“Suamiku menderita, tapi sungguh! Aku jauh lebih menderita. Aku manusia biasa. Aku seorang ibu. Jika tangisan sudah tak lagi keluar dari mataku, adakah kau lihat sesuatu terjadi dalam diriku?”
Sekitar pertengahan November 2016, saat saya dan tak sedikit teman-teman alumni JA lagi super heboh, gegara lolos sebagai finalis penulisan buku antologi “Bangga Jadi Ibu” Seorang teman kami, Anjeli, begitu biasanya kami memberikan panggilan sayang padanya. Nampak kurang bersemangat, tak seperti biasanya yang selalu “menggoyang” jagat perchattingan grup kami.
Ada sedikit kecewa dalam kalimat-kalimatnya. Mungkin karena tidak lolos sebagai kontributor buku antologi kali ini. Padahal nih, kalau menurut kami, kisah kebanggaan sebagai ibu yang diangkatnya “luar biasa”, loh. Ya, tapi apa mau dikata, semua memang tergantung penilaian juri. Toh, namanya juga kompetisi, kalah dan menang sudah biasa.
Tapi bukan Anjeli namanya kalau dia berputus asa begitu saja. Di balik kegagalan “melahirkan” buku keroyokan yang pertama, Anjeli justru menerbitkan buku solonya. Wedan!! Begini harusnya semua penulis menanggapi sebuah kegagalan. Bukan nglokro, justru bangkit dan lari lebih kencang.
Kabar Gembira dari Anjeli!
Pertengahan Desember 2016, jagat perchattingan grup JA pun ramai kembali dengan celoteh-celotehnya yang selalu sayang untuk dilewatkan. Ibaratnya nih, kalau kepala lagi pusing, atau eneg sama kerjaan rumah. Tengok aja grup JA, trus baca chat-nya Anjeli. Dijamin gak perlu minum obat atau jalan-jalan buat refreshing. Nih orang emang lucu nggak keruan. Di balik sosoknya yang religius, adaa aja yang bisa jadi bahan cengengesan.
Tapi chat kali ini bukan chat biasa, rupanya Anjeli sedang persiapan “melahirkan” buku solo pertamanya. Ya, semacam promosi gitulah. Hehehehe … Kalau kata saya sih, keren nih orang. Di antara segala kesibukannya, ya kerja ya jadi konsultan Indscript. Dia masih sempat dan memang meluangkan waktu untuk menerbitkan sebuah karya. 4 Jempol deh, buat Anjeli.
Baca juga : [Resensi] Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya
Tentang “UKIRAN RASA”
Awalnya teman-teman alumni JA mendapat kesempatan free E-Book Ukiran Rasa, dengan kompensasi membuat review di blog masing-masing. Sayangnya, saya ketinggalan momen itu. Telat dikit nengok chat group, melayang sudah satu kesempatan dapat gratisan, nasih … nasib.
Tentu saja saya tak mau melewatkan buku perdana Anjeli, akhirnya, saya pun order versi R-Booknya (Real Book ^-^). Tak berapa lama, kalau nggak salah malahan cuma sehari dari saya order, buku Ukiran Rasa sudah mendarat dengan cantik di tangan saya.
Buku bercover hijau dengan kombinasi gambar berupa cangkir kuning itu siap menjadi teman dalam kesunyian. Pas banget nih, menjelang libur panjang, saya harus nyetok buku sebagai hiburan. Apalagi kami berencana mudik agak lama di kampung halaman. Salah satu cara berkontemplasi adalah “diam” dengan buku bacaan sebagai selingan.
“Ukiran Rasa”, Kisah tentang cinta, perjuangan dan keajaiban tujuh puluh ribu rasa. Lumayan keder juga saya pas baca judulnya. Bayangan saya bakalan puitis abis, apa saya nyampek bacanya? “Ahh … langsung baca sajalah, kok malah miker” begitu gumam saya.
Buku ini ternyata terbagi menjadi dua bagian, yang pertama berupa Kumpulan Kisah, dan yang kedua diberi judul Bukan Puisi ( Sebuah Goresan dari Diary Perempuan). Ide ceritanya sederhana, dan dapat dijumpai dalam kehidupan nyata. Tapi Anjeli atau Nurdianah Dixit begitu nama pena Emak penggemar film India ini mampu mengemasnya menjadi indah dan puitis.
9 cerita berbeda pada bagian Kumpulan Kisah, mampu membawa saya larut dalam perasaan haru. Kisah Selimut untuk Raka yang diangkat sebagai kisah pertama dari 8 lainnya, mampu menggetarkan hati saya sebagai seorang ibu sekaligus istri. Dalam kondisi kalu dan ambruk akibat kehilangan putra kesayangan, seorang istri harus tegar menghadapi suami yang menderita lahir bathin akibat kedukaan yang sama.
” Suamiku menderita, tapi sungguh! Aku jauh lebih menderita. Aku manusia biasa. Aku seorang ibu. Jika tangisan sudah tak lagi keluar dari mataku, adakah kau lihat sesuatu terjadi dalam diriku?”
Kutipan di atas kiranya cukup mewakili isi hati seorang perempuan atas kedukaan, kehilangan dan perasaan bersalah yang kerap menghantui akibat sebuah pilihan. Anak dan pekerjaan. Keduanya kerap kali tak bisa dipilih, namun mengandung konsekuensi yang amat besar.
Kisah-kisah dalam Ukiran Rasa mau tak mau merepresentasikan kehidupan religius penulis. Ya, Anjeli adalah sosok yang religius, begitu setidaknya sisi lain yang dapat saya tangkap darinya. Di balik segala kelucuan dan obrolannya yang selalu renyah.
Setiap kisah ataupun goresan diary penulis yang kemudian diangkat dalam buku ini, selalu menyiratkan kehidupan religi. Entah dalam bentuk kehidupan santri di sebuah pondok, bagaimana kisah pencarian seorang murid terhadap sosok guru yang sebenarnya, bahkan perjalanan seorang istri memahami cinta dari pasangannya.
Secara keseluruhan, buku ini cocok sebagai bahan bacaan perempuan, terlebih seorang ibu. Banyak kisah dalam buku ini bisa menjadi pengingat. Bahwa hal-hal kecil dalam kehidupan ini sering kali luput dari perhatian, dibiarkan begitu saja , kemudian menyesal ketika merasakan kehilangan.
Berbagai jenis RASA yang ingin disampaikan penulis dalam karyanya bahkan sangat dekat dengan kehidupan kita. Ada duka, benci, cinta, kagum, bahagia dan gundah yang kerap kali memberikan pelajaran bagi kehidupan ini, asal peka dan dapat dapat memaknainya.
Keberanian penulis dalam mengangkat kisah-kisah yang saya duga “dekat” di sekitarnya, bahkan di sekitar kita juga. Menjadi inspirasi bagi saya, bahwa benar adanya, menulislah dari yang paling dekat dengan kita, paling kita kuasai sehingga tulisanmu akan “bernyawa”
Sedikit masukan bagi penulis terkait buku ini, mungkin lebih pada tampilan bukunya saja. Dari segi cover, layout dan editing, mungkin perlu lebih diperhatikan untuk buku-buku selanjutnya. But, overall I proud ou you, Mbak ^_^. Bangga bisa menjadi salah satu orang yang menyaksikan jungkir balik penulis dalam melahirkan buku ini. Saya rasa teman-teman pun harus mencicipi setiap “rasa” dalam buku ini, sembari mencecap secangkir kopi di pagi hari yang damai nan dingin.
Buku UKIRAN RASA bisa dipesan secara online langsung pada penulisnya di Fb : Alikanurfatiha Dianadixit, atau IG : @Nurdianah_dixit. Buku ini saya rekomendasikan untuk Teman-teman yang percaya bahwa setiap rasa itu bermakna dan menjadi pelajaran yang sebenarnya dalam kehidupan.
Congrtazz, Anjeli. You did it!
Judul Buku : Ukiran Rasa
Penulis : Nurdianah Dixit
Penerbit : Azizah Publishing
Tahun : 2016 Tebal buku : 110 halaman
Harga : 45.000