Ada banyak cara untuk mengekspresikan kecintaan seseorang pada alam dan budaya bangsanya. Salah satunya melalui dunia fashion dengan mengangkat tradisi dan warisan budaya, seperti yang dilakukan oleh seorang Alfira Oktaviani. Tak hanya mempromosikan fashion dengan mengangkat kearifan lokal berupa kain lantung, Alfira yang juga seorang Sarjana Apoteker ini mengekspresikan kecintaanya pada seni, budaya, dan alam Indonesia dengan mengusung bisnis ramah lingkungan bernama Semilir Ecoprint yang berbasis di Sleman, Yogyakarta.
Ecoprint, Persembahan untuk Alam yang Menyediakan Banyak Warna
Meskipun teknik ecoprint belum lama dikenal di Indonesia, namun pesona keindahan dan keunikannya berhasil memikat pecinta seni dan fashion.
Ecoprint sendiri adalah teknik cetak alami yang memindahkan bentuk dan warna daun asli ke dalam kain melalui kontak langsung. Indonesia dengan kekayaan flora yang tak terhingga merupakan surga bagi pelaku teknik ecoprint. Tak hanya menyediakan berbagai bentuk dan corak daun yang unik, kekayaan flora di Indonesia juga menyediakan banyak warna yang mampu menghadirkan pesona pada selembar kain.
Keunikan lain dari ecoprint adalah karya yang dihasilkan tidak dapat direplika sama persis sehingga produk bersifat eksklusif. Selain itu, hasil karya ecoprint juga sangat dipengaruhi variasi dedaunan, musim, dan juga kondisi lingkungan. Inilah yang menyebabkan setiap hasil karya ecoprint memiliki cerita tersendiri. Teknik ecoprint juga mengajarkan kesabaran akan sebuah proses juga penghormatan pada apa yang alam sediakan untuk umat manusia.
Semilir Ecoprint Bawa Angin Segar di Dunia Fashion Berkelanjutan
Bukan tanpa alasan jika Alfira Oktaviani bertekad mendirikan Semilir Ecoprint pada tahun 2018. Sebelumnya, Alfira sudah mempelajari ecoprint sejak tahun 2016. Tertarik dengan filosofi kebaikan dan penghormatan pada alam dalam proses pembuatan ecoprint, ia pun tak ragu lagi untuk menjadikan Semilir Ecoprint sebagai antitesis di dunia fesyen tanah air.
Sesuai dengan filosofi di balik namanya, Semilir yang berasal dari bahasa Jawa, “Silir” yang berarti angin yang menyejukkan. Seperti itu juga Semilir Ecoprint diharapkan dapat menjadi angin yang menyejukkan bagi lingkungan dan penikmat produk Semilir. Semilir Ecoprint juga diharapkan membawa angin segar bagi dunia fesyen berkelanjutan yang berkomitmen menjaga kelestarian alam, dan memberdayakan masyarakat di sekitarnya.
Dalam pembuatan produk-produknya, Semilir Ecoprint menggunakan pewarna alami yang berasal dari dedaunan asli Indonesia, juga menggunakan serat alami sebagai motif atau coraknya. Sedangkan kain yang digunakan adalah kain katun, linen, sutra, dan beberapa jenis kain berbasis alam yang lebih mudah menyerap pewarna alami.
Semilir Ecoprint fokus pada produk ecofashion dengan konsep ethnical fashion. Mengusung motif dedaunan sebagai ciri khas produk-produknya, seperti tas, dompet, scarf, outer, sajadah, sarung bantal kursi, juga masker, produk Semilir Ecoprint telah dipasarkan di seluruh Indonesia terutama di kota-kota besar. Selain itu, Semilir juga berkesempatan untuk melakukan ekspor produk ke Amerika, Australia, Jepang, Afrika Selatan, hingga pasar Eropa.
Senandung Lantung yang Memikat
Tak berhenti pada teknik ecoprint dengan kain sebagai medianya, Alfira Oktaviani menantang diri sendiri untuk menemukan media baru sebagai inovasi produk Semilir Ecoprint.
Pada masa-masa pencarian tersebut, tercetuslah ide kain lantung sebagai media ecoprint yang baru. Bagi Alfira sendiri, kain lantung bukanlah hal baru. Sebagai pemilik darah Bengkulu dari garis keturunan ayah, Alfira sangat familiar dengan kain yang berasal dari kulit kayu pohon terap ini.
Tung… tung… tung, begitulah bunyinya ketika kulit kayu terap dipukul-pukul dengan perikai. Proses memukul-mukul kulit kayu ini dilakukan berulang-ulang sebagai salah satu langkah untuk mengubahnya menjadi selembar kain. Bunyi perikai yang terus beradu dengan kulit kayu dan menghasilkan senandung tung… tung …tung itulah yang kemudian menjadi asal muasal penamaan kain lantung.
Kulit kayu terap yang termasuk dalam kelompok pohon sukun-sukunan cenderung bergetah dan telah memiliki warna alami. Itu sebabnya proses pembuatan ecoprint pada media ini tidak sesederhana yang dibayangkan. Alfira mengaku harus melalui uji coba yang cukup lama hingga berhasil menorehkan motif dengan pewarnaan alami pada kain yang berasal dari pohon terap ini.
Menjemput Kain Lantung dari “Rumahnya”
Tak banyak yang tahu bahwa pada tahun 2015 yang lalu kain lantung telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Hal inilah semakin mendorong Alfira Oktaviani untuk mempromosikan kain khas dari tanah leluhurnya tersebut.
Menempuh perjalanan sejauh 250 kilometer dari pusat Kota Bengkulu, Alfira bertekad menjemput kain lantung dari asalnya, di sebuah desa terpencil yang menggantungkan perekonomiannya dari hasil produksi kain lantung. Di sana ia pun menemukan pengrajin kain lantung sekaligus belajar langsung semua tahapan hingga kulit kayu terap menjadi selembar kain.
Proses Pembuatan dan Nilai Historis Kain Lantung
Proses pembuatan kain lantung sendiri bisa dibilang tidak mudah. Kaum pria bahu-membahu mencari kulit kayunya, sedangkan para wanita dengan terampil memprosesnya hingga menjadi lembaran-lembaran kain.
Pertama-tama, pengrajin harus menebang pohon terap di hutan untuk kemudian dikuliti. Meskipun pohon terap memiliki banyak getah yang membuat kulitnya tidak mudah rusak, namun dalam proses mengulitinya tetap diperlukan kehati-hatian agar mendapatkan lembaran kulit kayu yang basah dan bergetah.
Berikutnya, dilakukan proses pemipihan dengan cara memukul kulit kayu menjadi lembaran. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh para ibu. Proses pemipihan kulit kayu dilakukan secara tradisional yaitu dengan menggunakan perikai—alat pukul keras berukuran 40×10 cm. Sedangkan untuk alasnya digunakan balok-balok kayu yang berasal dari kayu gadis. Pemipihan kulit kayu dilakukan hingga lebarnya mencapai 1 meter. Selama pemipihan, kulit kayu akan mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dikarenakan getah pohon terap telah mengering.
Sekarang ini, meskipun kain lantung banyak dijual dalam bentuk kerajinan dan menjadi oleh-oleh khas Bengkulu, namun sebenarnya kain ini memiliki nilai historis yang tinggi.
Dikutip dari situs Kemendikbud, kain lantung lahir pada saat masa penjajahan Jepang. Kondisi ekonomi yang sulit dan penumpukan bahan sandang oleh Jepang membuat rakyat kesulitan memperoleh bahan pakaian. Untuk memenuhi bahan pakaian, masyarakat menggunakan kulit kayu yang dikenal dengan lantung.
Nenek Nuraini, salah satu saksi sejarah menceritakan bagaimana kulit kayu lantung digunakan sebagai pakaian pada masa penjajahan Jepang. Ia juga menceritakan kenangan masa kecilnya ketika ayahnya mengajaknya mencari kayu di hutan kemudian diajatkan bagaimana cara mengubahnya menjadi lembaran kain basahan—kain digunakan sebagai penutup saat mandi di sungai. Bagi Nenek Nuraini dan masyarakat asli Bengkulu lainnya, kain lantung merupakan bagian dari tradisi sejarah yang tidak dapat dipisahkan dari tanah kelahiran mereka.
Menjaga Eksistensi Kain Lantung, Kini dan Nanti
Sayangnya, proses pembuatan selembar kain lantung yang terbilang tidak sederhana ternyata belum mendapatkan penghargaan yang sepadan dari segi harga. Alfira menceritakan bahwa ia pernah menemukan kain lantung secara daring dengan harga berkisar antara 50 hingga 75 ribu rupiah per lembar. Sedangkan harga dari pengrajin aslinya jauh lebih rendah yaitu antara 5 hingga 10 ribu rupiah per lembar. Kenyataan ini sungguh memprihatinkan karena nilai yang diberikan untuk selembar kain lantung jauh lebih rendah dibandingkan proses pembuatan dan risiko yang ditimbulkan bagi alam.
Niat baik Alfira untuk mempromosikan kain lantung ibarat pisau bermata dua. Untuk memperkenalkan kain lantung melalui produk ecoprint, Alfira harus dihadapkan dengan penebangan liar oleh para pengrajin. Meskipun penebangan tidak dilakukan secara besar-besaran, namun hal ini tidak relevan dengan konsep produk berkelanjutan yang digagas Semilir Ecoprint.
Hal inilah yang menjadi kendala terbesar bagi Semilir untuk memperkenalkan kain lantung secara luas. Penggunaannya pun sangat dibatasi hanya sampai 100 lembar kain lantung dalam setahun. Selain itu, Semilir juga terus berupaya agar penggunaan kain lantung dapat dimaksimalkan sehingga tidak banyak bahan terbuang.
Sebagai bentuk kepedulian untuk menjaga eksistensi kain lantung, Alfira menggandeng Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu untuk memberikan sosialisasi tentang keberlanjutan dan pelestarian alam. Semilir juga bekerja sama dengan DLHK Bengkulu untuk menyediakan lahan dan memasok bibit pohon terap. Semua ini disediakan secara gratis untuk para pengrajin di Desa Papahan. Harapannya, dengan begini pasokan bahan baku kain lantung lebih terjamin sehingga mampu eksis hingga di masa depan.
Meskipun perjalanannya tidak mudah, namun Ecoprint Kain Lantung berhasil menjadi salah satu produk unggulan dari Semilir. Produk yang didesain dengan motif tegas dengan warna khas earthy-pastel ini dapat ditemukan dalam produk tas perempuan, selendang, baju, juga produk home decor.
Semilir Harapan Bagi Perekonomian Ibu-Ibu Pengrajin
Di samping menjalankan lini usaha dengan konsep keberlangsungan lingkungan, Semilir Ecoprint juga membuktikan komitmennya untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan produk.
Di Sleman, Alfira mengajak sekitar 10 ibu rumah tangga di sekitar komplek tempat tinggalnya untuk diberikan keterampilan ecoprint, kemudian direkrut sebagai mitra usaha. Konsep keberlanjutan yang diterapkan Semilir juga mencakup banyak aspek mulai dari proses produksi, penggunaan bahan baku dari hasil penanaman sendiri, penanganan limbah produksi, bahkan proses pengemasan yang mencakup label dan kemasan produk.
Melalui Semilir Ecoprint, Alfira bertekad memberdayakan masyarakat khususnya kelompok ibu-ibu sehingga bisa berpenghasilan. Semangatnya pun mendapat sambutan positif dari masyarakat. Bahkan salah satu ibu pengrajin mengaku perekonomian keluarganya terbantu semenjak berpenghasilan dari membuat ecoprint. Di samping itu, para ibu juga dapat memanfaatkan waktu luang dengan lebih efektif semenjak bergabung sebagai mitra Semilir Ecoprint.
Langkah Kecil yang Membawa perubahan Besar di Masa Depan
Alfira Oktaviani bersama Semilir Ecoprint memiliki komitmen tinggi untuk memperkenalkan trend fashion berkelanjutan dan ramah lingkungan. Selain menghasilkan produk-produk berkualitas dengan cita rasa seni yang tinggi, Semilir Ecoprint juga memberikan banyak kontribusi positif bagi lingkungan.Dalam setiap inovasi yang dilakukan, Semilir Ecoprint juga tidak mengabaikan kebaikan yang telah dihadiahkan alam bagi umat manusia.
Semangat Alfira Oktaviani untuk melestarikan warisan budaya bangsa dan lingkungan mendapatkan perhatian dari Astra International. Ia pun diganjar sebagai penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards Tahun 2022 untuk bidang kewirausahaan.
Alfira, melalu Semilir Ecoprint bertekad untuk terus mempromosikan budaya Indonesia dalam produk-produknya. Ia pun akan terus berkolaborasi dan memberdayakan masyarakat untuk bersama-sama melakukan kebaikan. Dan yang paling penting, ke depannya Alfira akan terus berkomitmen untuk menjalankan Semilir dengan konsep berkelanjutan. Melalui pesona keindahan ecoprint, Alfira akan terus mengedukasi generasi muda untuk menjaga warisan budaya dan kelestarian alam.
Semangat Alfira Oktaviani dalam membesarkan Semilir Ecoprint mengajarkan pada kita, bahwa sebuah langkah kecil yang dilakukan dengan penuh dedikasi dan konsistensi dapat membawa perubahan besar di masa depan. Ibarat bertani, setiap kebaikan yang dipanen di masa depan adalah hasil menanam dan merawat kebaikan pada hari ini.
#SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia #KitaSATUIndonesia
Referensi:
- Wawancara secara daring dengan Alfira Oktaviani.
- https://rejogja.republika.co.id/berita/rnalq7291/semilir-promosikan-keberlanjutan-warisan-budaya-kain-lantung-dari-pelosok-hutan
- https://www.merdeka.com/sumut/terbuat-dari-kulit-kayu-ini-3-fakta-kain-lantung-legendaris-khas-bengkulu.html
- https://www.indonesiana.id/read/164836/semilir-ecoprint-menginspirasi-fesyen-berkelanjutan-dengan-kulit-kayu-lantung
- https://kumparan.com/kumparanbisnis/semilir-ecoprint-bauran-keindahan-dan-kelestarian-dalam-teknik-ramah-lingkungan-20dYJ1irPim
- https://timesindonesia.co.id/gaya-hidup/469505/semilir-ecoprint-melestarikan-budaya-dan-lingkungan-melalui-keindahan-motif-alam