Jika hari ini saya terlihat sangat menikmati peran sebagai ibu, tentu saja hal itu tidak datang begitu saja. Proses yang saya lalui lumayan panjang dan berliku. Tak sedikit pula air mata yang saya tumpahkan selama proses ini berlangsung.
Bukan. Bukan karena saya belum siap menjadi ibu. Atau karena saya tidak menyukai anak-anak. Saya menikah saat usia sudah matang untuk ukuran gadis desa. Sebelum menikah pun saya sangat dekat dan senang beraktivitas dengan anak-anak. Tapi setelah melahirkan dan resmi menjadi ibu bagi Najwa, saya merasakan kondisi saya sangat tidak ideal. Jauh dari kata sempurna untuk disebut ibu yang utuh.
Anggapan seperti itu mungkin memang hanya datang dari alam bawah sadar saya sendiri. Karena kenyataannya tak ada seorang pun yang pernah mengucapkannya, entah kalau di belakang, ya. Hehehe. Di mulai dengan melahirkan secara caesar, gagal memberikan ASI pertama, dan kemudian tak mampu mengasuh sepenuh waktu karena masih bekerja kantoran. Perasaan-perasaan tak mampu sering kali mengganggu pikiran saya.
Sebenarnya tak ada yang salah dengan semua itu. Melahirkan dengan cara apapun seorang ibu tetaplah ibu. Begitu pun halnya tak ada satu definisi pun yang menyebutkan bahwa seorang ibu adalah ibu rumah tangga. Ibu, ya hanyalah mereka yang mampu membesarkan anak-anaknya dengan curahan kasih sayang dan doa. Bahkan saat si anak bukan dari rahimnya.
Masalahnya, saya bukan tipe orang yang bisa cuek dengan lingkungan sekitar. Terlebih, saat melihat karakter saya berbeda dengan teman atau perempuan lain yang juga menyandang status sebagai ibu. Bukannya bersikap lembut pada anak, saya merasa terlalu tegas bahkan saat Najwa masih berumur balita.
Sempat berpikir bahwa karakter pengasuhan saya pasti sedikit banyak dipengaruhi oleh pengalaman pengasuhan orang tua. Tapi apa iya saya harus menyalahkan ibu yang saat itu berjuang sebagai single parent? “Ah! Semua ini pasti karena aku kurang cakap mengelola emosi. Sehingga tak maumpu bersikap sebagaimana layaknya ibu kepada anak,” begitu batin saya dalam hati kala itu.
Bagi Najib, anak bungsu saya. Saya adalah kekasih dan ciuman pertamanya. |
Munculnya Perasaan Inferior
Sering kali muncul perasaan minder dalam diri saya saat melihat ibu lain begitu piawai melakukan perannya. Persis seperti yang sering saya baca dalam buku-buku parenting. Kalau sudah begitu biasanya saya agak uring-uringan karena merasa jauh dari standart itu.
Kadang, perasaan inferior juga muncul saat melihat orang tua yang tidak hanya mengasuh. Tapi sanggup mendidik dalam segala hal. Baik pendidikan moral dan budi pekerti. Agama bahkan berbagai jenis ilmu yang memang mereka kuasai. Saya salut dengan ibu-ibu yang mampu mengawal anak-anaknya dengan model pendidikan homeschooling. Menurut saya mereka tidak hanya hebat, tapi memang begitulah selayaknya seorang ibu sebagai madrasah utama bagi anak-anaknya.
Perasaan-perasaan seperti itu sukses membuat kepercayaan diri saya merosot, dan puncaknya sikap emosional yang sering saya tunjukkan pada anak-anak saya.
Menjadi Ibu Tak Harus Sempurna tapi Harus Memiliki Cinta
Hingga akhirnya saya coba berdamai dengan segala kondisi yang ada. Mulai memahami dan menerima keterbatasan yang saya miliki. Sampai memahami karakter dan kondisi psikologis anak. Saya pun sampai pada satu kesimpulan bahwa anak-anak lebih membutuhkan cinta dan kasih sayang saya, ketimbang segala hal yang selama ini memunculkan perasaan inferior.
Mereka sangat gembira saat bermain bahkan dengan permainan yang asal-asalan dan ala kadarnya. Jauh dari labeling mainan edukatif yang biasanya disematkan untuk permainan orang tua masa kini. Mereka pun tidak mempermasalahkan cara saya bertutur dan mengasuh yang tak selembut ibu peri. Efeknya justru hubungan kami seperti teman sebaya, bukan hanya ibu dan anak.
Kedekatan yang unik ini menyadarkan saya bahwa anak-anak menerima ibunya apa adanya. Mereka tak butuh segala “atribut ibu sempurna”. Tak peduli bagaimana saya melahirkan mereka. Yang mereka tahu saya adalah teman terbaiknya. Hingga kapan pun mereka ingin bermain atau sekedar bercerita, maka sayalah orang pertama yang dicarinya.
Kebutuhan seperti itu tidak lain adalah ungkapan cinta. Ya, anak-anak sangat mencintai saya dengan segala keterbatasan yang ada pada diri ibunya. Cinta, adalah mantra ajaib bagi seorang ibu. Bukan kesempurnaan, tapi cinta dan kemauan untuk menerima dan memahami keunikan setiap anggota keluarga.
Kemana pun kami selalu bertiga. Kurang lebih seperti Trio Kwek-kwek. Hehehe 🙂 |
Mencintai dengan Cara yang Tak Biasa
Perasaan dicintai dan dibutuhkan anak-anak, secara perlahan “menggiring” diri menjadi pribadi yang berbeda. Saya lebih banyak bersyukur, lebih mampu mencintai dan bisa berdamai dengan diri sendiri.
Hal baik seperti itulah yang kemudian membuat saya mampu mencintai anak-anak dengan cara saya sendiri. Beda? Sekilas mungkin sama saja. Tapi saya lebih suka menyebutnya dengan cara yang tak biasa, karena ini adalah cara saya mencintai mereka.
Baca juga: L.O.V.E – How do You Spell Love?
Menjadi teman dekat anak
Mengasuh anak merupakan aktivitas membersamai yang tak berkesudahan. Mulai dari bayi hingga dewasa, saya kira orang tua masih terus mengasuh anak-anaknya. Hanya saja caranya pasti berbeda. Dulu kecil mereka kita timang. Tapi begitu beranjak remaja, mereka tak membutuhkan itu lagi. Mereka butuh teman dekat untuk berbagai segala hal yang dialaminya.
Begitu usia bertambah dewasa, yang mereka butuhkan tidak sekedar teman dekat. Seiring bertambahnya tanggung jawab dan persoalan hidup yang harus mereka hadapi. Maka orang tua adalah tempat berguru pengalaman dan meminta pertimbangan.
Saya yakin dengan memposisikan diri sebagai teman, maka hubungan dengan anak-anak tak lekang oleh zaman. Ketika mereka bertumbuh, saya pun akan menumbuhkan kedewasaan dan kearifan saya sebagai orang tua. Tapi saat mereka masih ana-anak seperti sekarang, saya tidak segan masuk ke dunia yang penuh dengan fantasi yang seringnya tidak masuk akal.
Baca juga: Every Family Has Its Own Rule (1)
See, he likes to kiss me. |
Mengakui dan Saling Menerima Kekurangan
Kalau dulu saya cenderung menutupi kekurangan pada diri. Kini saya mulai bersikap apa adanya. Saya tak segan untuk mengatakan pada anak dan suami tentang hal-hal yang memang tidak saya kuasai. Misalnya jika mereka meminta makanan tertentu, saya jujur saja bilang, “ibu belum bisa, karena belum belajar. Nanti, setelah ibu belajar, pasti ibu buatkan.”
Atau saat mereka mengeluhkan cara berbicara saya yang keras. Saya akan dengan jujur mengakui bahwa gaya berbicara ibu memang seperti ini, keras dan tegas. Tapi dalam hati sebenarnya saya sangat perasa dan mudah memahami perasaan orang lain.
Sebaliknya, saya pun mulai tak segan menerima kekurangan-kekurangan baik pada anak maupun pasangan. Saya paham ada banyak hal yang tidak bisa diubah dengan cepat. Butuh proses dan pemahaman yang tidak sebentar pula. Maka dari itu, saya pun berusaha menerima, karea di sisi lain saya ingin diterima apa adanya.
Baca juga: Emotional Conversation with Kiddos
Bersedia Berproses Bersama
Seperti yang saya sebutkan di atas, bahwa menjadi orang tua merupakan tanggung jawab yang tak berkesudahan. Tantangan yang dihadapi pun selalu berubah dari waktu ke waktu. Untuk itu saya memilih berproses bersama mereka sehingga dapat mengikuti setiap fase tumbuh kembangnya.
Raga boleh menua, tapi rasa dan pengetahuan seorang ibu sudah semestinya bisa berjalan beriringan dengan zaman anak-anaknya.
Menjadi Diri Sendiri dalam Mencurahkan Cinta dan Perhatian
Jika sebagian besar ibu menyapa anak-anaknya dengan cara, “Halo, sayang. Bagaimana kegiatan hari ini? Capek, nggak? Sini Mama pijitin?” Saya malah seringnya mengatakan seperti ini, ” Hai, guys? Udah pada makan belum? Ngomong-ngomong, ada kejadian seru apa hari ini?” Meskipun dari segi usia mereka masih kanak-kanak, mereka paham betul cara saya itu. Mereka pun langsung berceloteh mulai A sampai Z seolah sedang bercerita pada temannya.
Cara dan ekspresi setiap ibu memang selalu berbeda. Tapi coba kita rasakan, selalu ada cinta dalam segala hal yang mereka lakukan pada anak-anaknya.
Trio kwek-kwek lagi edutrip ke Museum Air Tawar di TMII. |
Menjadi Penolong Pertama
Bagi saya, setelah seorang perempuan mengikrarkan diri sebagai ibu itu artinya harus siap menjadi penolong utama bagi anak-anaknya. Apapun dan bagaimana pun caranya, ibulah yang pertama kali dibutuhkan anak-anak. Bahkan mengenai hal ini pun, Allah telah menunjukkannya melalui hubungan dalam tali pusat dan Air Susu Ibu.
Untuk itu saya pun berusaha menjadi penolong pertama bagi Najwa dan Najib yang tergolong masih kanak-kanak. Masih butuh banyak dibantu dalam segala hal. Tidak hanya untuk kegiatan sehari-hari atau dalam permainan. Untuk urusan sekolah atau kegiatan lain di luar rumah. Ibu, ibu dan ibu, begitulah biasanya anak-anak meminta saya sebagai penolongnya yang pertama.
Itu saja saat kondisi mereka sehat. Saat sakit, saya bukan hanya penolong pertama, tapi benar-benar menjadi ibu peri yang membawa kesembuhan bagi mereka. Untungnya, saya telah belajar banyak hal mengenai penanganan anak sakit sejak kelahiran anak pertama.
Anak-anak memang masih rentan sakit, terlebih panas dan deman yang biasanya muncul akibat respon terhadap gangguan pada tubuh. Misalnya mau flu atau tumbuh gigi. Biasanya selalu diawali panas atau demam ringan sebagai gejala awal.
Biasanya, saya pun tidak tergesa-gesa memeriksakan anak ke dokter. Sebagai pertolongan pertama, beberapa hal berikut ini selalu saya lakukan pada anak saat demam.
Pertolongan Pertama saat Anak Demam
1. Periksa suhu tubuh secara berkala dengan termometer. Saya pun terbiasa mencatatnya untuk melihat perkembangannya dari jam ke jam berikutnya. saat suhu masih di bawah 38, saya masih menganggapnya aman. Tapi ketika sudah menyentuh angka 38 atau lebih, maka segera saya memberikan obat. Dan
2. Mengompres lipatan-lipatan tubuh dengan kompres hangat. Ya, sejak Najwa berusia 1 tahun saya mulai beralih menggunakan kompres hangat karena mempertimbangkan pendapat dari ahli medis. Selain itu, saya tetap memandikan anak-anak bahkan mengajak mereka berendam di bak air hangat dengan maksud membantu menurunkan suhu tubuhnya.
3. Memperbanyak cairan yang masuk ke tubuh anak, terlebih air putih. Cara ini untuk mencegah dehidrasi yang biasanya mengikuti gejala sakit panas atau demam. Untuk itu konsumsi air putih atau minuman dalam bentuk lain harus dijaga agar tubuh tidak sampai kekurangan cairan. Oh ya, kadang-kadang saya juga memberikan sari kurma untuk menjaga trombosit darah tetap stabil.
Saat kondisi tubuh menurun atau demam, saya pastikan anak banyak mengasup buah-buahan dan air putih. |
4. Memakaikan pakaian yang berbahan dingin dan menyerap keringat. Serta mengatur suhu ruangan tetap dingin meskipun juga jangan sampai kedinginan.
5. Memberikan parasetamol untuk membantu menurunkan panas dan menghilangkan nyeri. Untuk jenis parasetamolnya sendiri saya sudah terbiasa memakai Tempra Paracetamol Syrup.
Kalau ditanya mengapa memlih Tempra? Alasan pertama karena sudah dipakai turun temurun sejak zaman ibu saya mengobati anak-anaknya. Setelah itu beralih pada kakak-kakak saya yang memilih Tempra juga untuk pertolongan pertama saat demam bagi anak-anaknya. Saya pun sudah menggunakannya saat baru memiliki anak pertama. Jadi begitu cocok dan tidak ada efek samping, rasanya sudah malas coba-coba obat penurun panas jenis lain.
Tempra Syrup dan Termometer adalah senjata andalan ibu siaga demam. |
Kelebihan Tempra Syrup
Selain itu saya lebih memilih paracetamol ketimbang ibuprofen ketika anak mengalami panas atau demam ringan. Karena cara kerja paracetamol sendiri lebih terfokus pada menurunkan demam dan bersifat anti-pirektik pada pusat pengatur suhu di otak. Sehingga proses penurunan suhu tubuh pun biasanya berlangsung secara bertahap.
Sedangkan untuk ibuprofen, para ahli berpendapat obat jenis ini bekerja lebih maksimal ketika ditemukan gejala inflamasi atau peradangan. Dari pengalaman saya, penurunan suhu tubuh cenderung cepat. Tapi jika tubuh penderita tidak siap, justru bisa menggigil karena kaget dengan penurunan suhu yang drastis.
Dosis pemakaian Tempra Syrup. |
Untuk Tempra Paracetamol Syrup sendiri selain mengandung paracetamol, kandungan analgetika di dalamnya mampu meningkatkan ambang rasa sakit. Sehingga dapat membantu mengurangi rasa nyeri yang mengikuti gejala panas dan demam pada anak.
Oh ya, Tempra Paracetamol juga sangat aman untuk lambung. Karena pada dasarnya paracetamol sendiri memang bisa dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Meskipun biasanya dianjurkan setelah makan. Sedangkan untuk cara mengonsumsinya tidak perlu dikocok dulu, karena sirup obat Tempra sudah larut 100% dengan dosis yang tepat sehingga tak perlu khawatir kurang atau lebih. Yang penting selalu perhatikan dosis pemakaian yang ada di kemasannya.
Kandungan produk dan peringatan pemakaian. |
Dan yang penting banget, nih. Tempra Syrup bebas alkohol sehingga benar-benar aman. Rasanya pun enak dan tidak pahit, sehingga mudah memberikannya pada anak-anak. Saya pun selalu memiliki persediaan di rumah agar selalu merasa aman karena harus menjadi penolong pertama bagi anak.
6. Yang terakhir, saya akan segera memeriksakan si kecil ke dokter jika panas atau demam tubunya tidak kunjung reda setelah tiga hari pengobatan di rumah. Tindakan ini harus segera dilakukan karena penangan yang telat pada kasus demam bisa berakibat fatal.
Berbekal cinta dan kasih sayang untuk anak-anak, saya merasa lebih utuh sebagai seorang ibu. Karena saya yakin, setiap ibu adalah perwujudan cinta kasih. Oleh sebab itu selalu ada cinta dalam dirinya. Walaupun cara mengekspresikannya bisa jadi berbeda. Karena setiap ibu unik dan melahirkan anak-anak yang juga tak kalah unik.
Anak-anak, masa depan yang menguatkan setiap langkah saya. |
Teman-teman yang sudah menjadi ibu pasti tahu bagaimana rasanya, kan? Yuk, berbagi pengalaman menjadi ibu di komentar, ya. Have fun with our own journey as a Mom, Ladies!
Referensi tambahan:
https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/paracetamol-vs-ibuprofen/
http://www.taisho.co.id/index.php/id/hidden-menu-tempra/89-tempra-syrup
wah makan buahnya juara yaa
Alhamdulillah, dua-duanya juara banget makan buahnya. 🙂
Akur banget liat kaka dan adik membaca bareng :p Cinta ibu memang tak pernah selesai pada anaknya ya mba 🙂
Iya, Mbak. Nggak ada habisnya. Kalau kata suami saya, sampai kita sudah tidak menjadi orang tua alias sudah meninggal. 🙂
Ibu selalu menjadi sosok yg sempurna dan pertama bagi anaknya. Anak2 pasti lebih senang jika ada ibu disampingnya meskipun ibu sesungguhnya makhluk yg punya kekurangan juga. Tp bg anaknya My Mom is the best. Aku pakai tempra klo anakku sakit.
Ya, betul Mom is always the best for our kid 🙂
Anak demam memang bisa bikin ketar ketir ya, mbak. Kemarin anakku demam 2 hari naik turun suhu tubuhnya. Untung sedia paracetamol di rumah
Menjadi temen dekat anak itu pe er banget. Secara lebih deket ke neneknya 🙁
Semanghat, Mbak. Jangan menyerah 🙂
tapi setaksempurna apapun kita adalah makhluk sempurna dimata anak-anak hehe
Betul Mbak. Makanya semua ibu itu the best buat anak-anaknya. 🙂
Wah, saya juga selalu sedia tempra di rumah, btw, hanya ibulah yang dapat memberikan cintanya tanpa syarat
Betul, cinta tanpa syarat. Dan Tempra paling tahu cara Bunda mencintai anak-anaknya 😉
Menjadi Ibu Tak Harus Sempurna tapi Harus Memiliki Cinta.Mak jleb…^^jadi kangen si embok..
Hehehehe, karena manusia gak ada yang sempurna. Tapi Cinta ibu memang selalu sempurna. begitu katanya. Hehehe
berasa lagi nge-Vlog mba hehehe hai guys sapaannya unik tapi justru bikin tambah deket y mba 🙂
Hihihi, saya akhirnya juga kebawa mereka Mbak. Biar awet muda, wkwkwk
Memang tempra jadi pilihan ibu ketika anak panas.
Yak, benar sekali 🙂
Semua ibu sempurna bagi anak anak nya mba, mau itu melahirkan caesar atau normal, ibu ya ibu. Yang penting kita sudah berjuang dan memberikan yang terbaik untuk anak. Sehat terus ya dek ^^
Iya benar. Karena setiap ibu itu unik, karena anaknya pun unik. Makanya sudah pasti "pas"
Sebetulnya tidak ada sosok ibu yang sempurna karena ibu juga manusia. Tapi cinta ibu terhadap anak biasanya sempurna 🙂
Iya benar. Dan dalam hal menjadi ibu, sepertinya saya harus belajar sama Mbak Myra 🙂
aku suka sama sapaan mba sama anak2, gaul gimana gituh.sedih ya kalo si kecil lagi sakit, bener harus sedia tempra buat pertolongan pertama.
Iya mbak, tempra selalu ada di kotak P3K. Obat andalan ibu siaga 🙂
Jadi Ibu emang harus strong banget ya Mba, walopun sakit harus terlihat baik-baik aja didepan anak-anaknya. Semoga sehat selalu anak-anaknya ya Mba 🙂
Iya Mbak. Boleh sakit tapi gak boleh lama, heheheh
ibu penuh cinta menjadi teman dekat anak. Ibu menjadi pilihan tempat berbagi bagi si anak. Baik sehat dan sakit. Ibu selalu menyediakan obat terbaik bagi anak
Hehehe, sebenarnya ayah juga punya peran yang sama. Hanya saja porsinya mungkin berbeda. 🙂
Ngikik liat foto covernya. Hihihi… kompakan banget tuh bertiga. Sehat terus ya mba Damar dan DuoNaj nya… semangkaaaa…
Amin, Mbak Bety. Sehat2 juga buat Mbak Bety dan jagoannya. 🙂
Terkadang seorang ibu (dari yang saya sering dengar curhatnya) mereka ingin sempurna bukan karena keinginan dirinya, tapi karena takut dihina orang banyak. Sudahlah Bu Naj, nggak usah jadi ibu yang sempurna. Jadi ibu yang bahagia aja, biarin ah kalau ada "berisik" bu Naj ngurus anaknya begini begonoh, haha… Toh anak2 tetap sayang kan sama Ibunya. Anak sakit memang bikin mellow orang-tua ya. Makanya banyak juga orang-tua yang sedia Tempra di kulkas, buat jaga2 anak demam. Sehat2 terus ya, duo Naj 🙂
Siap Miss Nita. saya pun sedang belajar menjalani peran saya tanpa intervensi orang lain. Semoga saya bisa. 🙂
Anak saya sebenarnya deket sama ayahnya. tapi kalau gak liat saya ya tetep teriak2, duhh
Betul Mbak. Kita hanya bisa berusaha sebaik-baiknya menjaalankan amanah ini.
saya setiap hari telphonan dengan ibu.. karena memang jarak yg jauh sehingga tidak bisa setiap saat bisa ketemu.
Berarti sama kita, turun temurun obatnya. heheheh
Benar sekali, sangat bermanfaat