa dan beberapa teman yang tergabung dalampendakian kali ini, medan yang akan kami hadapi sebenarnya biasa saja. Tapi, mempertimbangkankondisi fisikku — yang baru pertama kali melakukan pendakian — maka perjalananpun sengaja dibuat lebih santai. Otomatis waktu yang diperlukan pun akan jauh lebih lama.
Lima belas menit kemudian, kami pun bergegas melanjutkan perjalananmenuju area pemberhentian kedua. Kali ini, Shokif memperkirakan perjalanan kamiakan memakan waktu sekitar dua jam, dengan kecepatan konstan dan tidak terlalusering beristirahat di tengah perjalanan.
Sampai setengah perjalanan, aku mulai membenarkan keputusankami untuk mengambil istirahat lebih lama di pos sebelumnya. Karena medan yangkami lalui untuk sampai di Pos Tugu jauh lebih sulit. Tanjakan demi tanjakandan kemiringan tanah membuat perjalanan ini semakin menantang bagiku. Namunhutan di sekeliling kami yang semakin rimbun mau tak mau meningkatkankewaspadaan siapapun, terutama bagi pendaki yang masih berstatus belajar.
Mengambil jalur pendakian dari Selo, Boyolali. Kami sempat beristirahat di basecamp Barameru.
Mendaki Gunung Merapi merupakan salah satu keputusan besaryang kubuat sebelum mengakhiri masa lajang di akhir tahun 2009. Pada saat itu, aku merasa sudah sangat siap untukmemasuki fase kehidupan baru. Maka, aku pun bertekad melunasi impian masamuda satu per satu.
Jujur, pendakian merupakan salah satu cara yang kupilih untuk menyelam lebih jauh ke dalam diri. Aku memiliki sebuah keyakinan,bahwa dengan melakukan sebuah petualangan dan bercengkerama langsung denganalam, maka aku pun akan lebih mudah mengenali siapa dan seberapa besarketahanan dalam diri ini.
Tapi, besarnya keinginan saja nampaknya masih belum cukupuntuk menaklukkan track yang harus kami lalui. Menjelang Watu Gajah yang merupakanpos pemberhentian ketiga. Di bawah hujan yang terus mengguyur sejak startawal di basecamp Barameru, mataku mulai berkunang-kunang, kepala berat, danperut bergolak seolah ingin mengeluarkan semua isinya.
Air mukaku memutih, pucat pasi, seolah menahan ledakan daridalam perut yang akhirnya tak dapat dibendung lagi. Seporsi nasi goreng yang tadinya kugadang-gadang sebagai support tenaga hingga di pos pemberhentianterakhir, kini tumpah. Terburai di tanah dengan bau menyengat.
Kepanikan sempat terjadi dalam rombongan kami. Tapi, bukantim pendakian namanya jika kami hanya berhenti pada kata panik. Mengalahkansemua ego yang dimiliki, kami pun berhenti untuk beristirahat kembali.
Hampir pingsan, tapi alhamdulillah bisa cengengesan lagi , hihi
Kali ini batu-batu besar membingkai area tempatpemberhentian kami. Tak ada lagi pinus atau cemara, namun berganti tanaman perdu diantara bebatuan yang kami jadikan sandaran untuk backpack yang kembali kamiistirahatkan dari pundak ini.
Aku menghirup dalam-dalam oksigen yang terasa semakinmenipis di ketinggian ini. Sempat terlintas untuk menyerah dan berhenti sampaidi sini. Tapi pikiran itu segera kutepis, karena yakin alam mengetahui semuayang ada di hati.
Mendaki gunung ibarat menjalani kehidupan. Ada kalanyatertatih ketika harus berjalan naik, namun sepadan dengan apa yang akan kitadapatkan nanti. Begitu pula kehidupan ini. Naik turun adalah teman perjalanan. Berhenti bukanlah solusi. Terus bergerakmeskipun perlahan, itu sudah cukup untuk memastikan kita sampai pada hasilakhir yang terbaik, begitu batinku saat itu.
Tiga puluh menit kemudian kami pun mulai berjalan kembali.Seolah baru saja mendapatkan mantra ajaib, kali ini langkahku terasa lebihringan bak Wong Banaspati. Track yang semakin curam dan berpasir takmemungkinkan untuk kami berhenti lagi. Maka satu-satunya jalan hanyalah terusmendaki sampai tempat yang semestinya untuk berhenti.
Hingga tepat pada pukul 11 malam, sampailah kami di pemberhentianterakhir sebelum puncak Merapi. Pasar Bubrah atau biasa disebut Pasar Setanmerupakan area yang berada pada ketinggian 2.680 mdpl. Areanya berbatu, mulai kerikil hingga batuanbesar. Namun cukup landai dan luas sehingga sangat cocok untuk mendirikan tenda.
Aku tak dapat menahan untuk segera merebahkan tubuh di atas tanah berpasir yang menghampardi hadapan kami. Aku merasakan kelegaan meledak-ledak dalam diri. Bukantentang sampai di pemberhentian terakhir sebelum puncak Merapi. Tapi tentangkeberhasilan mengelola energi, mengalahkan kelemahan diri dan menjaga spiritkelompok dalam pendakian ini.
Setiap foto memiliki cerita. Sayangnya kualitas foto pada masa itu belum sebagus sekarang ini.
Melalui sebuah foto yang kutemukan di facebook, ceritaperjalanan pada akhir Desember 2009 itu seolah menggeliat kembali. Ada perasaanrindu dan ingin mengulang masa-masa itu. Melihat kembali guratan awan pagiberpadu sempurna dengan keagungan Merapi, merasakan langsung rekahnya matahariyang menghantarkan panas pada tubuhdingin ini.
Setiap foto ibarat kepingan cerita. Keberadaannya taksekedar merekam jejak dan kenangan, tapi mampu menghadirkan kisah dan rasa yangmenyertainya. Sayangnya, tak banyak foto yang kupunya. Jangankan smartphonedengan kamera handal seperti sekarang ini, telepon seluler yang kugunakan pada saat itu pun hanya bisa untuk menerima telepon dan berkirim pesan singkat. Atau sebaliknya.
Aku selalu berandai-andai untuk kembali ke Merapi lagi. Terlebih,setelah beberapa kali menceritakan pengalaman pendakian ini pada Najwa dan Najib,mereka pun tampak antusias untuk menjajal petualangan yang pernah kulalui.
Mungkin terdengar naif jika aku menginginkan mereka mencicipimatahari pagi di puncak Merapi. Tapi sampai ke beberapa pos yang pernah kulewati, rasanya bukan hal yang mustahil untuk dijadikan rencana perjalanankeluarga kami berikutnya.
Smartphone Impian untuk Mengabadikan Kenangan Baru di Merapi
Terbayang sudah betapa banyak cerita yang akan kami abadikandalam foto-foto pendakian nanti. Setiap ekspresi, setiap lokasi yang kami laluiharus mendapat tempat dalam memori keluarga kami.
Aku kembali berandai-andai, jika saja semua kenangan itubisa kami abadikan hanya dengan sebuah smartphone saja. Tentu akan lebih praktis karenatidak makan tempat dalam backpack kami. Cukup masuk ke dalam sling bag atausaku jaket, semuanya beres, tinggal jeprat-jepret saja kapan pun kami ingin.
Tapi, meskipun dengan smartphone saja, aku tetap menginginkanhasil bidikan yang jernih, sehingga tetap memberi kesan yang mendalam untuksetiap momen yang kami lalui. Dalam hal ini, smartphone dengan kamera berteknologi AI(Artificial Intelligence) bisa jadi jawaban untuk keinginanku ini. Karenaselain menghasilkan foto yang jernih, teknologi AI memastikan efek bokeh yangsangat natural. Cocok sekali untuk memenuhi feed instagramku.
Ya Alloh, BukNaj pengin smartphone kayak gini, nih, kabulin donk.
Kapasitas memori juga nggak kalah penting. Kebayang, dong,nggak hanya ratusan, mungkin ribuan foto akan kuabadikan jika memang berniatmenjadikan perjalanan ini sebagai sebuah rangkaian cerita. Mulai daripersiapan, packing, perjalanan menuju lokasi, hingga seluruh proses pendakian, rasanya tak ingin terlewatkan begitu saja. Itu artinya, memori penyimpanan yangbesar sangat penting untuk dijadikan kriteria smartphone idamanku saat ini.
Soal performa juga nggak bisa sembarangan. Alangkah baiknyajika smartphone tersebut juga memiliki performa yang handal dan cepat. Terlebihobyek utama yang akan kami bidik adalah anak-anak — yang sangat cepatbergerak dan berubah mood. Kalau bisa, sih, aku kepengin yang nggakperlu loading lama saat buka aplikasi kameranya. Jadi, begitu ada momen yangpas kami langsung bisa mengabadikannya. Hm… kebayang bakalan banyak bangetekspresi yang bisa jadi bahan cerita.
Nah, kalau tampilan desainnya wajib banget yang premium dan cantik. Maklum, naluri perempuanku selalu memerintahkan untuk memilih barang-barang yangcantik meskipun wujudnya gawai. Jadi, aku pun penginnya punya smartphone yang coraknya kece denganwarna-warna manis. Yang layarnya full view display sehingga puas saat membidik obyek atau selfie. Dan yangnggak kalah penting harus slim sehinggamuda dikantongi. Apalagi kalau “slim” juga harganya, wah, bisa jingkrak-jingkrakIbunya DuoNaj ini.
Jatuh Cinta pada Huawei Nova 3i
Iseng-iseng aku pun mulai rajin men-googlingsmartphonedengan semua kriteria yang kuinginkan. Ya, anggap saja sebagaibagian ikhtiar untuk mewujudkan keinginan keluarga kami. Ya petualanganya keMerapi, ya memiliki smartphone kece sebagai teman perjalanan kami nanti.
Dari sekian banyak brand yang adadi pasaran, rupanya Huawei Nova 3i yang paling sesuai dengan kriteria yang kuinginkan.
Alasan memilih Huawei Nova 3i
Smartphone berukuran 6,3 inchi ini dilengkapi quad kamera AI dengan 2 kamera depan, yaitu 24 mega-pixel dan 2mega-pixel serta AI selfie master yang dapat menghasilkan foto selfie yangnatural namun tetap cantik. Untuk kamera belakangnya sendiri tak perlu diragukanlagi, dengan 16 mega-pixel dan 2 mega-pixel serta aperture f/2.2 dan di-support fixed local length, gambar yangdihasilkan lebih alami dan memiliki efek bokeh yang sangat halus.
Bagaimana dengan kapasitas penyimpanan memorinya? Tentu akunggak akan khawatir lagi, karena Huawei Nova 3i memiliki storage 128 GB. Dijamin bakal puas mengabadikan seluruh momen dalam pendakian kaminanti. Mau selfie, foto atau rekam video, semuanya hayuk aja dengan memori penyimpanan sebesar ini.
Ukuran dan tampilannya pun sangat manis. Cocok banget buatibu-ibu seperti aku yang langsung jatuh hati sama sesuatu yang cantik. Karena Huawei Nova3i memiliki premium design dengan salah satu pilhan warna irish purple. Yang menampilkan corak biru keunguan pada bagian kacabelakangnya. Hm… Bakalan menarik perhatian, nih.
Selain itu, smartphone berukuran panjang 75,2 mm dengantinggi 157,6 mm dan lebar 7,6 mm ini juga dilengkapi powerful performance dengan GPU Turbo untuk bermain game. Itu artinya, kalau dia handal alias was wes buat nge-game, buataplikasi yang lain pun pastinya anti lelet apalagi lemot.
Nah, yang paling penting, nih, smartphone ini pas bangetuntuk ukuran kantongku. Selain ukuran riil smartphone-nya yang didesain pas di saku, harganya pun sangat cocok dengan budget yang kusiapkan. Karena Huawei Nova 3i merupakan smartphone termurah di kelasnya dengan storage 128 GB.
Huawei Nova 3i, smartphone impian untuk mengabadikan setiap kenangan dan harapan
Kalau sudah begini, biasanya aku bakalan susah move on sebelum kenangan dan harapan ini terpenuhi. Ya kenangan tentang Merapi yang seolah “memanggil-manggil” minta didatangi lagi. Juga impian mengajak anak-anak untuk ambil bagian dalammengabadikan kenangan baru di sana,yang membuatku terus terbayang dengan Huawei Nova 3i.
Aku yakin, meskipun mendatangi tempat yang sama, namun akan selalu ada kenangan dan cerita yang berbeda jika teman perjalanan kita tak sama Begitu pula setiap ekspresi dan momen yang terekam dalam memori smartphone impianku nantinya. Semuanya akan melahirkan dongeng dan berlembar cerita baru yang akan terus dikisahkan pada anak dan cucu kami.
Merapi yang selalu “memanggil” minta didatangi lagi
“Tulisan ini diikut sertakan dalam giveaway di blog nurulnoe.com”
28 thoughts on “Mengabadikan Kenangan dan Cerita Baru Berlatar Keagungan Merapi”
Kereen mba, sudah menaklukkan gunung Merapi! Aku lho, menaklukkan Gunung Kidul saja wahahaha…
Bunda Damar, tulisannya bagus. Kalau saya kayaknya kurang cocok ya mendaki gunung, soalnya punya asma. Padahal suami seneng daki gunung gitu. Jadi, dia ga pernah ngajakin hihihi
:jBeuuhhh…. mantep bener nih. Tahun 2015 saya pernah hiking ke Merbabu, tetanggaan lah ya sama Merapi. Wkwk.Makin mantep kyknya klo mendaki lagi trus bawa Huawei Nova ini. Hmmm…
Masya Allah, saya demen traveling, tapi enggak pernah mau naik gunung. Anaknya lemah wkwkwk. Mau juga smartphonenya bun, kalo menang bagi-bagi ya *loh wkwkwk.
Keren!Saya anak pantai Mbak Damar bukan anak gunung..kwkwkw. Eh tapi pernah juga dulu-dulu pas Pramuka jelajah alam mendaki bukit gitu..tapi Merapi? oh em gi…itu pencapaian warbiyasahh!!
Nggak nyangka deh buk Naj udah pernah ke puncak. Keren… Bisa buat cerita ke anak-anak ya buk. HeheSaya juga pengin smartphone yg ada AInya. Biar bisa foto pakai kamera jahat. Haha
Nggak nyangka deh buk Naj udah pernah ke puncak. Keren… Bisa buat cerita ke anak-anak ya buk. HeheSaya juga pengin smartphone yg ada AInya. Biar bisa foto pakai kamera jahat. Haha
Subhanallah, hebat banget mbak, berhasil menaklukkan gunung merapi, saya nggak kuat lagi kali ya, dulu waktu masih kuliah pernah sih ndaki, itu, kalo sekarang belum nyoba lagi
wah mba keren meski ada muntah tapi bisa mendaki kembali, analogi mendaki gunung juga digunakan untuk membagi tipe individu dalam Adversity Quotient mba dan betul yang mba sampaikan bahwa mendaki sama halnya dalam kehidupan mau terus mendaki apa menyerah dalam keadaan..btw hp-ny ciamik aku juga mau banget
Kereen mba, sudah menaklukkan gunung Merapi! Aku lho, menaklukkan Gunung Kidul saja wahahaha…
Berarti dirimu penakluk Gunung Kidul sejati, Mbak. Hihihi
Semoga Menang yaaa.
Amiin, hehehe. Apapun nantinya, selesai sudah harapan bulan ini. Hehehe
Bunda Damar, tulisannya bagus. Kalau saya kayaknya kurang cocok ya mendaki gunung, soalnya punya asma. Padahal suami seneng daki gunung gitu. Jadi, dia ga pernah ngajakin hihihi
Ya emang nggak setiap orang bisa, sih, Mbak. Harus menyesuaikan dengan kondisi masing2, hehe. tetap semangat.
Kereeennn mbaa…smg mimpi bisa nanjak bareng kluarga terpenuhi yaa..Sehat selalu. Siapa tahu ada umur panjang kita bs bareng mendaki, hihi…Salam
InsyaAllah, pokoknya anak agak gede langsung let's go, hehe
:jBeuuhhh…. mantep bener nih. Tahun 2015 saya pernah hiking ke Merbabu, tetanggaan lah ya sama Merapi. Wkwk.Makin mantep kyknya klo mendaki lagi trus bawa Huawei Nova ini. Hmmm…
Ke Merbabu juga bisa lewat Selo. Ini emang basecamp gabungan, kan./ Yak betul, kalau bawa Huawei Nova ini dijamin tambah hasyek!
Masya Allah, saya demen traveling, tapi enggak pernah mau naik gunung. Anaknya lemah wkwkwk. Mau juga smartphonenya bun, kalo menang bagi-bagi ya *loh wkwkwk.
Kalau menang kita selfie bareng ya, wkwkwkwk
Wah hebat ya. Pernah diajak ke gunung gede, wkt msh mahasiswa. Tp takut ditengah jln g kuat
Keren bangeeett, saya selalu salut sama wanita-wanita yang suka alam, soalnya saya jalan bentar aja udah capek hahaha
Emang tipe orang beda2 sih, Mbak. Yang penting kita paham cara yg bikin kita happy. 🙂
Whaa kereeen mbaaaakMelunasi impian masa muda satu per satu… suka kata-kata ini
Nah, kalau ketemu novelis gini nih, komennya 🙂
Amin, makasih Mbak. Nggak kayaknya lagi, emang kece badai Huawei Nova 3i 😉
Semangat merealisasikanny, Mbak. Yakin bisa, hehehe
Keren!Saya anak pantai Mbak Damar bukan anak gunung..kwkwkw. Eh tapi pernah juga dulu-dulu pas Pramuka jelajah alam mendaki bukit gitu..tapi Merapi? oh em gi…itu pencapaian warbiyasahh!!
Nggak nyangka deh buk Naj udah pernah ke puncak. Keren… Bisa buat cerita ke anak-anak ya buk. HeheSaya juga pengin smartphone yg ada AInya. Biar bisa foto pakai kamera jahat. Haha
Nggak nyangka deh buk Naj udah pernah ke puncak. Keren… Bisa buat cerita ke anak-anak ya buk. HeheSaya juga pengin smartphone yg ada AInya. Biar bisa foto pakai kamera jahat. Haha
Subhanallah, hebat banget mbak, berhasil menaklukkan gunung merapi, saya nggak kuat lagi kali ya, dulu waktu masih kuliah pernah sih ndaki, itu, kalo sekarang belum nyoba lagi
Aah sya iri liatnya. Dari dulu gak pernah berani naik gunung hehehehe semoga menang yah mba
wah mba keren meski ada muntah tapi bisa mendaki kembali, analogi mendaki gunung juga digunakan untuk membagi tipe individu dalam Adversity Quotient mba dan betul yang mba sampaikan bahwa mendaki sama halnya dalam kehidupan mau terus mendaki apa menyerah dalam keadaan..btw hp-ny ciamik aku juga mau banget
Good luck, kakak. Semoga menang. Kusuka tulisan ini.
Bakalan makin ciamik kl kameranya Huawei Nova 3i ya mba.
Salut dengan perjuangan mendakinya mbak… satu persatu mimpinya terwujud… mantap… semoga kedepannya makin banyak mimpi yang bisa diwujudkan aamiin