Penyebab, Gejala dan Cara Menangani Speech Delay

speech delay
Pexels.com
Masalah speech delay dan speech disorder yang pada awalnya dianggap lebih banyak dialami anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Ternyata tidak sepenuhnya benar. Fakta ini saya dapatkan setelah memposting artikel dengan tema serupa tapi khusus membahasnya dari segi anak laki-laki. Berdasarkan pengalaman saya bersama si kecil Najib yang memang cenderung telat berbicara dibandingkan kakaknya.
Saya banyak menerima komentar di blog dan juga inbox mengenai pengalaman orang tua dengan anak yang mengalami speech delay. Atau Teman-teman yang bersinggungan langsung dengan anak-anak speech delay, tapi tidak dengan jenis kelamin laki-laki. Atau lebih jelasnya, mereka yang kemudian saya ajak berdiskusi adalah orang-orang dengan pengalaman menghadapi speech delay pada anak perempuan.
Mengejutkan, karena pada awalnya saya lebih banyak menemukan kasus speech delay pada anak laki-laki. Tapi kemudian, berbekal sharing pengalaman dan membaca lebih banyak sumber bacaan mengenai speech delay atau speech disorder pada anak. Saya pun menemukan beberapa hal yang baik secara langsung ataupun tidak sengaja dapat menghambat perkembangan berbicara dan berbahasa anak. Beberapa di antaranya sebagai berikut:

Penyebab Speech Delay 

speech delay
1. Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran jelas sangat mengganggu tahap tumbuh kembang anak.  Bagaimanapun juga, anak belajar dan menangkap memori berdasarkan apa yang didengarnya. Gangguan pada organ pendengaran mau tak mau memengaruhi informasi yang dapat diterima dan diolah otak, untuk kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk ucapan atau bahasa.

Gangguan pendengaran pada anak sendiri bisa disebabkan oleh beberapa hal. Misalnya trauma, infeksi baik saat masih dalam kandungan atau setelah lahir, kelainan bawaan, kelainan genetik, juga konsumsi obat-obatan pada ibu hamil.

Jadi ada banyak sekali penyebab gangguan pendengaran itu sendiri. Dan hal ini harus benar-benar diperhatikan orang tua bahkan sejak si kecil masih dalam kandungan.
2. Kelainan organ bicara
Kelainan organ bicara bisa berupa lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan rahang bawah, bibir sumbing dan kelainan pada langit-langit mulut.
Pada anak yang memiliki lidah pendek, mereka cenderung susah menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan beberapa huruf seperti “t”, “n”, “l”. Sedangkan pada anak dengan bibir sumbing, sering kali mengalami penyimpangan resonansi berupa suara hidung pada huruf dengan tekanan tinggi. Misalnya “s”, “k”, “g”.
Berbeda dengan anak yang memiliki kelainan pada bentuk gigi dan rahang bawah, mereka cenderung mengeluarkan desah saat mengucapkan “f”, “v”, “s”, “z”, ‘th”.
Saya sempat menemukan kejanggalan pada anak perempuan saya, saat dia mengucapkan huruf  “s”. Selain berdesah, Najwa mengucapkannya seperti “ets”. Tapi seiring pertumbuhan giginya yang mulai rapi dan didukung pemeriksaan rutin pada dokter gigi, maka masalah itu pun kini mulai teratasi.
3. Kasus speech delay pada anak laki-laki
Hal ini sudah saya bahas pada artikel pertama. Bahwa anak laki-laki cenderung telat berbicara karena tabungan kosakatanya pun jauh di bawah anak perempuan.
Untuk penjelasan lebih detil mengenai speech delay pada anak laki-laki. Teman-teman bisa buka link di bawah ini.
4. Autisme
Pada anak yang memeiliki kecenderungan autisme, masalah perkembangan bicara dan bahasa sering kali menjadi momok dan dianggap sebagai gangguan yang berat. Memang saya menjumpai sejumlah anak dengan gangguan autisme mengalami permasalahan ini. Tapi tidak sedikit juga saya jumpai anak-anak dengan kecenderungan autisme memiliki kecakapan berbahasa yang jauh di atas rata-rata usianya.
Beberapa bahkan berbicara tema yang terlalu berat, berkomunikasi dengan bahasa asing, dan mampu mendeskripsikan segala hal yang ada dalam imajinasinya. Ya, memang hal ini tidak sepenuhnya sama pada setiap anak. Karena faktor pengasuhan yang didukung dengan terapi bisa jadi memberikan progres yang berbeda.
5. Kurang stimulus dari lingkungan
Sering kali orang tua menganggap anak bermasalah dalam mengembangkan kemampuan berbicara dan berbahasa karena ada “faktor x” pada dirinya. Padahal, tidak sedikit pula yang mengalami gangguan ini dikarenakan faktior yang tidak disengajakan. Contohnya karena kurang stimulasi dari orang-orang terdekatnya.
Tingkat kesibukan atau faktor sifat pendiam para orang tua sering kali membuat anak tidak mendapatkan ransangan untuk berbicara. Alih-alih berinteraksi dalam cerita atau obrolan, anak lebih banyak menghabiskan waktu dalam dunianya sendiri bersama mainan.
Pada beberapa kasus, penggunaan gadget atau menonton televisi yang terlalu berlebihan juga bisa memicu masalah ini. Untuk itu, perlu pendampingan dan batasan dari orang tua terkait segala hal yang menyebabkan anak sibuk dengan dunianya sendiri.
Beberapa pakar menyebutkan bahwa penggunaan dua bahasa juga dapat memengaruhi perkembangan bahasa anak. Terus terang saya belum menemukan masalah ini secara langsung. Hanya saja, rasanya masuk akal jika anak mengalami masalah berbicara karena “bingung kosakata”.
Untuk itu, ada baiknya menentukan bahasa mana yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari, khususnya pada awal tumbuh kembang anak. Atau jika memang menghendaki menggunakan dua bahasa, ada baiknya tidak mencampur dalam satu kalimat utuh.
Masalah gangguan berbicara memang bisa dibilang mengkhawatirkan. Tapi, masalah ini sebenarnya bisa diamati dengan seksama, sebelum si anak benar-benar mengalami keterlambatan yang terlalu jauh  dari rentang usianya. Sekali lagi di sini orang tua memiliki peran yang sangat penting.
Orang tua disarankan untuk selalu memantau perkembangan anak terlebih pada awal kehidupannya. Antara usia 0 hingga 5 tahun yang merupakan masa-masa emas sekaligus masa krusial. Jika merasa menemukan sesuatu yang ganjil seperti beberapa hal berikut ini, maka orang tua bisa segera melakukan tindakan preventif. Apa sajakah itu?
Gejala Keterlambatan Berbicara yang Bisa Diamati
speech delay
Usia 1 tahun atau 12 bulan
Anak cenderung diam, tidak suka mengoceh atau mengucapkan apapun. Tidak merespon orang yang mengajaknya berbicara. Saat anak menginjak usia 1 tahun, setidaknya mereka mampu mengucapkan 1 atau 2 kata, mengenali nama , menirukan suara dan memahami perintah sederhana.
Usia 18 bulan
Masih diam dan tidak suka mengoceh. Idealnya, pada usia 18 bulan anak sudah memiliki sekirtar 5 hingga 20 perbendaharaan kata. Termasuk dapat menyebutkan nama atau sebutan bagi orang lain.
Usia 2 tahun
Belum mengucapkan kata dan lebih banyak menggumam atau menunjuk untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Usia 2,5  tahun
Belum memiliki banyak perbendaharaan kata yang cukup dan cenderung berbicara dengan mengucapkan suku kata. Idealnya, pada usia ini anak sudah mengenali dan mampu menyebutkan anggota badan, mengenali warna dan dapat merangkai kalimat pendek dan sederhana.
Usia 3 tahun
Pada usia ini, saat orang tua merasa tidak mampu memahami apa yang anak ucapkan, maka tidak salah jika mulai merasa curiga. Bagi sebagian anak memang pengucapannya masih belum jelas karena masalah cadel, tapi ada juga yang tidak jelas karena ucapannya benar-benar tidak dapat dipahami.
Sekitar usia 3 tahun, anak sudah mulai bercerita sederhana. mereka mulai dapat mengungkapkan perasaan dan menceritakan kejadian yang dilihat atau dialaminya dengan kalimat pendek sederhana. Kosakatanya pun semakin banyak, sekitar 1000 kata.
Tapi kembali lagi, setiap anak memang unik. Begitu pun dengan tahapan tumbuh kembangnya yang bisa jadi juga berbeda satu dengan yang lainnya. Maka dari itu mengamatinya adalah hal yang mutlak dilakukan. Dan, apabila menemukan gejala tertentu yang dikhawatirkan dapat menghambat keterampilan berbicaranya, maka tak perlu menunda untuk melakukan penanganan.
Beberapa cara berikut dapat dilakukan untuk menstimulus dan mencegah terjadinya gangguan terlambat bicara agar tidak semakin larut.
Penanganan Speech Delay pada Anak 
speech delay
1. Membangun komunikasi dengan anak
Di luar adanya gangguan organ atau kelainan genetis, keterampilan berbicara merupakan suatu hal yang bersumber dari kebiasaan. Seperti yang kita tahu, anak kecil baru pertama memelajari segala hal, termasuk berbicara dan berbahasa.
Membangun komunikasi yang intens antara anak dan orang tua adalah salah satu cara yang paling mudah untuk mengenalkan pada mereka aktivitas berbicara. Mengenalkannya pada banyak kosakata baru, kalimat perintah sederhana, menambah informasi yang selanjutnya akan direkam dalam memori otak anak.
Cara ini sangat mudah ditiru anak. Bahkan, secara tidak langsung mereka akan belajar bagaimana mengekspresikan perasaan, mendeskripsikan keadaan, merangkai kata dalam kalimat. Bangun komunikasi dengan anak sejak sedini mungkin, atau bahkan sejak si kecil masih di dalam kandungan.
2. Tunjukkan orang tua “ada” baik raga maupun rasa 
Saat mengajak anak berkomunikasi, pastikan orang tua “ada”, bukan sekedar raganya saja. Perasaan yang turut dihadirkan pada saat berbicara dengan anak secara tidak langsung menimbulkan rasa nyaman dan berarti bagi mereka.
3. Mengulang dan megoreksi ucapannya
Jika anak sudah mulai bersuara, atau berbicara namun tidak jelas dalam pelafalannya. Maka usahakan selalu mengulang apa yang diucapkannya. Atau jika mereka menggunakan isyarat untuk menunjukkan suatu hal, pastikan orang tua memperjelas dengan kalimat.
Misalnya, si kecil menunjuk gelas, maka orang tua bisa mengucapkan, “Adik, minta minum?”. Atau jika si kecil berkata, “Adik aem,” maka ulangi dengan pelafalan yang lebih jelas untuk mencontohkan pengucapan yang benar. Seperti kata berikut, “Adik mau makan?” Dengan begitu anak akan terbiasa dengan pelafalan dan kosakata yang benar sekaligus memahami rangkaian kalimat sederhana.
4. Dampingi dan batasi penggunaan televisi dan gadget
Gadget dan televisi memang susah dipisahkan dari kehidupan kita. Saya pun mengacungkan jempol bagi keluarga yang berhasil membuat anak-anaknya steril dari kedua benda tersebut. Bagi saya pribadi memang sangat susah. Selain pekerjaan yang banyak saya handle dari gadget, televisi adalah salah satu pengalihan ketika saya harus mengerjakan satu atau 2 hal tanpa interupsi dari anak.
Contohnya saat saya sedang mandi. Karena kami hanya tinggal berempat tanpa anggota keluarga lain, sehingga dalam banyak kesempatan saya hanya bersama anak-anak atau bahkan hanya dengan si bungsu yang masih batita. Saya sengaja membuat si kecil nyaman, tenang dan merasa punya teman saat harus sendiri dengan bantuan televisi. Tentu saja dengan program acara yang mendidik.
Tapi, perlu diperhatikan seberapa sering dan berapa lama durasi waktunya. Baik penggunaan gadget atau menonton televisi saya tetap membatasi dan berusaha mendampingi. Sehingga tetap ada interaksi sekaligus menambahkan informasi yang dirasa perlu untuk mereka ketahui.
5. Paparkan pada aktivitas literasi
Tidak dapat dipungkiri, aktivitas literasi memang sangat menunjang perkembangan berbahasa anak. Kegiatan seperti membacakan buku cerita, mendongeng atau bernyanyi dianggap paling mudah dan menyenangkan. Selain terhibur, anak juga belajar banyak hal baru dari apa yang didengarnya. Cara ini juga sangat efektif untuk memasukkan nilai moral dan nasihat bagi mereka.
6. Melakukan pemeriksaan kepada ahlinya
Untuk keterlambatan berbicara yang disebabkan gangguan organ pendengaran, kelainan pada organ mulut atau  kecenderungan autisme. Maka berkonsultasi dengan ahli medis merupakan cara yang paling tepat. tentu saja tetap dengan stimulus yang bisa dilakukan di mana saja. Tapi orang tua perlu mendengarkan langsung bagaimana penanganan yang tepat secara medis. Termasuk jika harus ada tindakan atau terapi.
Hem, lumayan banyak juga yang harus diperhatikan pada tahap awal tumbuh kembang anak. Karena masa-masa ini memang sangat kritis sekaligus masa emasnya. Kelalaian sedikit saja bisa berakibat fatal dan berdampak besar pada masa depan anak.
Yang penting harus tetap semangat menjadi orang tua. Tidak lelah belajar dan mencoba. Bagaimanapun juga tidak ada satu sekolah pun untuk menjadi orang tua teladan. Dan tidak semua teori bisa dan cocok diterapkan pada anak-anak kita.
Belajar dari pengalaman orang lain dan menambah informasi merupakan salah satu cara untuk membekali diri dalam merawat anak-anak. Tapi pastikan kita menyadari keunikan anak-anak kita. Sehingga kita pun harus siap menjadi orang tua yang unik tanpa perlu merasa tertekan dengan orang tua yang lain.
(Referensi : Ayahbunda.com, Mom and Kiddie, TheAsianparents, Mommiesdaily, Alodokter.)

1 thought on “Penyebab, Gejala dan Cara Menangani Speech Delay”

Leave a Comment