Gersang, tandus, tanahnya kering, susah air, dan sebagian besar lahan merupakan sawah tadah hujan yang tidak produktif lagi ketika musim kemarau. Begitulah kondisi geografis Kabupaten Gunungkidul yang cukup menantang bagi seorang Alan Efendhi yang berencana pulang kampung untuk setelah bertahun-tahun merantau di Jakarta.
Ia harus memutar otak, berpikir keras hingga menemukan usaha di bidang pertanian yang mudah dibudidayakan di Gunungkidul. Tak sekedar menanam, ia juga memilih tanaman yang memiliki potensi komoditas pabrik dan industri sehingga dapat menjadi usaha berkelanjutan. Meskipun tidak mudah, namun pemuda asli dusun Jeruklegi, Katongan, Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta ini tak menyerah untuk memperjuangkan impiannya agar bisa hidup dekat dengan orangtuanya di tanah kelahirannya tersebut.
Semua Berawal dari Mimpi
Alan Efendhi yang tidak memiliki dasar-dasar ilmu pertanian tersebut terus mencari tahu jenis tanaman yang cocok untuk dijadikan komoditas pertanian dari daerahnya. Awalnya, ia sempat mempertimbangkan beberapa alternatif tanaman buah, seperti; pepaya california, buah naga, juga anggur, sebelum akhirnya menjatuhkan pilihan pada lidah buaya.
Aloe vera atau lidah buaya mirip dengan kaktus sehingga sangat cocok ditanam di daerah dengan suhu ekstrim seperti Gunungkidul. Perawatan aloe vera juga sangat mudah dan dapat ditanam hampir di semua jenis tanah. Alan mengibaratkannya digeletakin saja aloe vera ini bisa hidup sendiri, jadi sangat ‘bandel’. Selain itu, Alan juga mendapatkan informasi bahwa aloe vera merupakan 1 dari 10 tanaman paling laris di dunia karena sangat dibutuhkan di industri farmasi, kosmetik, bahkan kuliner sehingga peluang pemasarannya cukup menjanjikan.
Pada tahun 2014, Alan yang telah berencana pulang kampung pada tahun berikutnya berinisiatif untuk membeli 500 bibit lidah buaya. Dengan bantuan dari ibunya, 500 bibit aloe vera tersebut kemudian ditanam di lahan yang berlokasi jauh dari rumah. Meskipun perawatan lidah buaya terbilang mudah, namun pada awalnya hampir separuh dari bibit tersebut rusak. Dengan tujuan mempermudah pemantauan dan perawatan, area penanaman pun dipindahkan ke lahan produktif yang berada dekat dari rumah. Secara perlahan, sekitar 250 bibit aloe vera berjenis aloe sinensis yang tersisa terus bertumbuh, kemudian berhasil dipanen pada tahun berikutnya.
Langkah Pertama yang Tak Pernah Mudah
Penanaman lidah buaya dalam skala besar bisa dibilang cukup aneh bagi masyarakat Gunungkidul. Umumnya, orang akan menanam 2 hingga 3 pot tanaman lidah buaya hanya sekedar sebagai hiasan atau untuk memenuhi kebutuhan perawatan rambut juga kulit secara alami. Itu sebabnya, kebun lidah buaya milik Alan Efendhi seringkali menjadi tontonan warga. Tak sekedar meragukan keberhasilan panennya, mereka juga mempertanyakan kepastian pengolahan dan penjualannya.
Pada masa-masa tersebut, orangtua Alan juga sempat kendor dan hampir menyerah karena belum dapat melihat peluang bisnis dari lidah buaya. Namun, Alan selalu meyakinkan orang tuanya, bahwa untuk saat ini memang budidaya lidah buaya yang mereka rintis belum ada apa-apanya, belum menjanjikan. Akan tetapi, dalam beberapa tahun ke depan, Alan yakin usaha ini akan mengubah perekonomian keluarga dan masyarakat sekitar.
Alan memang bercita-cita ingin memberdayakan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Ia berencana untuk membuat usaha pengolahan aloe vera dengan bahan baku yang didapat dari masyarakat sekitar. Namun, tentu saja untuk mewujudkannya tidak mudah. Jangankan meyakini bahwa tanaman lidah buaya dapat mengubah taraf hidupnya, masyarakat bahkan ragu bahwa lidah buaya bakal laku untuk dijual. Mereka butuh bukti bukan sekedar impian. Tantangan terberat bagi Alan adalah menunjukkan bukti tersebut sehingga masyarakat tidak ragu dan mau bergerak untuk berkarya bersama.
Jatuh Bangun Hingga ‘Rasane Vera’ Diterima Pasar
Selang satu tahun dari masa penanaman, tiba saatnya untuk panen pertama tanaman lidah buaya. Tantangan berikutnya adalah menghasilkan produk lanjutan yang bisa diterima masyarakat. Alan mencoba mengolahnya menjadi minuman aloe vera yang dikemas sederhana dalam bungkus plastik yang diikat dengan karet. Minuman-minuman tersebut kemudian dititipkan ke warung-warung dan sekolah sekitar, juga pada pedagang sayur yang biasa berjualan keliling kampung.
Produk pertama tersebut berhasil menumbuhkan optimisme dalam diri Alan bahwa ia berhasil membuat produk lanjutan dari tanaman aloe vera, rasanya pun enak, dan pada saat itu menjadi produk hilirisasi berbahan dasar aloe vera pertama di Jogja. Sayangnya, produk minuman aloe vera buatan Alan hanya bertahan 3 hari saja sehingga ia banyak menerima retur. Ia pun kembali melakukan riset, belajar secara otodidak untuk terus memperbaiki produk olahan aloe vera.
Kemudian, Alan juga membuat varian baru dari minuman aloe vera yaitu varian stevia dan gula batu. Untuk varian stevia ini Alan memang menyasar masyarakat yang tidak bisa mengonsumsi minuman manis atau minuman tinggi kalori. ia pun menggunakan pemanis alami dari daun stevia yang didapatkan dari para mitra yang berada di Sleman juga Tawangmangu.
Perbaikan demi perbaikan terus dilakukan untuk mengangkat pamor minuman aloe vera. Pada tahun 2017, Alan mulai menerapkan Standar Operating Procedure (SOP) pada produk olahannya, mengurus nomor PIRT, melakukan penyesuaian pada kemasan produk, juga mengurus sertifikasi halal yang akhirnya difasilitasi secara gratis oleh Pemerintah Daerah Gunungkidul. Dan pada tahun berikutnya yaitu 2018, produk minuman aloe vera yang dipasarkan dengan merek ‘Rasane Vera’ ini mendapatkan penyempurnaan dari Badan Riset dan Inovasi nasional (BRIN) sehingga dapat bertahan hingga 6 bulan.
Bergerak dan Berkarya Bersama Masyarakat Gunungkidul
Alan Efendhi berhasil mewujudkan impiannya. Ia tak hanya bergerak sendiri dan memperbaiki kondisi perekonomian keluarg, namun ia terus berkarya bersama masyarakat. Mengajak warga Gunungkidul menanam bibit tanaman lidah buaya dan menjadikannya mitra untuk memenuhi stok bahan baku Rasane Vera.
Menurut penuturan Alan dalam Podcast Radio Idola Semarang, Alan menyebutkan bahwa untuk saat ini perusahaan Mount Vera Sejati yang menaungi ‘Rasane Vera’ telah bekerjasama dengan 152 petani binaan yang tersebar hingga Klaten, Bayat, Bantul, Gunungkidul, Sleman, juga Prambanan. Padahal, awalnya, mitra yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) hanya berjumlah 25 orang dan kelompok inti 75 orang.
Pelepah lidah buaya yang disetorkan para mitra juga terbagi dalam grade A dan B yang ditentukan berdasarkan berat dan kesempurnaan pelepahnya. Dalam kesempatan yang sama, Alan juga menuturkan bahwa untuk saat ini perusahaan mampu menyerap hingga 500 kilogram pelepah aloe vera per hari. Sekarang, tak ada lagi ibu-ibu menganggur karena tidak dapat menggarap sawah ketika musim kemarau. Budidaya tanaman lidah buaya yang tidak mengenal musim menjadi jalan rezeki bagi para petani khususnya petani Gunungkidul.
Sukira, salah satu petani binaan mengungkapkan kegembiraannya bahwa sekarang dirinya bisa memiliki penghasilan sendiri untuk membantu perekonomian keluarga. Sebelumnya, Sukira hanyalah ibu rumah tangga biasa yang mengandalkan penghasilan suami dari buruh tani atau buruh bangunan. Sejak diajak bergabung dengan PT. Mount Vera Sejati, sekarang Sukira memiliki penghasilan bulanan dari perusahaan tersebut. Meskipun sistem penggajian dihitung borongan, namun jumlah yang diperoleh cukup untuk membantu suami, bahkan mereka bisa menyekolahkan anaknya.
Tak berhenti sampai masyarakat Jeruklegi, Gunungkidul saja, ‘Rasane Vera’ terus berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat di daerah sekitarnya, khususnya bagi para petani dan distributor.
Sumarni, distributor dari daerah Prambanan menuturkan bahwa ia mulai mengenal budidaya aloe vera sejak tahun 2019. Ia juga menanam tak kurang dari 300 tanaman lidah buaya di pekarangan rumahnya dan titip di lahan tetangga. Dua tahun berikutnya yaitu pada 2021, Sumarni memutuskan menjadi distributor ‘Rasane Vera’. Sehingga, sebagai mitra ia menyetor pelepah aloe vera kepada Alan, sedangkan sebagai distributor ia ikut memasarkan produk Rasane Vera.
Rasane Vera: Dari Lahan Hingga Siap Dikonsumsi dalam Berbagai Varian Produk
Seiring perkembangan inovasi dan penyempurnaan produk yang terus dilakukaan Alan baik secara otodidak maupun belajar dari ahlinya, kini produk aloe vera telah memiliki berbagai varian bentuk dan rasa. ‘Rasane Vera’ tersedia dalam produk Nata de Aloe Vera, Aloe Vera Cube Drink, Aloe Liquid, dan berbagai produk permen.
Selain itu, kulit aloe vera juga diolah menjadi keripik dan ada juga yang dijadikan kompos untuk pupuk tanaman aloe vera itu sendiri, artinya tak ada sisa produk yang terbuang percuma. Alan Efendhi benar-benar membuktikan bahwa pemberdayaan masyarakat dan hilirisasi yang selama ini diimpikannya bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan.
Alan menuturkan bahwa untuk saat ini perusahaannya bisa memproduksi hingga 250 minuman aloe vera varian stevia, 500 kemasan aloe vera varian gula batu, Sedangkan untuk varian Aloe Vera Cube Drink bisa mencapai ribuan. Untuk varian rasanya pun tak sekedar rasa aloe vera original namun juga tersedia dalam rasa melon dan lemon.
Meskipun awalnya banyak yang ragu untuk mengonsumsi minuman aloe vera, tetapi setelah mengetahui manfaatnya untuk kesehatan, seperti mengatasi masalah lambung dan pencernaan, maka peminatnya terus bertambah. Terlebih, setelah dipasarkan secara online melalui berbagai platform, juga penjualan offline yang menjangkau toko oleh-oleh di seluruh Jogja dan beberapa ritel, ‘Rasane Vera’ pun laris manis dengan omzet yang sangat menjanjikan.
Alan Efendhi: Bergerak, Berkarya, Berkelanjutan Bersama Masyarakat
Terhitung satu dekade sejak penanaman bibit aloe vera pertama ditanamnya di lahan dan pekarangan rumahnya, kini usaha tersebut telah membuahkan hasil tak hanya bagi Alan dan Keluarga namun juga masyarakat sekitar.
Saat ini PT. Mount Vera Sejati telah merekrut 12 orang karyawan yang terdiri dari 4 orang di bagian budidaya hingga panen, mengirim ke pabrik, hingga mengurus setoran dari mitra. Selanjutnya, terdapat 4 orang lagi yang mengurus bagian basah mulai dari pengupasan, pengirisan, perendaman hingga perebusan. Sedangkan 4 orang lainnya mengurus pres, pengemasan hingga distribusi produk.
Tak hanya berfokus pada bidang produksi, Alan Efendhi juga menginisiasi wisata edukasi dengan mendirikan Aloe Land yang bertujuan mengedukasi pengunjung, baik perorangan maupun kelompok dari sekolah-sekolah, organisasi, dan universitas tentang cara budidaya aloe vera. Di sana, pengunjung akan diajarkan cara menanam hingga mengolahnya menjadi produk. Aloe Land yang diresmikan pada 10 Agustus 2023 oleh Bupati Gunungkidul ini merupakan salah satu wahana wisata edukasi baru yang kini turut diunggulkan di Gunungkidul.
Sebagai seorang inspirator, Alan Efendhi tak sekedar bergerak dan berkarya bagi dirinya sendiri namun juga masyarakat luas. Ia juga berhasil mengangkat komoditas aloe vera yang selama ini dipandang biasa saja menjadi produk unggulan dalam skala nasional. Atas semua kerja kerasnya tersebut, Alan Efendhi diganjar sebagai penerima apresiasi dari SATU Indonesia Awards 2023 Astra.
Sosok Alan Efendhi seolah menumbuhkan optimisme baru bagi generasi muda Indonesia di tengah sulitnya kondisi perekonomian dunia. Alan mengajarkan pada kita bahwa harapan itu ada selama kita mau bergerak, tidak berhenti berkarya, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
Referensi artikel:
- https://ekonomi.republika.co.id/berita/s3p7id430/manis-rasane-vera-semanis-omzetnya
- https://travel.tempo.co/read/1905253/aloe-land-kampung-edukasi-aloe-vera-di-nglipar-alternatif-wisata-di-gunungkidul
- https://bisnis.tempo.co/read/1905252/wirausaha-aloe-vera-alan-efendhi-bukan-sekadar-tanaman-hias-lidah-buaya-biasa?page_num=2
- https://ekbis.harianjogja.com/read/2024/04/27/502/1172592/rasane-vera-menghijaukan-gunungkidul-dengan-lidah-buaya
- Podcast Radio Idola Semarang: Ngobrol Bareng Alan Efendhi (9 November 2023)