Stop Anemia Defisiensi Besi pada Perempuan dan Anak-Anak

Saat masih sekolah dulu, saya sering melihat teman perempuan saya pingsan entah saat upacara pengibaran bendera atau ketika olahraga. Seingat saya, sebagian besar teman perempuan saya itu pingsan ketika sedang mengalami siklus menstruasi bulanan. Kondisinya pun berbeda-beda, ada yang tiba-tiba lemas kemudian jatuh begitu saja. Namun, ada juga yang benar-benar sampai tidak sadarkan diri, hingga akhirnya dijemput pulang oleh keluarganya.

Saya sendiri belum pernah mengalami hal serupa. Tetapi, saya memang sangat sering menemani teman-teman saya yang sakit tersebut untuk beristirahat di Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Seringkali kondisi teman-teman saya itu terlihat memprihatinkan. Selain pucat dan bibirnya terlihat putih, mereka juga sangat lemah, bahkan untuk berdiri pun mereka tidak sanggup.

Beberapa tahun kemudian, saya baru tahu bahwa gangguan kesehatan seperti yang dialami teman-teman saya ini bernama anemia. Tidak hanya pada remaja perempuan, anemia juga rentan menyerang ibu hamil dan menyusui, bahkan pada anak-anak.

Anemia dan Tantangan Lintas Generasi

Secara umum, anemia adalah suatu kondisi ketika jumlah sel darah merah lebih rendah dari jumlah normal. Selain itu, anemia juga disebabkan karena sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya organ dalam tubuh tidak cukup mendapatkan pasokan oksigen sehingga membuat penderitanya menjadi lemah, pucat bahkan sakit kepala.

Anemia adalah salah satu permasalahan yang masih dialami oleh banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Anemia sangat rentan menyerang perempuan khususnya ibu hamil, dan anak-anak.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa prosentase anemia pada ibu hamil mencapai 41,8% dari seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia sendiri, penderita anemia pada ibu hamil mencapai 37,1% kemudian meningkat menjadi 48,9 % pada tahun 2018, dengan kecenderungan penderita berada pada usia antara 18-24 tahun.

Bagaimana dengan kasus anemia pada anak-anak? Ternyata prosentasenya juga masih tinggi, bahkan pada tahun 2018 mengalami peningkatan hingga 50%. Hal ini dikarenakan faktor kecukupan zat besi pada anak-anak yang kurang diperhatikan oleh para ibu. Padahal, kebutuhan zat besi ini telah dimulai sejak nol tahun, bahkan sejak dalam kandungan hingga 1000 hari pertama kehidupan anak.

Sebagian besar kasus anemia pada ibu hamil disebabkan karena penderita mengalami defisiensi besi, atau disebut Anemia Defisiensi Besi. Sedangkan, anemia defisiensi besi pada ibu hamil berkaitan erat dengan siklus stunting. Di mana jika seorang ibu mengalami malnutrisi saat hamil, maka besar kemungkinan akan melahirkan bayi underweight yang berisiko stunting. Sedangkan anak-anak stunting sangat berisiko tumbuh menjadi remaja yang mengalami malnutrisi. Jika hal ini terjadi pada bayi perempuan, maka besar kemungkinan siklus stunting ini akan diteruskan pada generasi berikutnya.

Pengertian Anemia Defisiensi Besi

Anemia Defisiensi Besi adalah salah satu jenis anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi yang mengakibatkan menurunnya sel darah merah yang sehat. Zat besi diperlukan tubuh untuk menghasilkan hemoglobin (Hb). Hemoglobin sendiri merupkan salah satu komponen sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen dalam sel darah merah untuk disebarkan ke seluruh jaringan dalam tubuh.

Nah, berapakah kebutuhan zat besi normal pada perempuan, dan anak-anak? Berikut informasi yang telah saya rangkum dari Tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2019:

1.Kebutuhan zat besi pada bayi dan anak-anak

  • Usia 0-5 bulan : 0,3 mg
  • Usia 6-11 bulan: 11 mg
  • Usia 1-3 tahun: 7 mg
  • Usia 4-6 tahun: 10 mg
  • Usia 7-9 tahun: 10 mg

2. Kebutuhan zat besi pada perempuan

  • Usia 10-12 tahun: 8 mg
  • Usia 13-18 tahun: 15 mg
  • Usia 19-49 tahun: 18 mg
  • Usia 50-80+ tahun: 8 mg

3. Kebutuhan zat besi pada ibu hamil

Pada trimester pertama kehamilan, ibu hamil tidak memerlukan tambahan zat besi  di luar kebutuhan normal. Sedangkan pada trimester kedua dan ketiga, ibu hamil memerlukan tambahan zat besi hingga 9 mg dari kebutuhan normal.

4. Kebutuhan zat besi pada ibu menyusui

Ibu menyusui tidak memerlukan tambahan zat besi di luar kebutuhan normal yang ditentukan berdasarkan usia ibu.

Gejala dan Dampak Anemia Defisiensi Besi

1.Gejala anemia defisiensi besi pada ibu hamil

  • Bagian wajah, terutama area kelopak mata dan bibir terlihat pucat.
  • Kurang nafsu makan
  • Lesu dan lemah
  • Cepat lelah
  • Sering pusing
  • Mata berkunang-kunang.

2. Gejala anemia defisiensi besi pada anak-anak

  • Sering rewel
  • Terlihat lemas
  • Pusing
  • Tidak memiliki nafsu makan
  • Mengalami gangguan konsentrasi
  • Mengalami gangguan pertumbuhan
  • Cenderung mengantuk
  • Tidak aktif bergerak

3. Dampak anemia defisiensi besi pada ibu hamil

Anemia defisiensi besi pada ibu hamil dapat memengaruhi kondisi kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Berikut beberapa dampak yang mungkin terjadi:

  • Risiko mengalami kehamilan dengan pre eklampsia
  • Risiko kelahiran bayi prematur
  • Terjadinya gangguan pertumbuhan janin
  • Risiko gangguan fungsi jantung
  • Meningkatnya risiko infeksi
  • Risiko pendarahan setelah persalinan

4. Dampak anemia defisiensi besi pada anak-anak

Anemia defisiensi besi pada anak dapat menyebabkan dampak lebih serius dan memengaruhi masa depannya jika dibiarkan terjadi dalam jangka panjang, di antaranya:

  • Menurunnya daya tahan tubuh
  • Prestasi cenderung menurun
  • Menurunnya kebugaran tubuh
  • Menurunnya kinerja anak saat dewasa
  • Peningkatan risiko infeksi pada anak

Penyebab Anemia Defisiensi Besi

Penyebab utama anemia defisiensi besi adalah kurangnya kandungan zat besi dalam tubuh. Zat besi sendiri terdiri dari dua jenis.

  1. Zat besi heme : zat besi yang mudah diserap tubuh, yang berasal dari bahan pangan hewani
  2. Zat besi non heme: zat besi yang lebih lama diserap tubuh, yang berasal dari bahan pangan nabati.

Selain kebutuhan zat besi yang tidak mencukupi, anemia defisiensi besi juga sangat dipengaruhi oleh pola asupan nutrisi sehari. Pada orang dewasa, pola asupan nutrisi yang rentan menyebabkan anemia dipengaruhi oleh:

  • Asupan zat besi rendah terutama besi heme.
  • Asupan Vitamin C rendah.
  • Konsumsi sumber fitat yang berlebihan
  • Konsumsi sumber tanin yang berlebihan.
  • Menjalankan diet yang tidak seimbang.

Sedangkan pada anak-anak, pola asupan sehari-hari yang berisiko menyebabkan kekurangan zat besi, yaitu:

  1. Picky eater atau terlalu memilih makanan.
  2. Asupan makanan tidak bervariasi
  3. Kondisi tertentu yang menyebabkan gangguan penyerapan makanan.
  4. Kondisi tertentu yang menyebabkan asupan besi  rendah (misalnya alergi asupan besi heme)

Stop Anemia Defisiensi Besi dengan Asupan Nutrisi Seimbang

Jika melihat berbagai dampak yang dapat ditimbulkan oleh anemia defisiensi besi, sepertinya kita tidak bisa mengelak lagi untuk segera melakukan pencegahan. Bersama dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait, kita dapat memulainya dari lingkungan terkecil,  yaitu keluarga.

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah anemia meliputi:

  1. Membiaskaan diri untuk memulai konsumsi asupan nutrisi seimbang dan bervariasi.
  2. Mengonsumsi sumber makanan zat besi, baik dari zat besi heme maupun non heme.
  3. Memperhatikan variasi dan konsumsi zat besi serta faktor yang dapat menghambat penyerapannya. Misalnya, jika mengonsumsi zat besi non heme usahakan untuk mengimbangi dengan konsumsi Vitamin C yang dapat mempercepat proses penyerapan oleh tubuh. Sebaliknya, kurangi konsumsi kopi atau teh yang dapat menghambat penyerapan zat besi.
  4. Mengonsumsi tablet penambah darah jika diperlukan.

Di samping itu, kita perlu memberikan perhatian terhadap jenis produk pangan yang beredar di masyarakat. Mulai dari air minum hingga makanan ringan, rasanya kita perlu memilih produk yang mengutamakan kesehatan dan mendukung perbaikan kualitas hidup manusia.

Dari Danone Indonesia untuk Planet Kita

Jika berbicara tentang produk pangan kita pasti tidak asing dengan Danone Indonesia. Danone sebagai pionir industri makanan yang telah berdiri sejak tahun 1954, dan telah memiliki 20 pabrik dengan 15.000 pegawai serta 15 merek sangat peduli dengan kesehatan manusia dan kelestarian planet yang ditinggali.

Danone Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan “One Planet, One Health” yang berarti jika sebuah planet sehat maka manusia di dalamnya juga sehat. Dalam hal ini tentu saja bumi yang menjadi tempat kita berpijak. Planet dan manusia memiliki hubungan yang sangat erat, sehingga Danone berkomitmen untuk menerapkan kebiasaan makan dan minum yang sehat dan memperhatikan alam.

Danone Indonesia melalui Bapak Arif Mujahidin,  Corporate Communications Director Danone-Indonesia,  menjelaskan tentang berbagai kegiatan Danone Indonesia untuk mewujudkan masyarakat sehat dan terbebas dari masalah gizi. Beberapa di antaranya, yaitu:

1. Isi Piringku

Sebuah kegiatan untuk mengedukasi konsumsi makanan bergizi yang melibatkan anak-anak usia PAUD bersama guru dan para ibu.

2. AMir atau Ayo Minum Air

Sebuah edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya konsumsi air minum antara 7 hingga 8 gelas per hari.

3. Aksi Cegah Stunting

Merupakan program perbaikan gizi pada daerah-daerah khusus yang ditunjuk. Program ini berhasil menurunkan angka stunting hingga 43% selama 6 bulan.

4. Warung Anak Sehat

Sebuah usaha penyediaan makanan dan minuman sehat di kantin-kantin sekolah yang melibatkan para penjual kantin, sehingga anak-anak tidak jajan sembarangan. Hal ini diharapkan dapat memengaruhi daya pikir dan prestasi siswa.

Selain itu Danone Indonesia juga telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan dan gizi. Danone juga merambah edukasi untuk remaja dan usia-usia produktif, serta telah melakukan berbaia program seperti: GESID, membuat stand edukasi di Taman Pintar Yogyakarta dan menyelenggarakan Duta 1000 pelangi untuk mewujudkan seluruh komitmennya.

Sebagai orangtua sekaligus seorang perempuan, saya menyadari besarnya risiko anemia khususnya anemis defisiensi besi untuk masa depan anak-anak saya, khususnya Najwa yang sebentar lagi menginjak masa pubertas. Saya bersyukur karena dapat menyiapkan sendiri asupan pangan bervariasi untuk keduanya.

Mata rantai anemia defisiensi besi lintas generasi harus segera diputus agar Indonesia memiliki generasi berkualitas di masa depan. Tak perlu menunggu kapan, karena sekarang juga kita bisa memulainya. Dari keluarga kita dan untuk kehidupan anak-anak kita di masa depan.

 

 

 

 

Leave a Comment