Credit picture: www.clipartgram.com |
Halo Temans, long time no see… Hampir 2 minggu BukNaj terkapar di tempat tidur. Alasan yang tepat sebenarnya untuk beristirahat total. Tapi apa daya, jika penyebabnya karena terserang tifus, jadi nggak nikmat lagi istirahatnya. Tapi memang salah saya juga sih, karena kurang pandai mengatur waktu. Kalau lagi kerja, full semuanya saya kerjain. Begitu badan minta jatah, langsung drop yang didapet.
Selama sakit, otomatis banyak hal terlewat. Apalagi ditunjang saya harus bedrest dan nggak bisa kemana-mana. Biasanya kalau demam biasa atau batuk pilek saja, saya masih ke sana kemari bersama DuoNaj. Tapi kali ini, full di rumah, bahkan urusan antar jemput Najwa pun saya serahkan pada ahlinya. Bang Niko, tukang ojek langganan keponakan-keponakan saya.
Selama itu pula komunikasi dengan pihak sekolah Najwa, baik guru maupun staff lebih banyak saya lakukan via WA. Agak sedih juga, karena beberapa kali mendapat kabar bu Guru di sekolah sakit gantian. Sehingga sering kekurangan jumlah pengajar dan kegiatan tambahan seperti les pun, beberapa kali ditiadakan.
Ya, saya sih bisa memaklumi. Karena mengajar anak pada usia 0-7 tahun atau pada usia TK memang butuh energi besar. Lebih banyak melakukan aktivitas ketimbang duduk diam. Sehingga kondisi tubuh pun harus selalu prima. Tapi yang namanya manusia, sudah pasti ada masanya kondisi turun karena kelelahan.
Pengalaman Bekerja di Sekolah
Saya jadi ingat, masa-masa 4 tahun silam, ketika masih bekerja di sekolah. Dulu, kondisi seperti ini bahkan kerap kami alami. Selain karena harus mengajar dengan model pembelajaran based on activities. Baik pengajar maupun tenaga administrasi di sekolah tempat saya kerja dulu masih harus dilibatkan dalam berbagai agenda harian sekolah. Seperti English Club, Daily Hadith, Staff Meeting, Department Meeting dan beberapa agenda dadakan yang biasanya selalu ada setelah jam kerja.
Selain itu, karena model sekolahnya full day, dari jam 06.30 sampai dengan 15.00, maka mau tak mau seluruh staff harus stand by di sekolah minimal dari jam 06.00 sampai dengan 16.00, itu jam kerja normalnya. Bisa jadi sampai dengan Maghrib jika ada agenda tambahan seperti yang saya sebutkan di atas. Kalau dibilang lelah, sebenarnya ya lelah yang fun. Tapi namanya manusia, ada limitnya juga kan kadang kala badan drop barengan.
Nah, kendala seperti ini sering kali mengganggu proses belajar mengajar. Pernah pas kami sakitnya barengan, kelabakan juga akhirnya di sekolah. Karena harus mengurus sekian anak dengan jumlah staff yang terbatas. Tak jarang, komentar pedas pun harus kami terima dari pihak orang tua. Wajar, sih. Karena mereka udah bayar mahal, pastinya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya.
Dalam banyak hal, kami sering menerima kritikan. Alasannya pun kadang-kadang bukan karena standart dari sekolah yang kurang maksimal. Tapi standart kepuasan per personal. Nah, kan. Jadi susah kalau kita ngurusi standar kepuasan per personal. Lha padahal muridnya ada ratusan, so pasti standart kepuasannya ratusan juga kan? Pusing donk, pala BukNaj yang waktu itu di bagian Head of Administration. Tempat curahan hati orang tua dan guru bermuara dari dua arah. Ciyehhh …
Saat Science Day tahun 2009, acara lembur seperti ini hampir pasti kami lakukan saat ada agenda khusus di sekolah. |
Berbekal pengalaman menjadi orang yang sering dikomplain, meskipun juga tak sedikit yang mengacungkan jempol untuk kinerja kami di sekolah. Saya membuat semacam batasan untuk diri saya sendiri. Ingat-ingat saya juga bakalan jadi ortu kan? (eh udah dink). Maka mau tak mau saya pasti akan berada dalam situasi berlawanan dengan kondisi saya dulu. Mau tak mau saya harus menyekolahkan anak dengan berbagai hal yang mungkin pada akhirnya bermuara pada standart kepuasan personal. Ya to?
Nah, itulah kenapa saya perlu terus menekankan diri sendiri. Bahwa berkomunikasi dengan sekolah anak itu ada aturannya. Nggak semua hal yang nggak sesuai standart kita harus dikomplain. Nggak semua-semua dituntut harus “oke” dari pihak sekolah. Tetap ya, semua ada limit-nya. Justru seharusnya sebagai orang tua, peran kita mendukung agar kegiatan di sekolah berjalan dengan maksimal. Maka menjalin kerja sama yang apik kudu diutamakan.
Memahami Beratnya Tugas Seorang Guru
Sebelum ngomong lebih banyak tentang bagaimana menjalin komunikasi dengan sekolah. Ada baiknya dari awal kita pahami dulu, bahwa tugas seorang guru itu tidak ringan. Bayangkan saja jika Temans ada di posisi mereka, mendidik sekaligus mengasuh sekian anak dan dituntut hasil sempurna. Apakah mudah? Tentu tidak. Saya yakin ada beban yang harus mereka tanggung atas nama kesuksesan anak didiknya.
Contoh sederhana saja, kita-kita yang yang udah jadi ortu. Ketika anak kita tidak maksimal dalam satu hal, atau cenderung lambat dalam menguasai sebuah materi. Meskipun sedikit, pernah kan terbersit rasa khawatir yang kadang membebani pikiran. Lha ini baru anak kita sendiri, yang emang asli turunan kita. Kalau guru di sekolah harus menghadapi sekian anak yang berasal dari sekian keluarga. Dengan berbagai background dan model pengasuhan yang pastinya juga beragam. Wajar donk, kalau agak-agak puyeng juga? Hehehe …
Itu baru dari satu sisi penguasaan materi atau akademis. Belum juga dari sisi pengendalian emosi. Yang namanya guru juga ada pasang surutnya, kan. Kita aja yang ngadepin anak sendiri, ada kalanya terpancing. Balik lagi, seorang guru harus menghadapi sekian karakter yang pastinya menuntut penanganan yang berbeda. Belum juga mungkin sedang memiliki permasalahan pribadi. Wajar kan kalau lelah?
Menurut saya sih, selama masih dalam batas wajar dan manusiawi. Nggak perlu lah, terlalu sering komplain sama sekolah hanya karena beberapa hal yang kurang sesuai dengan ekspektasi kita. Kecuali jika ditemukan permasalahan yang patut dipertanyakan lebih serius. Dalam hal ini pun sebaiknya melalui forum diskusi, bukan asal komplain.
Bagaimana Menjalin Komunikasi dengan Sekolah?
Credit picture dailysocial.org |
Orang bilang, di rumah kita adalah orang tuanya anak-anak. Di sekolah, guru dan seluruh staff lah orang tuanya. Artinya penting banget untuk bekerja sama dengan pihak sekolah. Saling support dan mencari solusi bersama atas permasalahan yang dialami anak-anak .
Menghadiri Forum Rapat
Diskusi merupakan jalan paling aman dan tepat untuk membicarakan hal-hal terkait sekolah. Sebisa mungkin, usahakan menghadiri forum rapat di sekolah sebagai media diskusi secara terbuka. Pada kesempatan ini, orang tua juga dapat mendengarkan secara langsung progres dan program sekolah. Sehingga tidak perlu mencari tahu dari pihak lain atau dari sesama orang tua jika khawatir mendapatkan info yang kurang relevan.
Kecuali Temans memiliki keluhan atau info yang tidak bisa dishare dalam forum besar. Maka diskusi tersendiri bisa dilakukan dengan pihak sekolah. Intinya, apapun masalahnya mending langsung didiskusikan secara langsung dengan pihak yang kompeten. Sehingga komunikasi lebih lancar, penyelesaiannya pun lebih terarah dan tuntas.
Hindari Bergunjing di “Belakang”
Biasanya nih, kalau ada yang kurang sreg sama sekolah. Alih-alih orang tua berdiskusi dengan sekolah, tapi malah ngedumel ngomong di “belakang”. Kejadian kayak gini yang sering saya temui, baik dulu sebagai staff, maupun sekarang sebagai orang tua.
Ya, boleh-boleh aja sih, kan nggak ada aturannya juga. Tapi, sebaiknya dihindari saja. Mendingan kalau ada yang kurang sreg langsung aja dikonfirmasi ke pihak sekolah. Bukan apa-apa, khawatirnya justru info yang diterima simpang siur. Belum juga pemahaman orang tua nggak selalu seragam, kan. Trus, kalau itu berkembang ke orang tua yang lain malah jadi nggak tepat infonya.
Penyampaian informasi yang kurang tepat, ditambah perspektif orang tua yang beragam bisa jadi malah memperkeruh masalah. Yang harusnya bisa diselesaikan dengan diskusi ringan, nantinya malah melebar ke mana-mana tanpa solusi yang tepat.
Jadi Temans, kalau bisa hindari banget kebiasaan yang satu ini, ya.
Memaksimalkan Peran Komite Sekolah
Nah, kalau memang kurang nyaman untuk berkomunikasi secara langsung dengan pihak sekolah. Temans bisa memaksimalkan peran Komite Sekolah. Karena Komite sekolah memang dibentuk untuk menjembatani kepentingan orang tua dan sekolah, begitu pun sebaliknya.
Beberapa keputusan yang dibuat sekolah, terlebih yang menyangkut orang tua. Sedikit banyak biasanya sudah dikomunikasikan dengan Komite Sekolah sebagai perwakilan dari pihak orang tua. Jadi, info yang dimiliki Komite Sekolah bisa dibilang lebih akurat ya, ketimbang kita ngomong “di belakang”.
Mensupport, jangan Sekedar Membandingkan
Ini juga penting nih, jangan bisanya cuma membandingkan dengan sekolah lain ketika ada hal yang kurang sreg menurut orang tua. Tunjukkan perhatian kita dalam bentuk support kepada sekolah. Kalau ada hal-hal yang dirasa bisa diperbaiki bersama, usulkan! minimal melalui komite sekolah.
Nggak bisa dipungkiri ya, yang namanya institusi juga pasti ada kekurangannya. Kalau kekurangan itu bisa ditambal bersama, apa salahnya? Toh, anak-anak juga yang merasakan hasilnya.
Saya rasa semua lebih mudah, jika komunikasi dengan pihak sekolah bisa dilakukan dengan baik dan terbuka. Meskipun pihak sekolah juga sebaiknya tidak menutup diri. Sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah.
Memang, tidak semua masukan harus ditindak lanjuti. Tapi menanggapi dengan cara-cara yang baik, menampung dan jika memungkinkan membicarakannya dalam lingkungan intern sekolah juga bukan yang hal yang sulit untuk dilakukan.
Sering kali sekolah yang berhasil justru yang mampu membuka dirinya dan memberikan peluang kepada orang tua untuk turut mensupport segala kebijakan sekolah. Tentu saja ini hanya mungkin terjadi jika komunikasi keduanya berjalan dengan baik dan lancar bukan? Dan tentunya mengarah pada hal-hal yang positif.
Nah, Temans. Yuk! Jadi ortu yang bijak dan komunikatif dengan sekolah anak. Agar semua berjalan dengan lancar, dan anak-anak nyaman berada di lingkungan yang full support dari orang tua.