Betapa bersyukurnya anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan. Akses terhadap sarana prasarana penunjang kehidupan sangat mudah, lengkap dan banyak pilihan. Begitu pun dengan akses terhadap informasi dan ilmu pengetahuan juga tak terbatas. Berbeda dengan di daerah seperti Papua atau daerah pedalaman lainnya. Meskipun sama-sama menjadi bagian dari negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, keistimewaan seperti itu belum didapatkan oleh anak-anak di daerah pedalaman, seperti di Papua atau daerah 3T lainnya.
Keterbatasan Akses Pendidikan di Pulau Mansinam
Khususnya di Papua, mungkin bukan hal yang baru untuk diketahui bahwa akses pendidikan di sana sangat terbatas bahkan tertinggal dari daerah lainnya. Hal ini dikarenakan letak geografis Papua yang berada di pegunungan sehingga akses transportasi hingga teknologi juga terhambat.
Keterbatasan ini mau tak mau berdampak pada minimnya fasilitas bagi anak-anak Papua, khususnya yang berada di daerah pedalaman Papua seperti Pulau Mansinam. Di sana, tingkat buta huruf masih tinggi dan pengajar sangat minim jumlahnya sehingga berdampak pada pemerataan pendidikan anak-anak.
Padahal, jarak Pulau Mansinam hanya delapan kilometer dari Ibukota provinsi Manokwari, Papua Barat, sehingga bisa dibilang bukanlah daerah terpencil. Namun, letak geografis Pulau Mansinam yang didominasi pegunungan menjadi semacam penghalang bagi warga untuk mengakses fasilitas dan sarana prasarana pendidikan. Akibatnya, tak sedikit anak-anak yang masih belum menguasai pelajaran dasar seperti membaca, menulis dan berhitung.
Keresahan yang Melahirkan Papua Future Project
Kondisi Pulau Mansinam yang jauh dari tuntas buta aksara menggelitik sisi empati seorang pemuda Papua. Bhrisco Jordy Dudi Padatu yang dilahirkan dan dibesarkan di Papua tergerak untuk mendobrak batasan-batasan yang menghambat pendidikan anak-anak Papua. Ia bertekad untuk berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak dan pemuda yang nantinya menjadi penggerak masa depan Papua.
Dalam perjalanannya untuk menggali lebih lanjut masalah pendidikan di Pulau Mansinam, Bhrisco menemukan kenyataan lain yang menyedihkan bahwa masih banyak anak kelas 5 dan 6 yang tidak dapat membaca lancar. Sedangkan, mereka dituntut untuk mengikuti kurikulum nasional. Di samping itu, Pulau Mansinam hanya memiliki satu sekolah dasar. Sedangkan peran guru juga jauh dari maksimal karena baru datang di sekolah pada pukul 9 dan pulang saat waktu menunjukkan pukul 12 siang. Jam belajar sangat pendek dan tidak efektif untuk anak.
Berangkat dari simpati dan keresahan Putra Papua tersebut, lahirlah sebuah komunitas literasi yaitu Papua Future Project. Komunitas besutan alumni President University ini bertujuan untuk menciptakan pendidikan gratis dan berkelanjutan yang mendukung dan dan membantu anak-anak pedalaman Papua dengan berbagai fasilitas literasi seperti perpustakaan dan pelatihan bagi para pendidik.
Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan holistik atau kontekstual yang dibuat sedekat mungkin dengan budaya dan kebiasaan sehari-hari anak. Dalam hal ini, Papua Future Project mendapatkan dukungan dari para dosen UNICEF untuk membangun sistem belajar yang efektif bagi anak-anak Papua.
Gebrakan kebaikan yang diinisiasi Brisco Jordy Dudy Padatu melalui Papua Future Project ini kini telah berhasil menjangkau 14 kampung di Papua Barat Daya dan Papua Barat yang memiliki 8 kabupaten dan kota serta telah berhasil membina sekitar 725 anak. Percepatan ini salah satunya terjadi karena Bhrisco melalui Papua Future Project memenangkan SATU Indonesia Awards pada 2022 yang lalu.
Ke depannya, Bhrisco menargetkan 100 kampung pada tahun 2025 yang akan datang. Bhrisco bersama Papua Future Project telah membuktikan dan akan terus berupaya untuk mengurangi angka buta huruf di Papua. Selain itu, Bhrisco berkomitmen untuk menghadirkan pendidikan yang inklusif dan merata sehingga semua anak Papua mendapatkan pendidikan yang layak.
Bhrischo Jordy Dudy Padatu melalui Papua Future Project berhasil membuktikan sekaligus menginspirasi kita bahwa sebuah gebrakan yang berdampak positif sangat mungkin terjadi jika dilakukan dengan kerja sama dan memberikan dukungan penuh terhadap dunia pendidikan yang menjadi pondasi kemajuan yang berkelanjutan bagi masyarakat.