Tugas berat orang tua adalah mengamati, menggali, memupuk dan mengembangkan keistimewaan yang Tuhan anugerahkan pada anak-anak kita.
Kalau teman-teman mau tahu jawaban saya tentang Tes IQ untuk Najwa atau Najib kelak. Maka jawabannya, NAY! Mau tahu alasannya? Baca dulu cerita saya ya. ^_^
Beberapa waktu yang lalu, sekolah Najwa menyelenggarakan Tes Psikologi yang setiap tahun rutin dilakukan untuk anak didiknya. Adapun jenis tes yang ditawarkan kepada orang tua ada dua. Pertama, Tes Kesiapan Masuk SD, sedangkan yang kedua adalah Tes IQ. Untuk anak yang akan melanjutkan ke jenjang sekolah dasar, sekolah mewajibkan siswanya mengikuti tes yang pertama, yaitu tes kesiapan. Sedangkan untuk tes yang kedua bersifat pilihan.
Karena Najwa berencana melanjutkan ke SD pada tahun ajaran depan, secara otomatis dia terdaftar untuk tes yang pertama. Sedangkan untuk Tes IQ, saya dan suami sepakat untuk tidak mengikuti. Mengapa? Tentu saja kami memiliki alasan tersendiri. Beberapa di antaranya sebagai berikut :
Alasan Tidak Mendaftarkan Najwa untuk Tes IQ
- Tes IQ bukan satu-satunya tolok ukur kecerdasan anak.
- Ada beberapa faktor lain yang justru harus ditumbuhkan dari anak semenjak awal kehidupan mereka. Misalnya empathy, creativity, critical thinking, enthusiasm, dan lain-lain.
- Memprediksi kecerdasan anak berdasarkan dari skor IQ saja, menurut kami kurang bijaksana. Karena, skor IQ terdiri dari banyaknya kumpulan skor dan sangat mungkin terjadi prediksi yang kurang tepat.
- Kami tidak ingin skor IQ membayangi cara pandang kami terhadap kecerdasan anak. Bahkan yang lebih menakutkan, kami khawatir skor IQ membatasi ekspektasi terhadap kecerdasan anak.
- Jujur kami tidak terlalu paham apa manfaat dari skor IQ yang diperoleh anak.
- Yang terakhir, kami tidak ingin membandingkan anak karena terpengaruh skor IQnya.
Tentu saja kami tidak asal dalam membuat keputusan ini. Sebelumnya, saya sempat berkonsultasi dengan beberapa teman juga menambah sumber bacaan terkait perlukah Tes IQ untuk anak-anak. Beberapa sumber bacaan yang saya temui memang ditulis oleh ahli psikolog, salah satunya Ibu Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si, atau biasa disapa Mbak Nina dalam artikel-artikelnya.
Dalam salah satu artikel psikologi yang ditulisnya, kebetulan membahas tentang “Perlukah Tes IQ untuk Anak? Beliau dengan tegas menjawab, TIDAK. Tidak setiap anak perlu melakukan Tes IQ. Kecuali si anak menunjukkan adanya tanda-tanda gangguan perkembangan atau keterlambatan pada beberapa hal.
Bahkan ketika orang tua hanya sekedar ingin tahu skor IQ anak pun, Ibu Ana Surti Ariani menyarankan TIDAK perlu untuk mengikuti. Pendapat beliau ini sangat menarik bagi saya. Dan tentu saja membawa angin segar karena selama ini saya selalu mendapat jawaban, terserah orang tua masing-masing.
Setiap anak dilahirkan dengan kecerdasan masing-masing. Sungguh UNIK! ( Pict by Ummi-Online) |
Pengertian Tes IQ
Mungkin teman-teman pernah mengalami peritiwa seperti ini. Suatu ketika, seorang teman atau kerabat menanyakan berapa skor IQ anak kita. Pada saat kita menyebutkan suatu angka, bisa jadi respon yang ditunjukkan berbeda. Membelalak kagum, atau hanya manggut-manggut dengan ekspresi datar. Saya membayangkan pasti memprihatinkan jika mendapatkan respon yang kedua. Lalu, apa sebenarnya yang salah dengan angka-anagka pada skor IQ tersebut?
Seperti yang saya pelajari dalam sebuah sumber bacaan, IQ atau intelligence quotient merupakan hasil bagi dari inteligensi. Inteligensi sendiri memiliki pengertian kemampuan berpikir dan beradaptasi dari pengalaman hidup sehari-hari. (Santrock, 2002). Ringkasnya, semakin besar kemampuan seseorang untuk menemukan makna dan menyelesaikan permasalahan sehari-hari yang dihadapinya. Maka dia dianggap semakin cerdas.
Lalu, dari manakah angka IQ itu di dapat?
Skor IQ didapat dari pembagian usia mental atau Mental Age (MA), yaitu kemampuan seseorang baik anak ataupun dewasa dibandingkan teman-teman pada usia yang relatif sama, dibagi usia anak yang sebenarnya atau Chronological Age (CA), kemudian dikali 100. Begitu saya kutip dari tulisan Ibu Anna Surti Ariani, S.Psi. M.Psi. dalam salah satu artikelnya.
Maka tak jarang, anak dianggap lebih cerdas ketika kemampuannya menyamai anak-anak dengan usia di atasnya. Sedangkan untuk mendapatkan skor Mental Age atau MA, psikolog akan memberikan serangkaian soal kepada anak, kemudian menghitung jumlah soal yang dijawab dengan benar lalu membandingkannya dengan anak yang usianya setara. Tentu saja secara teknis pakar psikologi yang lebih memahaminya. Itupun sudah pasti melalui serangkaian uji coba yang valid.
Tes IQ meliputi apa saja?
Menurut Psikolog, Tes IQ atau Pemeriksaan Inteligensi yang tepat sebenarnya tidak hanya menghasilakan satu skor IQ tunggal. Namun merupakan kumpulan berbagai skor. Di antaranya daya tangkap, daya ingat, konsentrasi dan kemampuan analisis. Termasuk di dalamnya kemampuan matematika dan pemahaman terhadap bahasa.
Tes IQ juga diklaim mampu mengukur sikap kerja seperti ketelitian, kecepatan dan sistematika kerja. Khusus bagi anak yang cenderung memiliki permasalahan atau gangguan perkembangan, psikolog akan menyertakan berbagai data di samping skor IQ.
Karena banyaknya kumpulan skor dari berbagai komponen yang diukur, maka bisa jadi dua anak dengan total skor IQ yang sama, memiliki kemampuan yang berbeda. Hal ini karena skor yang diperoleh dari setiap komponen yang diujikan bisa jadi berbeda, namun dijumlahkan secara total untuk menghasilkan skor total. Itulah sebabnya, jika orang tua memprediksi kecerdasan anak hanya dari satu angka skor IQ saja, maka bisa jadi kurang tepat.
Kecerdasan anak tidak selalu identik dengan hasil akademis. (Pict by. Republika-online) |
Perlukah Tes IQ?
Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, TIDAK semua anak memerlukan Tes IQ. Karena pemeriksaan inteligensi secara lengkap hanya perlu dilakukan jika ada kecurigaan gangguan psikologis pada anak. Seperti lemah daya tangkap, perkembangannya terlambat dan kecurigaan itupun harus dibuktikan melalui serangkaian tes psikologi.
Hanya saja, semua kembali pada keputusan setiap individu. Ada banyak orang tua yang merasa anaknya tidak perlu mengikuti Tes IQ seperti halnya saya. Namun, tak jarang juga yang menyetujui dan menganggapnya penting. Itu tidak masalah bahkan tak perlu diperdebatkan.
Beberapa sekolah bahkan mengadakan tes ini secara rutin meskipun bersifat tidak wajib, seperti halnya yang dilakukan di sekolah Najwa. Sedangkan, sekolah yang lain justru mensyaratkan pemeriksaan inteligensi sebagai bagian seleksi penerimaan siswanya. Kembali lagi, semua tergantung kebutuhan masing-masing.
Apakah Skor IQ Bisa Berubah?
Jawabnya, BISA.
Sebagian orang tua mungkin merasa khawatir ketika skor IQ anaknya cenderung rendah. Menghadapi hal semacam itu, sikap bijaksana harus dimiliki. Ingat, Skor IQ bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi keberhasilan anak di masa depan. Orang tua justru harus memerhatikan beragam kecerdasan lain yang sayang jika terlewat untuk ditumbuh kembangkan.
Skor IQ bisa jadi berubah seiring dengan perkembangan anak. Antara 5 sampai dengan 10 tahun pertama kehidupannya, seorang anak bisa saja mengalami perkembangan yang signifikan.
Adakah faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan?
Sekali lagi jawabannya, ADA.
Berdasarkan hasil konsultasi saya dengan seorang teman, setidaknya ada 4 faktor yang memengaruhi perubahan skor IQ seorang anak. Di antaranya:
- Faktor pengukuran, yaitu berkaitan dengan komponen dan proses pelaksanaan tes yang sangat beragam. Dalam hal ini usia dan kemampuan anak memiliki peran sangat besar.
- Faktor tak terduga, seperti kesalahan administrasi atau skoring. Bukan tidak mungkin kan, terjadi kesalahan dalam hal administrasi atau penghitungan skor? Meskipun atas nama sistem, terkadang sebuah kesalahan tidak bisa dielakkan?
- Faktor situasional, meliputi motivasi, kondisi fisik anak, rasa percaya diri, dan lain sebagainya. Bukan tidak mungkin kondisi anak pada saat tes pertama dan kedua akan berbeda.
- Faktor Nutrisi
Nah, cukup banyak yang perlu orang tua pelajari sebelum memutuskan untuk menyertakan anak dalam sebuah tes. Misalnya Tes IQ. Tapi, tidak menutup kemungkinan orang tua terpaksa mengikuti atau memang tertarik mengikutinya. Hal tersebut tidak salah, bahkan sah-sah saja. Karena orang tualah yang paling tahu kondisi anak-anaknya. Tapi, ada baiknya kita tidak terpaku pada skor IQ yang dicapai anak. Yakin saja, Tuhan menciptakan makhluknya pasti dengan suatu kelebihan. Tidak mungkin Tuhan membuat ciptaannya tidak bermanfaat. Maka tugas besar kita adalah mengamati, menggali, memupuk dan mengembangkan keistimewaan yang Tuhan anugerahkan pada anak-anak kita.
Have fun for the journey with your kids, Mom! Good Luck!