“Aku adalah mesin ilustrator. Untuk mewujudkan dunia dalam imajinasi, semuanya harus sesuai dengan keinginan Tuan”
Dialog tersebut merupakan penggalan dari cerita pendek berjudul ‘Mata Berlian’ karya Khanif Fauzan. Jika kalian telah memiliki bukunya, maka kalian dapat menemukannya di halaman 19. Cerita yang memiliki judul sama dengan judul buku antologinya ini merupakan satu dari empat belas judul cerita pendek dan puisi yang berhasil didokumentasikan penulis mulai rentang waktu 2020 hingga 2023. Serta terdapat beberapa cerita yang ditulisnya pada tahun 2016 dan telah mendapatkan penghargaan.
Sekilas Tentang Antologi Mata Berlian
Dikutip dari blurb, Mata Berlian adalah antologi cerita pendek dan puisi karangan Khanif Fauzan. Alur yang mudah dipahami dalam cerita memunculkan intan berlian yang memukau secara imajinatif. Hal-hal ringan dalam setiap cerita diolah sehingga rasanya seperti tengah mengunyah roti selai stroberi empuk, berpadu cita rasa es krim yang meleleh di mulut.
Jujur, ketika pertama kali membaca bagian paling bawah dari blurb buku ini saya langsung membayangkan berbagai cerita ringan yang manis, dan sanggup membuat siapapun hanyut dalam romansa penuh keindahan. Namun sepertinya saya salah menginterpretasikannya karena melalui 14 judul dalam antologi ini, Khanif Fauzan menyajikan berbagai cerita dengan mengangkat beragam fenomena dan latar belakang kehidupan yang cukup menguras emosi.
Bagaimana Khanif Fauzan berusaha menganduk-aduk emosi pembaca melalui cerita-cerita besutannya? Berikut sinopsis dari 5 judul cerita pendek pilihan saya dalam antologi Mata Berlian
Sinopsis 5 Judul dalam Antologi “Mata Berlian”
1. Mata Berlian
Menjadi cerita pertama dengan judul yang dipilih menjadi judul buku antologinya, perhatian saya langsung tertuju pada ‘Mata Berlian’. Harus saya akui kisah yang diangkat Penulis sangat unik, cerpen ‘Mata Berlian’ mengisahkan tentang kehidupan Dhani, seorang penulis, bersama Mesin Ilustrator yang disewanya selama tiga hari.
Siapa sangka, Mesin Ilustrator yang sejatinya disewa Dhani untuk membereskan masalah ilustrasi yang seringkali tak sesuai dengan idealismenya tersebut, justru menjadi pembuka bagi kebuntuannya untuk menuliskan akhir dari cerita yang sedang berusaha dirampungkannya. Dhani tak menyangka, adegan yang selama ini hanya ada dalam imajinasinya dan tak dapat ia tuangkan dalam tulisan, kini dapat ia saksikan secara langsung, nyata, persis di depan matanya sendiri.
Mesin Ilustrator telah mewujudkan imajinasi Dhani dengan cara yang tak pernah dibayangkannya. Kira-kira seperti apa wujud Mesin Ilustrator tersebut? No Spoiler, ya. Silakan baca sendiri buku antologinya.
2. Cerita Kerikil Tentang Seorang Lelaki
Kali ini penulis menyajikan cerita dari sudut pandang yang tidak biasa. Khanif Fauzan bercerita dari sudut pandang sebuah kerikil yang menjadi saksi jatuh bangun kehidupan seorang anak manusia.
Dalam ‘Cerita Kerikil Tentang Seorang Lelaki’, penulis banyak menyajikan fenomena kehidupan masa kini seperti narkoba dan kriminalitas. Penulis juga memberikan banyak sentuhan religi yang menggugah kesadaran pembaca akan pentingnya menjaga hubungan dengan Sang Pemilik skenario kehidupan. Susah, senang, jatuh terjerembab hingga akhirnya bangkit kembali, semuanya tak lepas dari kuasa Yang Maha Menuliskan jalan hidup manusia.
3. Menghilanglah di Balik Sang Surya
Kesan cerita manis dan penuh keindahan yang saya tangkap pada bagian blurb buku antologi ini seketika hilang ketika sampai pada judul yang ketujuh. ‘Menghilanglah di Balik Sang Surya’ berkisah tentang kisah getir, perjalanan hidup Fahri, pemuda Aceh yang harus berurusan dengan para mafia di Ashkelon.
Fahri mendapatkan kesempatan hidup kedua setelah ia bertemu dengan Aini, gadis yatim piatu korban kekejaman Israel di Gaza. Bersama Aini, Fachri melihat langsung kekejaman bom-bom Israel. Berkat Aini pula, pada akhirnya Fahri menemukan makna kedamaian di tengah getirnya kehidupan.
4. Burung yang di Warnai Cat (sesuai ejaan dalam bukunya)
Jangan membayangkan bahwa judul kesembilan dalam antologi Mata Berlian ini akan membawa pembaca pada kisah fantasi yang indah. Bagi saya pribadi, cerita berlatar Beijing pada tahun 1978 ini sangat kelam, sekaligus menyesakkan. Namun, ‘Burung di Warnai Cat’ adalah salah satu certa favorit saya.
Di sini, penulis mengangkat cerita tentang Mei, seorang wartawan televisi yang menemukan bayi perempuan yang telah sekarat. Tak ada bantuan baginya, orang-orang bergeming meskipun melihat seorang bayi tergeletak di atas aspal bersalju, tengah menunggu ajal tiba. Bahkan, rumah sakit pun menolak membantu karena tak mau mendapatkan masalah.
Bagaimana akhir cerita dari bayi malang tersebut? Tentunya kalian harus membaca antologi Mata Berlian untuk mengetahuinya.
5. Ai/ Monogatari
Setelah menyelesaikan sepuluh judul yang lumayan mengaduk-aduk perasaan, akhirnya saya sampai pada cerita romansa yaitu pada judul yang kesebelas.
Ai dalam bahasa Jepang berarti cinta, sedangkan Monogatari adalah cerita/ kisah. Jadi, cerpen kesebelas ini adalah tentang cerita atau kisah cinta. Namun, saya kurang paham mengapa penulis menuliskan judulnya menjadi ‘Ai/Monogatari’, saya yakin ada alasan tersendiri di baliknya.
‘Ai/Monogatari’ bercerita tentang Lam, si penggembala, dan Eli, sang puteri. Kisah cinta dua manusia dari dua latar belakang yang berbeda ini dimulai dari pertemuan sekejap antara dua mata. Namun siapa sangka, pertemuan singkat tersebut mampu menayalakan api merah muda dalam mata Lam. Dan memunculkan rindu dalam hati sang putri pada kepolosan pemuda desa yang dijumpainya.
Seperti kisah cinta pada umumnya, ‘Ai/ Monogatari’ menceritakan kuatnya ikatan cinta di antara dua anak manusia yang telah digariskan Tuhan untuk bersama. Kisah ini berakhir “bahagia”, namun bukan kebahagiaan seperti layaknya dua sejoli yang sedang dimabuk asamara. Seperti apakah kebahagiaan Lam dan Eli? Jangan lupa baca ceritanya di halaman 83.
Kesan untuk Antologi Mata Berlian
Meskipun dalam blurb-nya, penulis mengatakan bahwa antologi ini berisikan cerita ringan, namun menurut saya Mata Berlian tidaklah seringan itu. Jujur, saya sendiri butuh beberapa hari untuk menyelesaikannya. Dan begitu terjeda karena deadline menulis, saya butuh ‘alasan kuat’ untuk kembali membaca dan merampungkannya.
Salah satu alasannya karena tema ceritanya cukup beragam, mulai dari cerita fantasi hingga realita kehidupan sehingga saya pribadi butuh waktu untuk mengembalikan mood di setiap peralihan tema. Daya imajinasi penulis untuk beberapa cerita juga cukup tinggi, sehingga otak saya yang sudah lumayan ‘tua’ ini butuh waktu untuk memahami jalan ceritanya.
Selain itu, saya sedikit terganggu dengan ejaan yang kurang sesuai dengan EYD. Saya sangat menyayangkan masalah ini karena sebagian besar justru terdapat pada halaman-halaman awal, juga pada bagian judul. Harusnya, editor bisa bekerja lebih keras untuk menyempurnakannya sebelum naik cetak.
Selebihnya, Khanif Fauzan telah berhasil menyajikan 14 judul dengan tema yang lumayan tidak biasa. Antologi Mata Berlian cukup berani ‘tampil beda’ dengan tema-tema yang jarang diangkat penulis buku antologi. Jika kebetulan kalian sedang butuh koleksi bacaan baru, maka Mata Berlian layak menjadi penghuni baru di rak buku kalian.
Terakhir, saya ucapkan selamat untuk Khanif Fauzan yang telah merampungkan 14 cerita pendek dan puisi dengan beberapa tema yang berhasil membolak-balikkan suasana hati pembaca, khususnya saya, hehe.
Tentang Penulis
Nama lengkap: Muhammad Fauzan Al Khanif
Profesi: Penulis, pustakawan, praktisi pertanian.
Blog: Kompasiana.com/nivkaka
Akun KBM: khanif fauzan
email: fauzankhanief@gmail.com
Instagram: @khanifpena
Penghargaan:
- Musim Panas (Juara 3 Lomba Cerpen Pesta Daring UNJ 2023 Tingkat Nasional)
- Burung yang di warnai Cat (Juara 1 Lomba Cerpen FKM Fair National 2023 Tngkat Nasional)
- Cerita Kerikil Tentang Seorang Lelaki (Juara Umum Lomba Cerpen “Boyolali Bergerak” Tahun 2016 Tingkat daerah Boyolali)
Data Buku
Judul buku: Mata Berlian| Jumlah halaman: 112 halaman| Penulis: Khanif Fauzan| Penerbit: Madani Berkah Abadi| Tahun terbit: Desember 2023| ISBN: 978-623-473-288-7| Penyunting: Syaamil Al Maktabah| Ilustrasi sampul: Faisal Albab| Desain isi: Syaamil Al Maktabah