Pertanyaan ini sudah lama melintas dalam benak saya. Sebagaiibu rumah tangga, perlukah saya membranding diri untuk suatu hal?
Mungkin lebihmudah ketika saya masih bekerja kantoran. Atau saat masih menjalankan bisnis retail baju muslimdan souvenir pernikahan. Atau, barangkali sebagian besar teman- teman baik didunia nyata maupun maya terlanjur mengenal saya sebagai pebisnis MLM produkkosmetik luar. Hem … Tak terasa, banyak juga yang sudah saya lakoni sembarimenjalankan tugas utama sebagai istri dan ibu dari dua bocah.
Belakangan ini, kurang lebih 3 tahun terakhir sejak2014. Saya sempat kebingungan menentukan arah dan tujuan saya nanti di masa depan.Mengasuh dan membesarkan anak-anak dengan tangan saya sendiri, itu sudah pasti. Itu sebabnya saya memilih menjadi stay at home mom. Atau menjadi pendamping yang se-frekuensi dengan suami, yang itupun tak perlu saya jelaskan lagi.
Baca juga: Sharing is Caring
Keduanya merupakan tujuan utama saya sebagaiseorang wanita yang menjatuhkan pilihan hidupnya untuk menikah dan berumahtangga.
Tapi, secara pribadi sebagai perempuan. Tentu sayamemiliki cita-cita yang terus saya genggam dengan erat. Bukan hanya tentangpengakuan, tapi semacam tanggung jawab pada kehidupan dan nilai yang selaluditanamkan oleh orang tua saya. Sebagai manusia kita harusbermanfaat bagi yang lain, bukan hanya diri sendiri.
Dalam salah satu artikel personal branding yang ditulis oleh coach Artha Julie Nava. Beliau berpendapat bahwa ibu rumah tangga, atau stay at home mom, PERLU untukmembangun branding dirinya.
Saya pun mengamini pendapat coach Artha, karena menurut sayapersonal branding bukan sekedar penanda sebagai siapa kita ingin dikenal. Tapiagar arah dan tujuan kita di masa depan semakin jelas, fokus dan memungkinkanmenjadi expert di bidangnya.
Personal Branding adalah tentangbagaimana Anda melakukan redesigning for self image, dengan melakukan sesuatuhal yang memiliki nilai unique dan special yang tidak dimiliki oleh orang lain.(Dwiarko Susanto)
Gambar : Pixabay |
Bagi ibu rumah tangga, atau sayalebih nyaman menyebutnya stay at home mom untuk ibu-ibu yang tidak bekerja diluar rumah. Tentu bukan perkara mudah untuk menentukan arah yang akan ditujuterkait dengan branding dirinya. Benar kata Coach Artha, kebiasaan menjadipribadi yang multi tasking mau tak mau membuat saya merasa “mampu” melakukanbanyak hal.
Dalam hal pekerjaan rumah tangga, tentu saja saya “mampu”. Karena sebenarnya, kondisilah yang membuat kamipara perempuan mampu untuk melakukan ini dan itu dalam waktu bersamaan. Selain karena cara kerja otak perempuan memang memiliki kemampuanberpindah dengan cepat. Dari bagian satu ke bagian lainnya, yang memungkinkanmereka bisa melakukan beberapa pekerjaan secara bersamaan.
Tapi, kebiasaan ini pun ternyatamembawa efek samping bagi sebagian besar stay at home mom. Karena terbiasamelakukan aneka peran, maka Supermom Syndrome lekat pada diri mereka.Ingin memelajari banyak hal, merasa mampu membagi waktu dengan cermat. Semuanyaingin dilakukan dan dimiliki dalam waktu bersamaan.
Mengenai hal ini, suami saya sudahsangat sering mengingatkan. Bahwa sebagai manusia, kemampuan kita memang tidakterbatas, asalkan kita mau mengembangkannya. Tapi kita tidak bisa memungkiri,bahwa waktu, tenaga dan biaya adalah tiga hal yang tidak bisa dinafikkan akan menjadipembatas utama.
Saya pun sempat mengalami SupermomSyndrome, ketika anak pertama lepas masa batita. Sempat kewalahan karenabelajar menjahit, baking sekaligus tata rias, ditambah obsesi saya untuk dapatmengaplikasikan teori montessori rumahan pada Najwa. Saya yakinkan diri sendiribahwa dengan 24 jam berada di rumah, seharusnya saya lebih leluasa mengaturwaktu untuk memelajari banyak hal.
Kenyataannya? Semua tidak bertahanlama. Kalau orang bilang, “anget-anget tai ayam”. Nggak ada satu pun yangmembuat saya memiliki komitmen tinggi untuk terus melakukannya.
Sempat menghasilkan beberapa potongbaju dan mukena untuk Najwa. Tapi saya mulai menyerah saat salah membuat polaatau kesulitan menjahit bagian kerah baju. Akhirnya, mesin jahit portable yangsaya beli di tahun terakhir bekerja. Saya serahkan juga pada ibu saya yang jauhlebih mumpuni dalam bidang jahit-menjahit.
Beberapa kali membuat kue rumahanbersama Najwa. Bahkan kue kering untuk lebaran tahun lalu pun tak luput sayacoba. Hasilnya lumayan, tidak mengecewakan untuk kelas pemula. Sempat berfikiruntuk mengambil kursus dan melengkapi peralatan baking di rumah. Tapi lagi-lagisaya ter-distraksi dengan hal baru yang terlihat menyenangkan, tata rias!
Saya sempat kelelahan, karena merasatidak ada yang masimal. Tidak ada yang saya lakukan secara konsisten dengankomitmen yang tinggi. Lalu, saya pun mulai berpikir untuk menekuni duniablogging. Menulis, dunia yang pernah saya sukai, tapi menguap setelah sayatinggalkan begitu saja.
Sampai hari ini, hampir satutahun saya konsisten dalam menekuniaktivitas menulis. Tidak seperti kegiatan-kegiatan saya sebelumnya, saya lebihkonsisten dan hampir tidak melewatkan satu hari pun kesempatan menulis. Kecualisedang berhalangan seperti sakit.
Saya mulai berpikir untukmembranding diri saya sebagai seorang bloger. Ya, profesi ini memang cenderungseperti hobi saja. Tapi, seiring berkembangnya era informasi, bloger telahmenjadi salah satu profesi yang layak untuk diperhitungkan dalam menghasilkanrupiah. Bahkan banyak peluang terus berdatangan bagi mereka yang telahmengikrarkan diri sebagai professional blogger.
Baca juga: Ngeblog Asyik ala Bloger Kinyis-kinyis
Bagi saya yang sepak terjangnyamasih jauh dari panggang. Tentu saja belum layak untuk menyebut diri sebagaifull time blogger. Sedangkan sebagai freelance blogger saja saya masih meraba.Pelan dan banyak yang harus saya pelajari dari awal.
Mungkin saya memang menunggu saatyang “tepat”. Saat di mana anak-anak lebih mandiri dan saya bisa lebih leluasadalam bergerak. Saya yakin waktunya akan tiba, karena seorang perempuan memangmemiliki masanya masing-masing. Tapi saya memulainya dari sekarang. Perlahan membranding dirisebagai seorang bloger dan penulis, sebagai salah satu tujuan di masa depan.
Keputusan ini membuat saya lebihmudah dalam menentukan arah dan fokus mengatur energi serta pencapaian. Sayapun cenderung lebih mudah menentukan keterampilan apa yang harus saya pelajaridan tingkatkan. Sehingga mendukung tujuan saya di masa depan.
Kalaupun pada akhirnya sayakembali tertarik pada dunia baking atau menjahit. Mungkin sifatnya hanya hobi saja, untuk bersenang-senang saat butuh hibura. Dan sebisa mungkin bisa menjadi salah satu bahan untuk sayamenulis. Hem … siapa tahu bisa menulissatu buku berbekal sampingan tersebut, who knows?
Jadi, klop ya dengan pendapat coachArtha. Bahwa bagi saya, stay at home mom pun butuh mambangun branding dirinya. Mungkinbukan sekarang, tapi Temans bisa mempersiapkannya untuk menghadapi masa depan.Tapi, apa salahnya jika bisa dimulai hari ini?