Every Family Has Its Own Rule (I)

Azan magrib merupakanpenanda, anak-anak harus berhenti bermain, masuk rumah, dan berdiam diri untuksejenak.  Beribadah, makan malam kemudiandilanjutkan belajar. Boleh mengerjakan PR, belajar materi untuk keesokan hariatau membaca. Apa saja boleh dibaca, yang penting aktivitas yang dilakukan adalah membaca.
Kebiasaan  seperti ini sudah kami terapkan sejakmemiliki anak pertama, terus berlanjut hingga hari ini dan secara otomatismenjadi semacam rule dalam keluarga kami. Peraturan semacam ini memang bisajadi tidak selalu ketat, situasional. Misalnya saat weekend dan kamiharus bepergian, bisa jadi waktu magrib kami masih berada di jalanan, di dalamalat transportasi atau bahkan terjebak dalam suatu acara.
Hal di atas hanyalah satu dari sekian ruleyang tanpa sengaja disepakati bersama oleh seluruh anggota keluarga. Kebiasaanlain seperti mengembalikan barang ke tempatnya setelah dipakai. Mematikan kranair, meletakkan baju kotor di keranjang cucian. Semua itu hanyalah kebiasaansehari-hari yang sangat sepele, namun entah mengapa tiba-tiba saja menjadisemacam rule yang dijalankan dan dipatuhi bersama.
Tapi, meskipun secara tidak langsung sudah disepakati. Ada kalanya anak-anak protes danmembanding-bandingkan dengan keluarga lain. Misalnya jika ada teman-temannyayang masih bermain di luar rumah selepas magrib. Mereka bakalan protes pada kami, orang tuanya. Saya, tentu saja tidak bergeming dengan rengekannya. Karena meskipun tidak ketat, tapi situasional. Tapi bukan juga berarti longgar. Harus melihat situasi dan kondisinya.
Saya yakin setiap orang tua dan keluarga, punya alasan tersendiri untuk memperbolehkan ini dan itu padaanak-anaknya. Mereka pun pasti memiliki pertimbangan terkait A, B atau C yangmereka terapkan pada anak-anaknya. Hal mengenai pembiasaan, pembentukankarakter dan cara pandang setiap keluarga juga pasti berbeda. Apalagiprioritas, tujuan dan cita-cita masa depan.
Sudah pasti setiap keluarga berkeinginanmemiliki anak-anak yang sehat, baik, berkarakter kuat  dan hal-hal positif lainnya. Tapi dalampenjabarannya, pengambilan langkah pertama, problem solving dan perspektifhidup setiap keluarga juga sudah pasti berbeda. Ya, mau bagaimana lagi.Individu yang menjalankannya pun juga berbeda. Nggak mungkin diseragamkanmeskipun tujuannya secara garis besar sama.
Mengenai menerapkan pembiasaanini pun saya sempat kewalahan jika harus berdebat dengan anak. Belum lagi jika merekamelihat keluarga lain yang semuanya “serba longgar” juga baik-baik saja. Kenapakita tidak?
Alasan saya pun kadang sepelesaja, hanya agar anak-anak memiliki kebiasaan yang positif, tertib diri dankemudian mandiri. “Ibuk, kan nggak bisa terus-menerus mendampingi kalian. Kalaukalian sudah mempunya kebiasaan, maka kalian akan lebih mudah pas dewasa nanti.“ Cuma gitu aja alasannya.
Pernah juga si kakak protesmengapa harus membaca setiap hari. Padahal teman-temannya tidak selalu membacadi rumah. Toh, mereka tetap pintar? Tarik nafas dulu sebelum jawab, hehehe … 
Kembali lagi, karena membaca adalah kebiasaan baik yang sedang kami terapkandalam keluarga. Tidak hanya anak-anak, orang tua pun tak luput dari kebiasaanini. Apa sih tujuannya? Membuka wawasankah? Atau menambah pengetahuan? Ya, itutujuan yang lebih serius. Tapi untuk levelnya anak-anak, kebiasaan membaca kamitujukan untuk menumbuhkan rasa SUKA. Jika sudah suka, mana bisa merekameninggalkannya? Ya, kan? Baru kemudian mereka akan merasakan setiap manfaatdari kebiasaan itu.
Memang tidak mudah menerapkankebiasaan yang diharapkan menjadi rule dalam keluarga. Selain protes darianak-anak, orang lain pun kerap mencibir, memandang sebelah mata. Sok-sokanbanget, mungkin begitu batin mereka. Tapi, ya biarlah, karena tidaksemua hal perlu kita dengarkan. Menutup telinga dan memakai kacamata kuda,kadang kala perlu dilakukan. Apalagi jika ini menyangkut apa yang diyakini baikuntuk masa depan. Anggap saja cibiran itu sebagai supporter yang terusmenyemangati kita untuk bergerak. Akur? Akurin, deh. 
Untuk itu semua maka, yuklah! Salingmenghormati dan menghargai apa-apa yang diterapkan dalam sebuah keluarga patutkita perhatikan. Biarkan keluarga lain berbeda, begitupun sebaliknya bebaskankeluarga kita berjalan dengan apa yang kita yakini baik. Toh , semuanyamemiliki tujuan masing-masing.selebihnya asal tidak mengganggu kepentinganumum, biarkan setiap keluarga berkembang dengan aturan dan kebiasaan yangmereka sepakati.
Di postingan kedua nanti sayaakan berbagi sedikit, peraturan dasar dalam keluarga kami  yang bisa dibilang masih newbie.Ya, sekedar berbagi saja, syukur-syukur jika nantinya bermanfaat. Hehehe … Stay happy
-DNA-
#ODOP
#Day22
#bloggermuslimahindonesia

2 thoughts on “Every Family Has Its Own Rule (I)”

Leave a Comment