“Buk, Ibuk tuh enggak bosan apa di rumah terus? Aku aja yang setiap hari sekolah, bosan kalau hari Sabtu Minggu di rumah saja. Ayah juga. Lha Ibuk tiap hari. Nyuci, masak, nyapu, baca, nulis. Nyuci, masak, nyapu, baca, nulis. Apa enggak capek?”
Pertanyaan seperti ini tak hanya sekali dua kali mampir di telingaku. Enggak cuma Najwa, yang memang sangat senang bertanya dan mengomentari segala sesuatu yang kulakukan. Kini, Najib pun seolah tak mau ketinggalan. Mereka sangat sering mengomentari aktivitas sehari-hari Ibunya—yang bisa dibilang terlalu sibuk untuk ukuran “pengangguran”.
Ibu Juga Manusia, Boleh Mengeluh!
Iya, menjadi ibu rumah tangga kerap kali terlihat santai karena “nganggur”, sekaligus membosankan karena itu-itu saja.
Harus kuakui, untuk urusan waktu memang sangat fleksibel. Tetapi, tidak begitu halnya dengan pekerjaan rumah tangga. Karena pada dasarnya pekerjaan rumah tangga itu seperti mesin produksi yang tidak pernah ada saklar off-nya. Begitu selesai satu pekerjaan, pasti akan datang pekerjaan yang baru. Dan, ketika kita menunda satu saja, maka hadiah berupa tumpukan pekerjaan siap membuatku kepayahan laksana Cinderella, minus pangeran dan sepatu kaca.
Selain itu, pekerjaan rumah tangga juga sangat membosankan dan enggak terlihat keren. Itu yang membuatku sempat galau saat masa transisi dari status ibu bekerja.
Belum lagi masalah kesepian dan enggak punya teman. Hm, rasanya aku sudah hampir “meledak”. Enggak kuat, Bang! Mending nyari duit dan bayar orang saja, daripada harus berhadapan dengan ini semua. Begitu bisikan setan yang paling sering terdengar.
Sebagian besar ibu rumah tangga sepertiku—yang berkegiatan hampir 24 jam di dalam rumah—mungkin merasakan hal serupa dengan apa yang kurasakan. Wajar, apalagi kalau kita sempat bekerja, atau berkegiatan di luar rumah. Pasti ada kalanya merasa “rindu”.
Belum lagi kalau tipe orangnya extrovert seperti aku. Waduh, jangan ditanya bagaimana nano-nanonya ketika berganti status dan hampir 24 jam hanya bersama bayi atau balita. Rasanya betul-betul sepi dan sendiri. Kepala penuh dengan ribuan kata yang ingin dimuntahkan ketika suami pulang.
Sayangnya, keinginan memuntahkan ribuan kata itu seringkali kalah dengan kantuk atau kecapekan. Ujung-ujungnya sepi, jenuh dan capek lagi. Begitu terus setiap hari kalau tidak pintar-pintar mencari solusi.
Baca juga: 33 Ide Hobi untuk Ibu Rumah Tangga
Mengalihkan Rasa Sepi dengan Melakukan Kesenangan
Tidak sedikit praktisi, atau pakar psikologis yang menganjurkan agar ibu rumah tangga memiliki aktivitas khusus yang berkaitan dengan kesenangan. Mungkin hobi, atau kerja sampingan bisa dibilang efektif untuk mengalihkan perasaan sepi dan bosan.
Hobi pun tak melulu yang bersifat menghasilkan, loh! Jadi boleh banget kalau sifatnya hanya untuk bersenang-senang.
Misalnya menonton drakor, yang terbukti ampuh menemani para ibu melewati beratnya hari-hari di dalam rumah. Mencoba aneka resep, yang seringkali malah berujung bisnis. Menulis, seperti yang belakangan ini terus kulakukan. Sekedar bermain-main dengan bahan kerajinan untuk membuat mainan dengan anak-anak. Atau apa sajalah, yang penting bisa mengalihkan kesepian. Meskipun kadang-kadang hanya sesederhana menonton video Liziqi di channel youtube-nya.
Baca juga: 7 Tips Sederhana Agar Seimbang Menjalankan Peran sebagai Perempuan Berumah Tangga
Mengambil Hal Positif dari Rutinitas yang Terlihat Menjemukan
Memang, hidup seringkali tak sempurna dalam kacamata kita. Padahal, tidak sedikit yang ingin menjalani kehidupan yang sedang kita jalani. Urip kuwi sawang sinawang, begitu orang Jawa bilang. Hal ini seolah mengingatkan kita, bahwa selalu ada nilai positif dari setiap hal yang kita jalani. Dalam hal ini menjadi ibu rumah tangga dan hampir 24 jam berada di dalam rumah.
Bagaimana cara seorang ibu survive menjalani beragam kegiatan yang terus berulang. Bagaimana cara mengelola perasaan bosan, kesepian, hingga mengalihkan energi untuk melakukan hal-hal positif. Tidak ketinggalan urusan disiplin waktu, komitmen dan kreatifitas. Rasanya semua hal tersebut sayang jika tidak kita tularkan pada anak-anak.
Nah, kalau boleh kurangkum, nih, setidaknya ada 4 nilai positif yang bisa ditularkan kepada anak dari kegiatan ibu yang mayoritas hanya di dalam rumah.
Baca juga: Manajemen Waktu untuk Ibu Rumah Tangga
4 Hal Positif yang Bisa Dipelajari Anak dari Kegiatan Ibu di Dalam Rumah
1. Disiplin waktu
Bangun sebelum subuh kemudian menyiapkan aneka bahan makanan di dapur. Mengecek perlengkapan sekolah yang telah disiapkan anak-anak. Menyiapkan bekal, mengantar anak-anak ke sekolah, mencuci piring dan pakaian, membereskan rumah, kemudian mandi dan mengoleskan skincare. Er… ini aku banget, hahaha.
Hampir setiap ibu memiliki jadwal yang jelas bahkan kadang-kadang terlampau detil. Dan hebatnya lagi, mereka selalu disiplin menjalankan jadwal tersebut. Padahal, kalau dipikir-pikir bisa saja kan semau gue, tapi kenyataannya ibu-ibu telah menciptakan sendiri pola rutinitasnya. Bekerja dengan profesional bahkan tanpa ada yang memintanya bersikap profesional.
Pola seperti ini, menurutku sangat baik untuk diduplikasi anak. Tentu kita tidak sedang mencetak anak-anak menjadi seperti kita. Tapi setidaknya, kebiasaan baik—disiplin waktu— yang setiap hari ibu-ibu lakukan merupakan model yang bisa diteladani anak.
2. Kemampuan mengalihkan jenuh dan bosan.
Pekerjaan rumah tangga hampir pasti selalu sama setiap harinya. Selalu itu-itu saja dan terus berulang. Bosan? Jenuh? wajar. Tapi ibu-ibu paling ahli dalam mengalihkan kebosanannya.
Nonton drakor sambil setrika? Cocok!
Mendengarkan musik sambil beberes rumah? Asyik!
Membaca komik un-faedah sambil menunggu mesin cuci berhenti berputar? Itu aku.
Semua bisa dilakukan demi meminimalisir rasa bosan dan kejenuhan.
Untuk mengatasi perasaan bosan dan jenuh tidak harus jalan-jalan. Kalau rezeki lagi oke sih, enggak apa-apa. Tapi enggak mungkin juga dong, mau jalan-jalan setiap hari atau akhir pekan?
Nah, cara-cara seperti inilah yang perlu untuk ditanamkan pada anak. Kalau perlu pada suami juga—yang biasanya kalau weekend selalu ngeluh bosan di rumah, padahal Senin sampai Jumat selalu di luar rumah.
Perasaan bosan itu manusiawi, kok! Yang penting, bagaimana kita mengalihkannya.
Baca juga: Resign Tetap Produktif dengan 7 Hobi Ini!
3. Kemauan untuk berdaya
Teman-teman pernah enggak ketemu dengan teman lama—sesama ibu rumah tangga—yang dulunya jarang ke dapur, enggak suka jahit, enggak jago dandan. Nah, giliran statusnya di rumah, mereka justru menguasai keterampilan khusus yang selama ini enggak pernah dibayangkannya.
Iya, aku selalu salut dengan kemauan ibu-ibu untuk memberdayakan dirinya. Mereka mau belajar meskipun tidak disuruh belajar. Mereka mau mencoba, meskipun tidak selalu didesak kebutuhan.
Bayangkan, betapa beruntungnya anak-anak yang setiap hari melihat kebaikan seperti ini dari ibu-ibu mereka. Hal sederhana yang seringkali bahkan tidak kita sadari nilai positifnya bagi anak. Tapi ketika mereka terus melihat, bukan tidak mungkin akan menjadi satu pelajaran berharga untuk masa depan.
4. Keahlian menjalankan berbagai peran
Hampir setiap ibu memiliki keahlian ini. Baik ibu yang bekerja di luar rumah, maupun ibu rumah tangga. Ibu-ibu memang ahlinya multitasking dan menjalankan banyak peran.
Menjadi guru, chef, teman ngobrol, perawat, perencana keuangan bahkan driver. Semua bisa dilakukannya meskipun tidak memiliki background keterampilan khusus. Pada awalnya memang mungkin terdengar tidak mungkin. Tapi, nyatanya bisa. Selain karena dorongan naluri keibuan, hal ini dikarenakan kemampuan multitasking yang Tuhan berikan dalam porsi besar pada seorang wanita—ibu.
Sebenarnya empat hal di atas pun belum cukup untuk mewakili nilai positif yang bisa seorang ibu ajarkan pada anak. Masih banya, karena sejatinya perempuan itu memang diciptakan mulia, apalagi dengan perannya sebagai seorang ibu.
Tetapi, setidaknya yang empat di atas cukuplah untuk menjadi pembangkit semangat bagi ibu-ibu yang hampir 24 jam berada di dalam rumah. Dengan menyadari bahwa hal-hal yang sebelumnya terlihat kurang keren dan membosankan, ternyata ada nilai positif yang bisa diambil teladan untuk anak-anak kita.
Jadi, Bu, tetap bahagia ya, meskipun cucian menggunung di kamar belakang. Nonton drakor dulu, sambil gegoleran, biar lelahnya tidak berubah jadi amarah.
Aku mengalami masa transisi 2 tahun yang lalu. Sekarang sudah lebih menikmati ☺️
Iya sih, kebayang kalau akhirnya memutuskan jdi IRT gimana ya. Krn sejak lulus kuliah, aku taunya ya kerja senin smpai jumat. Sabtu minggu masih jalan2 lagi. Di rumah cuma numpang tidur aja hehe. Pasti proses adaptasinya bikin galau ya hehehe,
makasih sharingnya
Itu aku banget Mbak, ibu rumah tangga yang full di rumah. Dulu juga pernah kerja sebelumnya, tetapi memilih resign demi momong buah hati. Setuju dengan sikap profesional ibu dalam menjalankan aktivitas hariannya. Biar punya waktu me time juga, kalau pekerjaan sudah selesai sesuai jadwal. Bener gak Mbak ?
Aku ngalamin banget ini mba Damar, 3 tahun on off an full jadi IRT tanpa ART kayanya emang kembali ke kitanya ya, menikmati atau engga emang kita yang ngatur, aku dulu me time nya cuma baca buku beberapa lembar sehari atau jahit apaa gitu udah seneng banget.
Aku pernah berada pada titik itu mbak, jenuh, lelah dan berontak, lalu diingatkan sama suamiku untuk melihat perempuan yang punya beban lebih berat, dan ternyata banyak juga (padahal itu baru di lingkungan terdekat). Mereka yang single parent, yang LDM, atau bahkan yang menjomlo sampai usia dewasa. Karena sebenarnya suami juga nggak melarang untuk punya “me time” seperti ketemuan dengan teman. Hiks jadi malu setelah protes, eh kok jadi tsurhat
Iya…kudu bahagia dan punya hobby biar engga jenuh. Dulu aku hobby jahit, anak² suka ta’ bikinin piyama kembaran. Wkwkwk…
Siang engga usah tidur, spy malem tidur cepet. Trus aku nonton film. Hihi…Film di TV kan mulai jam 20:00. Eh…pas seru²nya, bocah ngelilir…Wesss…buyar…
Cuma ibuk yang tahu gimana rasanya mengelola amarah jadi energi positif saat barengan ama anak yo mba.. padahal sakjane buanyaaak yang yang dipengenin. Trus kalo ibuk jadi marah, jadi omelan banyak orang huuff hahahha.. #curcol